Hotel Mumbai: Hal Kecil yang Menyelamatkan

Other

by Rosyid Nurul Hakiim

Hotel Mumbai, salah satu film yang menurut saya memiliki pesonanya sendiri. Sebagai sebuah interpretasi sutradara terhadap kejadian yang benar-benar terjadi di Mumbai di tahun 2008, film ini memiliki kengeriannya sendiri. Cerita yang dibawa selama dua jam itu terasa nyata sehingga mampu menimbulkan rasa mencekam.

“Bagaimana jika hal itu terjadi di Indonesia?”

“Bagaiamana jika saya berada dalam situasi itu?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mungkin muncul dibenak penonton di Indonesia. Karena negara ini juga masih harus mengalami ancaman-ancaman terorisme.

Namun, dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas bagaimana Hotel Mumbai secara detail menggambarkan aksi terorisme yang dilakukan anak-anak muda asal Pakistan itu. Atau seperti pada artikel lain di Ruangobrol yang mendiskusikan soal keragu-raguan yang mungkin saja dimiliki oleh pelaku terorisme.

Kali ini, sebagai refleksi dari film Hotel Mumbai, saya justru ingin memberikan satu pengingat tentang bagaimana kita seharusnya bisa mengapresiasi satu kemalangan kecil, yang mungkin menjadi penyelamat kita di waktu yang lain.

Adalah sebuah kewajaran bahwa manusia tidak mengetahui apa yang terjadi di masa depan. Sehingga, terkadang atau bahkan sering, kita menggerutu terhadap satu kejadian kecil yang tidak mengenakkan hati. Seperti misalnya ban motor yang tiba-tiba bocor sehingga harus pergi menambalkannya, namun hal tersebut justru menyelamatkan kita dari kecelakaan beruntun yang terjadi. Atau kita menggerutu soal kemacetan yang luar biasa saat menuju bandara, padahal jika jalanan lancar dan kita datang lebih cepat, kita bisa saja harus menghadapi delay yang lama.

Kemalangan kecil tampaknya harus lebih banyak kita apresiasi. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Mungkin saja itu adalah cara Tuhan untuk menghindarkan kita dari bahaya. Seperti halnya, Arjun (salah satu staff Hotel Taj dalam film Hotel Mumbai) yang di awal film secara tidak sengaja menjatuhkan sepatunya saat mengantarkan putri kecilnya pada istrinya, sebelum kemudian berangkat kerja.

Hal tersebut membuatnya harus menggunakan sandal ketika harus bertugas di hotel, yang tentu saja mendapat teguran dari atasannya. Dia hampir saja kehilangan satu shift pekerjaan malam itu. Namun, atasannya masih berbaik hati untuk meminjamkan sepatunya, yang justru terlalu sempit untuk Arjun. Akibatnya dia harus berjalan dengan gaya yang aneh.

Siapa sangka, sepatu yang melukai kakinya dan membuatnya berjalan aneh itu menyelamatkannya. Karena cara berjalan itu, atasannya justru meminta rekan Arjun untuk menjadi pelayan dalam sebuah pesta eksklusif di salah satu kamar di Hotel Taj. Walaupun rekannya itu tidak bisa mengeja Vernier Dejeune, salah satu jenis Cognac (minuman), dengan benar. Padahal, Arjun ingin sekali mengambil posisi itu karena kemungkinannya mendapatkan uang tambahan yang besar.

Jalinan takdir menyimpan rahasianya sendiri. Tidak ada yang pernah tahu, selain para teroris itu sendiri soal penyerangan ke Hotel Taj yang membunuh lebih dari seratus orang itu. Tidak ada yang menyangka bahwa Arjun berhasil mengelak dari rentetan peluru dan mengantarkannya ke ruang CCTV hotel. Di salah satu layarnya, dia melihat rekannya yang menjadi pelayan dalam sebuah pesta eksklusif it tertelungkup bersimbah darah, tanpa nyawa.

Bayangkan jika Arjun tidak menjatuhkan sepatunya, tidak mendapatkan sepatu yang membuatnya lecet, dan membuatnya berjalan tegap serta mampu mengucapkan dengan benar Vernier Dejeune. Dia bisa saja menjadi pelayan pada pesta eksklusif itu. Dia bisa saja berada di posisi rekannya itu dan tidak akan pernah kembali pada keluarganya.

Kita bisa saja menjadi sangat marah terhadap satu hal kecil yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Tapi, kita bisa saja mengubah cara pandang dan lebih mengapresiasinya. Mengajari kita untuk lebih positif dalam melihat sesuatu. Karena, siapa yang tahu, bahwa hal tersebut mungkin saja menhindarkan kita dari bahaya.

Stay positive kawan.

 

Komentar

Tulis Komentar