Juli Kelabu (3)

Other

by Administrator

Oleh: Siti Djuwariyah  

MC mengucapkan salam. Acara dimulai. Seketika suasana jadi hening. Semua yang hadir berhikmad mengikuti acara demi acara yang telah disusun rapi. Ketika prosesi wisuda dimulai dan ikrar dibacakan,tak terasa air mataku telah mengalir.

Momen ini mengingatkanku pada prosesi wisuda yang pernah kujalani dulu waktu kuliah di lembaga pendidikan Alquran di Semarang. Dan hal yang sama kini kulihat pada anakku juga namun dalam situasi yang berbeda.

Ikrar yang salah satunya berbunyi "...akan selalu memegang teguh Alquran dan Sunnah dalam kehidupan" terasa begitu menghujam dalam di hatiku. Segera kuseka air mataku, kutenangkan hatiku.

Setelah itu kuangkat kembali pandanganku ke atas panggung di mana santriwati yang di wisuda masih berbaris rapi sambil mengucapkan ikrar.

Mataku langsung tertuju pada si buah hati, ternyata ia juga menitikkan air mata sambil mengucap ikrar. Seketika air mataku pun tak bisa kubendung lagi. Sapu tangan yang kupegang tadi kini telah basah kuyup, hingga si buah hati yang menemani mengangkat kerudungku dan mengusapkannya di wajahku, terlebih lagi ketika disebut nama anak dan nama ayah serta asal daerahnya.

Kutoleh kanan dan kiriku, ibu- ibu wali santri juga menitikkan air mata, namun biasa saja, mungkin terbawa suasana prosesi wisuda yang sakral dan haru. Tetapi  sepertinya hanya aku yang paling sembab wajahnya karena linangan air mata dan tak bisa kututupi lagi jika aku menangis pastilah kelopak mataku seperti bengkak dan hidungku memerah, mencerminkan hatiku yang sedang kalut.

Acara selanjutnya, santriwati turun panggung dengan membawa hasil belajarnya untuk diserahkan kepada orangtuanya yang hadir. Si buah hati berjalan menuruni panggung menuju ke arah tempatku duduk. Ia bersimpuh di pangkuanku dan banjirlah air mata kami berdua. Tak satupun kata bisa terucap, hanya suara sesenggukan tangis yang menahan perihnya kesedihan dan kerinduan pula akan kehadiran abinya di sini.

Setelah kurasa agak lega hati kami menumpahkan rasa, kubisikkan padanya :"ishbir, innallaha ma'ash shoobiriin...bersabarlah nak, sungguh Allah bersama orang- orang yang sabar".

Diapun memelukku dengan erat, menciumku sambil masih berlinangan air mata. Lalu kucium keningnya dan kuhapus air matanya dengan telapak tanganku dan kuisyaratkan untuk segera kembali ke barisan tempat duduk santriwati yang sudah penuh.

Ia bangkit kemudian berjalan ke belakang yang ternyata di sana ada kakaknya yang sejak awal acara menjaga layar ponselnya mengabadikan acara wisuda adiknya, juga sambil berlinang air mata. Kulihat mereka berpelukan sebentar, kemudian si buah hati yang wisuda kembali ke tempat duduknya.

Acara dilanjutkan kembali hingga akhir.

Azan Zuhur berkumandang. Para undangan laki-laki yang menghadiri acara wisuda bergegas menuju masjid sesaat setelah acara wisuda ditutup. Sedangkan para ibu mengantarkan putri-putrinya kembali ke pondok yang tak jauh dari tempat acara untuk melakukan salat dan berkemas persiapan kepulangan santriwati.

Kamipun mengikuti ke asrama pondok setelah ia selesai berfoto ria bersama teman-temannya di atas panggung.

Setelah salat, kami menyiapkan barang-barangnya yang sudah dikemas dalam kardus untuk dibawa pulang. Di antara isinya; pakaian, buku-buku, peralatan selama di pondok juga sebuah almari dan 1 lembar kasur lipat.

Alhamdulillah Mas Zufar sudah datang. Setelah Salat Zuhur ia langsung meluncur ke sini karena posisinya di warung sudah digantikan oleh Imad yang akan menemani nenek berjualan hingga sore.

Mas Zufar dengan motornya telah siap mengangkut almari, sedang barang-barang yang lain akan dimasukkan ke dalam mobil yang dipesan kakaknya. Barang-barang dimasukkan ke mobil taksi online yang sudah dipesan.

Setelah selesai membantu Mas Zufar pamit pulang duluan karena rute yang ditempuhnya lewat kota alias tidak melalui tol.

Sedangkan kami berpamitan dulu dengan beberapa Ustazah dan kawan-kawan santriwati sebentar, baru setelah itu kami masuk mobil semua dan mulailah perjalanan pulang.

Tak sampai 1 jam kami pun tiba di rumah. Mobil kami arahkan untuk langsung masuk naik ke halaman rumah yang cukup luas, sehingga barang-barang yg dibawa mudah diturunkan untuk dibawa masuk rumah.

Alhamdulillah, ternyata Mas Zufar juga sudah sampai rumah duluan, padahal berat lho bawa almari di atas motor apalagi siang itu juga panas sekali udaranya. Terima kasih ya Mas, sudah bantuin umi dan adik-adik. Tanpa melupakan tanggung jawab membantu nenek berjualan di kantin.

Tak lama, nenek dan Imad juga pulang. Sore itu jadi hari yang haru tapi juga membahagiakan.

Komentar

Tulis Komentar