Piknik Zaman Now

Other

by Rizka Nurul

Daerah Lembang, Bandung Barat menjadi salah satu tempat destinasi tujuan wisata warga ibu kota. Mereka rela bermacet-macetan ria menuju daerah tersebut. Sejak dulu, Lembang memang sering macet karena wisata ke Tangkuban Parahu, Gunung Teh atau arah ke Subang. Namun, dua tahun ini kemacetan Lembang semakin parah. Salah satunya adalah wisata Hutan Maribaya.
Hutan Maribaya kini menawarkan wisata baru. Jika dulu Hutan Maribaya adalah eco-wisata piknik di hutan dan main di air terjun, kali ini destinasinya lebih banyak lagi. Yang paling tidak pernah dilewatkan bukanlah kawasan piknik atau air terjun yang sedari dulu sudah ada, namun kawasan piknik baru. Pengunjungnya lebih dari 1000 orang per hari di hari biasa, bukan di hari libur. Jika hari libur, pengunjung bisa mencapai 2000-3000 dalam sehari.
Kawasan ini terletak di pinggir hutan, dekat tebing yang telah direnovasi. Tebing tersebut kini menjadi tebing yang tersusun dan aman dan rumah panggung dan kawasan yang tertata rapi. Wisata yang ditawarkan adalah "Selfie". Harga masuknya Rp 30.000 saja.
Selfie yang ditawarkan mulai dari selfie ayunan diatas ketinggian, sepeda diatas ketinggian, gantole ala-ala, balon udara ala-ala yang masing-masing membayar biaya Rp 25.000 dengan fasilitas pengamanan dan juru potret yang mengarahkan gaya. Namun, Anda kemudian tidak lantas dapat mengambil foto Anda, tapi foto dari sang juru potret harus ditebut dengan harga Rp 10.000 per foto yang akan ditransfer ke smartphone Anda. Satu Wahana, Anda bisa difoto 8 kali oleh sang juru potret.
Jarak jauh dan bayar mahal untuk selfie kini dilakukan demi feed instagram yang lebih baik. Gengsi menjadi utama. Kemanapun perginya yang dicari adalah instagramable destination. Padahal kalau sudah mendapatkan foto baru, belum tentu foto tersebut langsung menghiasi media sosial namun bisa jadi baru diposting satu bulan kemudian.
Piknik zaman now mengindikasikan bahwa sering kali kita mengkonsumsi sesuatu atas dasar keinginan bukan kebutuhan. Bukan hanya dalam hal piknik, tapi juga dalam hal kehidupan sehari-hari. Banyak orang membeli iPhone terbaru setiap tahunnya misalnya, bukan karena kebutuhannya akan fitur iPhone tapi keinginan terlihat. Keinginan membeli tas mahal misalnya yang kemudian diakali dengan membeli tas merk ternama KW 12. Padahal jika alasan kebutuhan, bisa jadi tas mahal tersebut memiliki fitur keamanan lebih, kulit anti alergi dan kuat hingga 20 tahun. Sedangkan KW tidak menjamin itu semua.
Parahnya, perilaku konsumtif ini didukung Pemerintah. Hal ini karena mendorong perekonomian produk KW dan impor dari luar negeri. Pemerintah lupa bahwa ini mendorong degradasi karakter bangsa. Jika negara maju mengajarkan warganya menabung dan membeli kebutuhan sesuai kemanpuan, Indonesia jutsru mengajarkan menghutang demi keinginan.
Mental warga bangsa ini bisa hancur karena keinginan bukan karena kebutuhan. Semoga itu tidak terjadi

Komentar

Tulis Komentar