Jejak Kecerdikan Para Wijayanto Mengubah Taktik JI

Analisa

by Abdul Mughis

JI terus berkamuflase secara halus untuk mengelabui masyarakat. Ini berbahaya karena tidak sedikit masyarakat awam tertipu.   


Mengulik kembali jejak gerakan organisasi teror, Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia memiliki pola dinamika yang sangat kompleks. Namun dari kompleksitas kelompok ini ada satu tokoh bernama Para Wijayanto yang dianggap paling bersinar.

Sebab, Para Wijayanto ini dianggap sebagai tokoh yang mengubah pemikiran dan taktik JI menjadi sangat cerdik dan profesional. JI tidak lagi tampil dengan wajah “kekerasan”. Dia pula yang berpengaruh mengubah berbagai strategi pendanaan secara halus di tengah masyarakat melalui sistem donasi, gerakan sosial, pendidikan, hingga aksi kemanusiaan.

Aksi pendanaan tersebut bahkan bertahun-tahun tidak terendus. Miliaran uang telah dikumpulkan melalui sistem donasi, kotak amal, hingga aksi sosial. Mereka mampu mengelabui masyarakat untuk menyumbangkan dana secara ikhlas—tanpa curiga bahwa dana tersebut digunakan untuk organisasi teror.

Memang, organisasi JI telah dibekukan oleh pemerintah, tetapi pemikiran JI tetap saja berkembang biak di lingkup akar rumput.

Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI), Dr. Sapto Priyanto mengulas apa perbedaan pola pendanaan yang dilakukan kelompok JI sebelum kepemimpinan Para Wijayanto dan setelah Para Wijayanto.

“Sebelum Para Wijayanto, JI masih dipimpin oleh tokoh-tokoh senior atau ustaz yang masih menggunakan pola tradisional. Wawancara saya sejak 2008 terhadap hampir 100-an orang JI, mereka menangani pendanaan secara mandiri dari Infaq dan sedekah internal jaringan,” kata Sapto dalam diskusi publik bertajuk“Edukasi pencegahan pendanaan terorisme melalui lembaga filantropi keagamaan di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme (PRIK-KT) Universitas Indonesia (UI), Kamis, 8 September 2022.

Saat itu, kata Sapto, JI memiliki strategi bahwa wilayah ekonomi kelompok ini  berada di Malaysia dan Singapura. Mereka menganggap kondisi ekonomi di Malaysia dan Singapura lebih baik dari Indonesia. “Bahkan hampir seluruh anggotanya pengusaha. Artinya, saat itu, tanpa bantuan siapa pun, mereka bisa membiayai secara mandiri,” katanya.

Namun pola JI lama itu telah ditinggalkan setelah Para Wijayanto masuk. Dia mengubah strategi JI secara profesional. Pola gerakan JI berubah total. Manajemen, dakwah, termasuk berbagai inovasi pendanaaan.

“Beberapa bulan lalu, saya bertemu Para Wijayanto. Era kepemimpinan Para Wijayanto ini pola pendanaan JI lebih profesional. Karena Para Wijayanto memiliki pengalaman sebagai general manager HRD di PT Pura Barutama. Kita tahu, PT Pura Barutama merupakan perusahaan percetakan nomor satu di Indonesia yang menangani percetakan materai, hologram, termasuk kertas uang negara,” katanya.

Sejak saat itulah, pemikiran Para Wijayanto mengubah manajemen dan strategi JI. Dia menerapkan sistem “The right man on the right place”  yakni menempatkan seseorang sesuai dengan kemampuan atau keahliannya.


“Sangat profesional. Cara berpikir orang-orang di bawah Para Wijayanto pun menjadi berkembang,” terangnya.

Salah satunya, mereka menggunakan metode “Jahr Dakwah” yakni dakwah secara terang-terangan. Sejak saat itu, lanjut Sapto, anggota JI diperkenankan untuk berimprovisasi dan inovasi termasuk mencari penggalangan dana.

“Pola ini tidak terjadi di era JI sebelumnya. Abdurrahman bin Auf bisa menggalang dana menggunakan kotak infaq yang disebarkan di warung-warung dan bisa menghasilkan dana miliaran. Itu karena pengaruh Para Wijayanto. Karena pengelolanya profesional, maka menajemen JI ini menjadi profesional,” katanya.

Dia juga memanfaatkan tokoh-tokoh agama. Tokoh agama tersebut bahkan tidak menyadari kalau sedang dimanfaatkan oleh kelompok ini. “Dibuatlah tabligh akbar dengan melibatkan tokoh ulama dan semua masyarakat diperkirakan akan datang. Mereka kemudian menyelipkan donasi penggalangan dana. Masyarakat tidak tahu bahwa pengelola di belakang itu adalah anggota-anggota JI,” ungkap dia.

Inilah salah satu kecerdikan strategi Jahr Dakwah JI di era Para Wijayanto. Hingga saat ini, fenomena “kelompok-kelompok” pengumpul dana ini berkembang dan berevolusi. Mereka tidak lagi mengusung isu kekerasan, melainkan berkamuflase dengan perwajahan yayasan anak yatim dan sejenisnya. Mereka melakukan pengumpulan dana dengan memanfaatkan jaringan internet seperti media sosial.

Mereka tahu, bahwa orang Indonesia sangat dermawan. Mudah menyumbangkan dana untuk kemanusiaan,” katanya.


Aksi-aksi terselubung berkedok yayasan sosial, aksi sosial dan sejenisnya itu berbahaya karena masyarakat awam mudah tertipu karena sulit membedakan. “Namun apabila diamati dan diperhatikan, sebetulnya ada pola dan indikasi yang tidak hilang. Yakni mereka cenderung anti ke pemerintah,” katanya.

Fenomena gerakan kelompok teror itu perlu penanganan bersama. Baik pemerintah maupun masyarakat. “Pemerintah melalui kebijakannya dan masyarakat apabila menemukan hal mengenai praktik donasi yang terindikasi melakukan penyelewengan segara dilaporkan,” katanya.

Sementara itu, mengutip dari Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia Nomor: 308/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim (putusan.mahkamahagung.go.id). Disebutkan, pemikiran Para Wijayanto dituangkan ke dalam buku panduan perjuangan Jamaah Islamiah versi baru, yaitu Strategi Tamkin. Tujuannya terbentuk pemerintahan Islam.

Disebutkan, masa Jamaah Islamiyah antara tahun 2005 hingga 2015 merupakan masa survive, di mana Jamaah Islamiah bertahan hidup. Sedangkan tahun 2016 hingga sekarang merupakan masa revive atau tahap pembangunan kembali struktur Jamaah Islamiyah.

Isi Strategi Tamkin

Adapun isi dari Strategi Tamkin tersebut berisi tentang strategi atau cara untuk mengubah umat Islam dari fase (marhalah) Istidh’af (tertindas/lemah/dakwah dibatasi/sebagian syiar diperbolehkan/ancaman penjara, diusir dan dibunuh) menjadi Marhalah Tamkin (sudah tidak ada penghalang lagi dan Daulah Islamiah sudah tegak) sebagaimana di maksud dalam Quran Surat An Nur Ayat 55.

BACA JUGA: Tantangan Memutus Mata Rantai Pendanaan Teror

Adapun Fase (marhalah) Istidh’af, yaitu fase di mana umat muslim sedang berada dalam keadaan lemah, tertindas, dakwahnya dibatasi dan ancaman penjara, diusir dan dibunuh. Tahapan atau langkah-langkah Marhalah Istdh’af menuju Marhalah Tamkin yang kemudian disebut dengan nama Strategi Tamkin adalah meliputi: dakwah, membentuk jamaah, Tamkin Siyasi I (secara politik umat Islam kuat).

BACA JUGA: Neo Fa’i Kelompok Teror Incar Bank dan BUMN  

Mereka menggunakan metode merebut hati para muslimin dengan cara menyebarkan kebaikan dan juga menampilkan kekurangan atau kesalahan sistem pemerintahan saat ini dari timbangan syar’i.

Pada 2017, selanjutnya Jamaah Islamiah mulai mengaplikasikan Strategi Tamkin tersebut dengan cara melaksanakan program yang telah dijabarkan dari Basic Strategi Tamkin.

Basic Strategi Tamkin tersebut memuat; yaitu: Program Alwi dan Tajhiz yang sudah berjalan di antaranya pemberangkatan peserta tadrib Askari ke Suriah, termasuk dalam teori Tolabul Iwa Wanusro. Pelatihan di Sasana Qital Qorib, persiapan menuju teori Tolabul Iwa Wanusro. Pelatihan perbengkelan seperti yang dilakukan oleh Tajhiz pada masa BRAVO, persiapan menuju teori Tolabul Iwa Wan Nusro.

Selanjutnya, program bidang Dakwah, yaitu mendakwahkan situasi dan fakta evaluasi data dari Suriah. Program membuat atau mendirikan pondok pesantren ataupun sekolah sekolah Islam. Program Tarbiah yaitu mengadakan Kholakoh-kholakoh Tarbiah dan Dauroh Tarbiah.

Sedangkan untuk program ekonomi yaitu dengan mengadakan pelatihan-pelatihan kewirausahaan, sepertu sistem usaha mandiri. Program Naqib yaitu program penggalangan ke tokoh agama. Program bidang proyek yaitu pengelolaan dan pemberdayaan sumberdaya alam untuk dimanfaatkan sehingga dapat menunjang perekonomian umat. (*)

Komentar

Tulis Komentar