Literasi Digital adalah elemen penting dalam upaya membendung wacana kelompok ekstremisme di media sosial. Hal ini disampaikan oleh Rizka Nurul Amanah dari Ruangobrol.id pada Diskusi Keterlibatan Perempuan dalam Kontra Radikal-Teroris di Media Sosial yang diselenggarakan KOPRI PC PMII Ciputat, Sabtu (13/3). Menurutnya, memahami seluk beluk dunia digital dapat mengimbangi canggihnya kampanye yang disampaikan oleh kelompok radikal.
“Biasanya di media sosial mereka sudah canggih. Lebih ke narasi-narasi bagaimana pengalaman mereka di Suriah. Bagaimana perempuan lebih dimuliakan di ISIS,” kata Rizka. Bentuk narasi seperti ini dibuat untuk menarik sebanyak mungkin orang agar terus mengukuti kampanye mereka. Lalu, setelah tertarik, komunikasi akan berlanjut dengan pendekatan yang lebih personal melalui aplikasi chat melalui Whatsapp atau Telegram. Salah satu contoh dari alur komunikasi dan perekrutan ini adalah terpidana kasus Bom Panci, Dian Yulia Novi.
“Dalam kasus Dian Yulia Novi, dia pertama kali di medsos (media sosial) mencari hal-hal tentang hukum islam. Diajaklah ke messenger, baru ke telegram. Disitu diajarkan bahwa perempuan bisa juga jihad di medan perang. Atau kalau mau jadi bom bunuh diri, itu bisa menyelamatkan keluarganmu dari dosa-dosanya dan keluarga diampuni,” jelas Rizka.
Sejalan dengan analisa tersebut, Peneliti dari RSIS Singapura, Unaesah Rahmah menilai bahwa literasi digital itu penting dilakukan guna membentengi masyarakat dari paham radikal dan teroris. Secara umum, terdapat empat narasi pendukung dalam kampanye Kelompok ISIS di media sosial.
Pertama adalah narasi ideologi seperti Al Wala’wal Bara’, haramnya demokrasi, kekhalifahan, toguhut dan lain-lain. Kedua adalah narasi yang sifatnya informatif, misalnya kabar tentang kemenangan ISIS, berita kekalahan musuh serta berapa orang yang meninggal sahid. Ketiga, ISIS juga seringkali memproduksi konten narasi soal kehidupan di Suriah, misalnya soal kebutuhan pokok lebih murah dibanding dengan di Indonesia. Keempat adalah konten yang berisi narasi yang mengundang aksi penggalangan dana, bagaimana membantu militan ISIS, dan panduan pembuat senjata api dan bahan peledak. Panduan ini banyak ditemukan di grup telegram ISIS dan website yang dibuat oleh Bahrun Naim.
Narasi-narasi ini ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan diri para pengikutnya. Bahwa mereka mempunyai kekuatan dan janji-janji mereka di media sosial itu bukan kebohongan. “Kekalahan musuh lebih sering dishare di media. Misalnya Konflik marawi, soal berhasil membunuh militer filiphina. Narasi lain, adalah masalah kesehatan, lifestyle. Soal taaruf atau perjodohan sesama anggota ISIS,” pungkas Unaesah