PROLOG "My Stories and My Hopes"

Other

by Arif Budi Setyawan

“My Stories and My Hopes” atau kalau dalam bahasa Indonesia berarti “ Kisah-kisahku dan Harapan-harapanku” ini adalah kolom baru yang saya asuh di ruangobrol.id yang khusus berisi kisah-kisah saya ketika sempat menjadi jihadis radikal dan juga refleksi serta harapan-harapan saya setelah saya menyadari bahwa yang saya lakukan itu salah. Kisah-kisah yang mengungkap lebih jauh kehidupan seseorang yang oleh mayoritas masyarakat pernah disebut sebagai teroris. Padahal sebenarnya menjadi ‘teroris’ itu hanya sebagian kecil dari hidup saya.

Masih banyak sisi lain kehidupan saya yang tidak diketahui oleh orang-orang yang kebanyakan hanya mengenal saya sebagai seorang mantan napiter. Bukankah untuk memahami sosok seseorang itu harus dilihat dari berbagai sisi agar benar-benar bisa mengerti ?

Ada beberapa hal yang membuat saya kemudian merasa perlu untuk  menuliskan penggalan-penggalan kisah saya itu, yaitu :

  1. Banyaknya pertanyaan dari masyarakat seputar dinamika yang terjadi dalam dunia kelompok radikal seperti :



  • Apakah terorisme itu benar-benar ada dan bukan rekayasa intelijen ?

  • Apakah terorisme itu dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan kelompoknya ?

  • Apa bedanya Al Qaeda dengan ISIS ?

  • Mengapa sekarang aksi semakin ngawur dan semakin tidak berkualitas ?

  • Mengapa dulu sasarannya asing sekarang aparat kepolisian ?

  • Dll


2. Adanya anggapan mayoritas masyarakat bahwa :

  • Terorisme itu selalu karena alasan ideologi sehingga sulit bisa berubah

  • Seorang ‘Teroris’ itu selalu kejam, sadis, dan anti sosial

  • Seorang ‘teroris’ aktivitas utamanya adalah menjadi ‘teroris’

  • Mantan ‘teroris’ tidak bisa diajak bekerjasama membangun masyarakat


3. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para akademisi terhadap para napiter dan eks napiter hanya meneliti beberapa bagian kecil dari kisah perjalanan seorang napiter/eks napiter. Misalnya, peneliti A meneliti tentang proses pembinaan, peneliti B meneliti proses hukum, peneliti C tentang keterlibtan dalam terorisme, peneliti D tentang cara kerja jaringan terorisme, dst. Di samping itu, hasil penelitian itu –sejauh yang saya tahu- kebanyakan hanya menjadi konsumsi para akademisi dan user dari hasil penelitian itu, hanya sedikit yang dibagikan kepada msayrakat luas. Padahal menurut saya seharusnya lebih banyak lagi yang harus disampaikan kepada masyrakat jika kita ingin masyarakat ikut terlibat dalam pencegahan dan penanggulangan radikalisme.

4. Adanya sebagian masyarakat yang sebenarnya ingin terlibat dalam pencegahan dan penanggulangan radikalisme tetapi minim pengetahuan akan dunia radikalisme dan orang-orang yang pernah terlibat di dalamnya.

5. Rasa ingin tahu masyarakat akan kehidupan seorang ‘teroris’ yang kemudian insyaf.

6. Saya ingin merangsang dan menginspirasi masyarakat untuk terlibat dalam mencegah dan menanggulangi radikalisme, karena hal ini merupakan tugas kita semua.

Saya sadar apa yang saya lakukan ini bisa menimbulkan pro dan kontra khususnya di kalangan kawan-kawan mantan napiter. Mungkin banyak yang akan mencibir atau mencela, tetapi bukankah yang akan saya ceritakan ini hanyalah kisah masa lalu saya, bukan masa lalu orang lain ? Dan juga merupakan sesuatu yang telah terjadi dan tidak bisa diubah lagi ? Bukankah akan lebih baik jika pengalaman itu diceritakan agar menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya ? Bukankah sejarah itu meskipun buruk harus ditulis agar generasi berikutnya tidak mengulang kesalahan yang sama ?

Dalam kisah-kisah saya ini nanti, saya tidak akan pernah menyebut nama orang (kecuali orangnya sudah meninggal dunia dan sangat terkenal seperti Santoso, Imam Samudra,dll) dan nama tempat, hanya akan menjelaskan apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang dalam cerita saya itu.

Demikianlah sedikit prolog dari “My Stories and My Hopes” yang akan sering hadir di hadapan pembaca setelah ini. Semoga nantinya bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Komentar

Tulis Komentar