Perjuangan Mantan Anggota JI Lampung Melawan Intimidasi dan Stigma (1)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Keluar dari kelompok JI itu membutuhkan perjuangan, baik sebelum maupun setelahnya.

Dalam rentang waktu antara tanggal 15-18 Agustus yang lalu, saya mendapat tugas dari kantor untuk melakukan riset awal dan koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka persiapan penyelenggaraan forum diskusi yang akan digelar di Bandar Lampung pada bulan September 2022.

Forum diskusi itu rencananya akan mempertemukan perwakilan mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) dan perwakilan mantan narapidana teroris (napiter) dengan perwakilan dari stakeholder di tingkat provinsi Lampung. Dari forum itu diharapkan bisa didapatkan masukan-masukan dari semua peserta yang hadir terkait pembinaan mantan JI dan mantan napiter.

Sebagai langkah awal, saya selaku peneliti sekaligus koordinator lapangan harus menemui dan berdiskusi dengan semua pihak yang akan kami undang dalam forum tersebut. Menjelaskan terlebih dahulu konsep kegiatan dan apa yang hendak dicapai dari forum itu menjadi keharusan agar semua bisa berjalan sesuai yang diinginkan.

Setelah bertemu dan berdiskusi dengan para perwakilan stakeholder pada 15 Agustus 2022 membahas persiapan kegiatan forum, 16 Agustus saya mendapat kabar dari anggota unit Identifikasi dan Sosialisasi (Idensos) Densus Satgaswil Lampung, bahwa perwakilan mantan JI di Pesawaran dan Pringsewu siap menyambut kedatangan saya pada 17 Agustus. Di Pesawaran menetapkan waktu antara pukul 10.30 WIB hingga Dhuhur, sedangkan di Pringsewu menetapkan waktu pukul 13.00 WIB hingga selesai.

Saya berangkat ke Pesawaran didampingi dua anggota unit Idensos Densus Satgaswil Lampung. Kami berangkat setelah mengikuti upacara peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia di lapangan depan kantor Gubernur Lampung. Ada 5 mantan napiter yang juga ikut upacara dan kami pun sempat berdiskusi sambil sarapan.

Sesampainya di tempat tujuan pertama di daerah Pesawaran Lampung, kami disambut dengan hangat oleh 5 orang mantan anggota JI yang telah menunggu kedatangan kami. Mereka kaget, namun sangat senang setelah saya memperkenalkan diri bahwa saya adalah mantan napiter dan mantan anggota JI juga. Suasana pun langsung cair dan akrab. Cerita-cerita mengenai apa yang terjadi pada para mantan anggota JI setelah melepaskan baiat dan ikrar setia kepada NKRI mendominasi obrolan kami.

Mendapatkan Intimidasi

Atas dasar alasan keamanan dan kenyamanan, saya tidak bisa menyebutkan nama orang-orang yang hadir di situ, namun ceritanya akan saya ungkapkan. Cerita mereka ini penting diketahui oleh masyarakat, agar semua mengetahui bahwa keluar dari kelompok JI itu membutuhkan perjuangan, baik sebelum maupun setelahnya. Bahkan yang setelahnya itu dirasakan lebih berat daripada sebelumnya.

Setelah melakukan pelepasan baiat, para mantan anggota JI ini didatangi oleh beberapa anggota JI secara bergantian. Meminta agar bertaubat dan kembali melanjutkan perjuangan bersama JI. Awalnya dengan kalimat yang baik-baik. Namun setelah beberapa kali mendatangi dan tetap pada pendiriannya masing-masing, mulailah keluar kata-kata “pengkhianat perjuangan”, “pecundang”, dan mulai ada intimidasi secara psikologis.

Salah satu bentuk intimidasi secara psikologis adalah adanya orang-orang yang dikirim untuk memata-matai kegiatan sehari-hari para mantan anggota JI. Tujuannya untuk membuat para mantan itu tidak nyaman hidupnya. Tidak hanya sampai di situ, belakangan ada yang mengirimkan pesan ancaman yang mengancam keselamatan jiwa dan harta para mantan anggota JI.

“Tapi kami biasa saja mas, kami yakin mereka tidak akan sampai berani melakukan tindakan kriminal kepada kami. Mereka ini takut juga tersangkut masalah hukum hanya karena ingin membuat kami kembali kepada JI”, ujar salah satu mantan JI yang paling muda.

Mencoba Mengajak Dialog dan Menyadarkan Anggota JI

Meskipun ada yang sampai mengancam, tetapi ada juga yang datang untuk berdiskusi baik-baik dengan maksud bisa mempengaruhi para mantan anggota JI agar kembali ke jalan perjuangan JI. Kepada orang-orang seperti ini, para mantan justru menggunakan kesempatan itu untuk mempengaruhi agar orang tersebut meninggalkan jalan perjuangan JI. Hasilnya ada sebagian yang berhasil dipengaruhi meski lebih banyak yang belum berhasil.

“Kami menyimpulkan bahwa faktor utama kegagalan kami mempengaruhi teman-teman JI itu karena kami belum bisa membuktikan bahwa jalan yang kami ambil ini lebih baik daripada jalan perjuangan JI,” ungkap salah satau mantan JI yang sedari awal paling aktif.


BACA JUGA:

5 Falsafah Hidup Masyarakat Lampung yang Keren

Menyorot 171 Eks Jamaah Islamiyah Lampung dalam Pencegahan Terorisme

Sesi ramah tamah dan sharing kami dengan para mantan anggota JI Pesawaran siang itu terpaksa diakhiri, walaupun sebenarnya mereka masih sangat antusias untuk sharing. Karena kami harus melanjutkan perjalanan ke Pringsewu untuk bertemu para mantan anggota JI di sana yang sudah menunggu. Sebelum kami berpisah kami sempatkan untuk berfoto bersama dan saya membagikan kartu nama saya, barangkali ada yang ingin bercerita lebih lanjut secara personal.

(Bersambung ke cerita eks anggota JI dari Pringsewu)

Komentar

Tulis Komentar