Muhammad Toha: Pelaku Suicide Mission Perang Mempertahankan Bandung

Other

by Arif Budi Setyawan

Bagi semua warga Bandung pasti mengenal nama Muhammad Toha. Dia adalah seorang pahlawan. Dia gugur bersama sahabatnya yang bernama Ramdhan dalam sebuah operasi penghancuran gudang senjata milik pasukan Sekutu pada tanggal 11 Juli 1946 di Dayeuhkolot.


Pemerintah Bandung menghormatinya dengan memberi nama salah satu jalan di Bandung dengan namanya. Selain itu di daerah Dayeuhkolot, tepat di depan kolam bekas terjadinya ledakan, terdapat monumen Mohammad Toha untuk memperingati jasa dan keberaniannya.


Toha dilahirkan di Jalan Banceuy, Desa Suniaraja, Kota Bandung pada tahun 1927. Ayahnya bernama Suganda dan ibunya yang berasal dari Kedunghalang, Bogor Utara, Bogor, bernama Nariah. Toha menjadi anak yatim ketika pada tahun 1929 ayahnya meninggal dunia. Ibu Nariah kemudian menikah kembali dengan Sugandi, adik ayah Toha.


Namun tidak lama kemudian, keduanya bercerai dan Muhammad Toha diambil oleh kakek dan neneknya dari pihak ayah yaitu Bapak Jahiri dan Ibu Oneng. Toha mulai masuk Volk School (Sekolah Rakyat) pada usia 7 tahun hingga kelas 4. Sekolahnya terhenti ketika Perang Dunia II pecah.


Saat masa pendudukan Jepang, Toha mulai mengenal dunia militer dengan memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di Cikudapateuh. Selanjutnya, Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia juga mampu bercakap dalam bahasa Jepang.


Setelah Indonesia merdeka, Toha terpanggil untuk bergabung dengan badan perjuangan Barisan Rakjat Indonesia (BRI), yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha sendiri. BRI selanjutnya digabungkan dengan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Anwar Sutan Pamuncak menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI). Dalam laskar ini ia duduk sebagai Komandan Seksi I Bagian Penggempur.


Pada hari operasi itu dilaksanakan, dikisahkan Toha menyusup mencari jalan untuk menghancurkan gudang, Ramdhan dan rekan lainnya mengalihkan perhatian penjaga demi mengamankan jalan bagi Toha sahabatnya. Satu tujuan mereka pasti, gudang mesiu dan persenjataan tentara Sekutu yang termasuk di dalamnya tentara Belanda (NICA) itu hancur rata dengan tanah.


Gudang mesiu di selatan Bandung ini berada di daerah yang terbuka. Gudang besar dan tampak angker. Sulit dicapai karena dijaga ketat dan yang mendekati dapat terlihat dengan mudah oleh penjaganya. Isinya lebih dari seribu ton berbagai jenis persenjataan, granat, bom dan mesiu di dalamnya.


Menghancurkannya adalah misi yang sangat sulit. Namun sangat diperlukan mengingat persenjataan di dalamnya adalah alat-alat perang yang mendukung penyerangan Tentara Sekutu terhadap rakyat dan semua yang mempertahankan kedaulatan Negara Indonesia.


Lewat gorong-gorong Toha menyusup, rekan ada yang sudah tertembak, lalu teman yang lain sigap mengalihkan perhatian tentara penjaga dengan menembak di tempat lain, agar perhatian teralihkan dari Toha. Toha berenang dari sungai Citarum, masuk lewat gorong-gorong.


Akhirnya Toha berhasil masuk ke dalam gudang mesiu, mengunci diri di dalam, beserta beratus bom berjajar, granat dan senjata. Namun hatinya tak gentar, tekadnya sudah bulat. Ramdhan di luar sudah tewas tertembak sebagai pembuka jalan bagi Toha.


Tanpa ragu-ragu ia ledakkan dinamit yang telah ia siapkan sebelumnya. Ledakan dahsyat pun terjadi. Tak tersisa dari bangunan kecuali lubang yang sangat besar yang segera terisi air dari sungai Citarum yang tak jauh dari sana.


Yang menjadi catatan saya, Muhammad Toha melakukan aksi bunuh diri untuk menjaga hidup orang lain, bukan untuk memusnahkannya. Dengan mengorbankan jiwanya ia melindungi nyawa ratusan ribu rakyat Bandung. Ia memeluk kematian dengan mengunci diri di gudang mesiu musuh yang akan membunuh saudara-saudara setanah airnya. Bukan memeluk kematian dengan membawa saudara setanah air untuk ikut ke alam baka.


Dengan kematiannya, nyawa ratusan ribu orang terjaga. Ia melakukan Suicide Mission demi melawan penindas dan melindungi saudara-saudaranya dari penindasan. Dan ia tetap bernilai bahkan setelah berpuluh-puluh tahun setelah kematiannya.


(Diolah dari laman Wikipedia dan berbagai sumber)



sumber foto: wikipedia

Komentar

Tulis Komentar