Pengalaman Latihan Taekwondo Rasa Militer

Other

by Febri Ramdani

Sebenarnya penting enggak sih belajar beladiri di zaman modern sekarang ini ? Kayaknya cuma buat gaya atau keren-kerenan aja deh. Atau biar di kira jagoan ? Aigoo .... Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada sedikit cerita nih mengenai pengalaman saya waktu masih aktif berkegiatan di salah satu seni bela diri terkenal, yaitu Taekwondo. Sebuah beladiri yang lahir dari negeri penuh “drama”, Korea Selatan.

Hampir 14 tahun yang lalu, saya yang pada saat itu masih beberapa bulan lulus dari bangku Sekolah Dasar, mengukuti Ujian Kenaikan Tingkat (UKT) Taekwondo di Gunung Sangga Buana. Wilayah Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Pengalaman tersebut merupakan hal baru bagi saya yang pada saat itu juga masih baru bergabung di salah satu klub Taekwondo dibawah naungan Kostrad Angkatan Darat.

Menurut laman Wikipedia, Gunung Sanggabuana adalah salah satu dari 3 tempat latihan TNI Kostrad, yaitu di Sanggabuana, Cibenda, dan Jatiluhur. Daerah latihan Kostrad di Sanggabuana terbentang seluas 500 hektar.

Tempat yang cocok untuk para anak-anak yang baru mau menjadi ABG agar mental, fisik, dan karakter menjadi lebih terasah. Dengan nilai plus-nya, kita bisa melihat serta mendapatkan kesegaran alam yang sejuk dan tentu baik bagi kesehatan jasmani.

Hari pertama keberangkatan.

Beberapa unit yang pada saat itu berada di sekitar wilayah Jakarta dan Bekasi berkumpul di satu titik sebelum bersama-sama menuju lokasi ujian di Karawang.

Perjalanan yang pada saat itu dimulai dari pagi hari, sempat tersendat karena beberapa hal yang akhirnya baru tiba di lokasi pada waktu sore hari.

Sesampainya disana pun, kami kembali mengalami masalah. Karena curah hujan yang cukup tinggi, bus yang kami tumpangi tidak bisa melanjutkan perjalanan dan terpaksa berhenti.

Khawatir jika diteruskan, jalan terjal penuh batu dan makin licin terkena hujan bisa membahayakan keselamatan kami.

Terpaksa kami pun harus mendaki dengan basah kuyup dan pencahayaan yang mulai berkurang karena waktu sudah melewati petang hari.

Setelah mendaki beberapa waktu, terlihatlah sebuah barak militer berwarna hijau dan sebuah lapangan luas dimana sudah banyak orang-orang berbaris dengan tertib disana.

Tanpa berlama-lama, kami yang masih basah kuyup diminta untuk segera mengganti pakaian kami dengan “Dobok” (Seragam Taekwondo)

Dengan cepat salah seorang pelatih di grup kami menginstruksikan agar segera ikut berbaris di lapangan. Badan yang sudah letih lapar dan menggigil kami masih diminta untuk mendengarkan sedikit pengarahan dari salah satu Letnan muda yang belum lama tiba dari Papua. Yang juga sebagai salah satu petinggi di klub Taekwondo tersebut.

* * *


Pelatihan kedisiplinan dan tanggung jawab benar-benar di-push saat berada di sana. Mulai dari waktu istirahat yang diatur dan sangat terbatas, mandi harus kurang dari 5 menit, rapi, tertib, hingga tingkat solidaritas dan kepedulian antar sesama yang harus tinggi.

Sebagai contoh, keesokan harinya saat makan siang sedang berlangsung, ada beberapa Taekwondoin yang makan dengan berantakan karena terburu-buru. Dan memang karena kami harus makan dengan cepat.

Hal tersebut mengakibatkan semua peserta dengan cepat harus merayap bolak-balik di atas tanah dan rumput. Dengan diselimuti rasa mual karena makanan yang belum tercerna dengan baik, selepas merayap kami masih harus melakukan push up dan sit up puluhan kali.

Selama dua hari penuh kami harus selalu siap menjalani setiap perintah yang diberikan dengan suara yang lantang dan kuat. Jika tidak mau, siap-siap saja mendapatkan “hadiah ekstra” untuk membuat perut menjadi sixpack dan otot-otot lebih terbentuk.

Di sela-sela kegiatan, seharusnya bapak Menteri Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Dault pada saat itu datang memberikan sambutan, namun karena satu dan lain hal, beliau berhalangan hadir dan di wakilkan oleh salah satu bawahannya.

Kegiatan tersebut tentu hanya sebagai pelengkap saja. Masih belum termasuk ke dalam kegiatan utama nya, yakni Ujian Kenaikan Tingkat.

Saya tidak akan menjabarkan lebih lanjut mengenai proses ujiannya, karena akan serupa dengan ujian kenaikan tingkat lain yang tidak di bumbui pelatihan semi-militer.

Latihan-latihan kedisiplinan serupa seperti ini tentunya pernah saya alami di beberapa kesempatan, seperti outbound, LDKS dari sekolah, dan kegiatan Pramuka yang sudah pernah saya tulis artikelnya.

Tujuan diadakannya kegiatan ini selain menjadikan kita agar lebih disiplin, tak lain dan tak bukan adalah untuk menciptakan kepribadian yang berjiwa patriotik, berjiwa Pancasila, serta peduli terhadap bangsa dan tanah air kita tercinta, Indonesia.

Tentu saja bonus lain yang bisa di dapatkan adalah pemahaman dan skill kita tentang beladiri menjadi bertambah. Untuk antisipasi atau tindakan preventif kalau terjadi hal-hal yang bisa membahayakan diri sendiri maupun kerabat kita.

Apalagi di saat kondisi perekonomian sedang sulit seperti sekarang ini, bisa memicu beberapa kalangan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain. Na’udzubillah.

Komentar

Tulis Komentar