ISIS Manfaatkan Perempuan untuk Rekrut Pengikut Baru
Otherby Akhmad Kusairi 22 Juli 2020 7:57 WIB
Selain itu ISIS juga dalam melakukan propaganda melakukan strategi penelitian marketing dan teknologi di media sosial. Hal itu lah yang sebenarnya, menurut Rizka yang tidak dilakukan oleh organisasi teror yang lain.
“Jadi mereka gak asal-asal bikin propaganda. Jadi mereka penelitian terlebih dulu. Apa nih yang bikin laku. Apa sih yang buat orang itu suka dengan mereka dan akhirnya melakukan aksi,” ,” kata Rizka dalam Diskusi yang diselenggarakan Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) dan Ruangobrol.id dengan topik ‘Perempuan dalam Terorisme dan Solusinya’ belum lama ini
Selain itu menurut Alumnus Jurusan Hubungan Internasional UIN Jakarta itu, kekuatan propganda ISIS adalah di dalam pemanfaatan audiovisual. ISIS dalam memproduksi propaganda mereka selalu menggunakan video dan menggunakan gambar-gambar yang sangat menarik. Hal itu misalnya terlihat di dalam media-media milik ISIS seperti Dabiq maupun Rumiyah. Media-media milik ISIS itu lebih dulu menyadari soal strategi marketing mereka di media sosial.
Menurut Rizka proganda ISIS kepada perempuan di media sosial sudah dilakukan sejak 2014 lalu. Tapi di 2014 mereka melakukan propaganda secara besar-besaran di media sosial, terutama terhadap perempuan.
Hasilnya bisa terlihat dari trend keterlibatan perempuan di dalam kasus terorisme. Misalnya terlihat meningkat di tahun 2016 terutama di kasus Dian Yulia Novi yang hendak menjadi pelaku bom bunuh diri di Istana Negara Jakarta. Trend peningkatan puncaknya terjadi pada tahun 2019 di mana ada kenaikan signifikan keterlibatan perempuan dalam kasus terorisme. Setidaknya ada 40 orang pada 2019.
“Kebanyakan dari mereka mereka terlibat karena media sosial. Misalnya Dian dan Ika itu keterlibatannya full media sosial meskipun ada pertemuan. Tapi yang lain itu full media sosial,” kata Alumnus Pondok Pesantren Darul Ulum Lido itu.
Lebih lanjut Rizka menjelaskan peran Perempuan dalam kelompok ektremis di media sosial bermacam-macam. Ada yang menjadi tukang rekrutmen pengikut baru. Ada juga yang berperan sebagai propagandis yang menyebarkan narasi-narasi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu menurut Rizka di Media sosial Perempuan ada juga yang berfunsi sebagai tim hore. Mereka tugasnya hanya meramaikan media sosial tanpa tujuan tertentu.
“Upaya kaderasi awal kerapkali dimulai di media sosial. Mereka melakukan upaya MLM secara media sosial. Ada juga yang berperan sebagai propagandis. Ada juga yang menjadi tim hore. Mereka ini santai. Kalau dapat pengikut baru syukur, kalau gak ya gak papa. Anggap saja bagian dari jihad mereka untuk menyebarkan narasi-narasi.” Tutur perempuan berkaca mata itu
Selain itu menurut Rizka, perempuan di dalam kelompok ektremis ini tidak hanya menjadikan perempuan sebagai target rekrutmen mereka. Melainkan juga menyasar para lelaki. Misalnya mereka menggunakan gambar-gambar yang isinya mendorong para laki-laki agar berjihad ke medan perang. Bagaimana para perempuan itu mendorong para lelaki agar teguh di dalam jalan jihad.
“Jadi dorongan terhadap laki-laki tidak hanya dari laki-laki. Tapi juga dari perempuan di media sosial. Ada juga anjuran dan keutamaan laki-laki menikahi janda-janda para mujahid,” imbuhnya
Selain itu lanjut Rizka, biasanya mereka dalam melakukan rekrutmen pengikut baru pada tahap proses awal mengunakan kasus-kasus umum melalui isu-isu tentang hukum Islam. Tentang demokrasi yang kemudian diperdalam dengan membangun kepercayaan.
“Mereka melakukan pendekatan lewat chat dan perkenalan secara personal. Baru kemudian perkenalan mendalam. Di situlah mulai dilakukan indoktrinasi. Ini juga
Setelah proses radikalisasi berhasil barulah dilakukan dorongan aksi minimal diajak nyumbang. Jadi prosesnya dari online menuju ofline.
“Intensitasnya cukup sering. Ini terjadi pada Dian. Dia awalnya tentang hukum Islam. Trust building itu tentang curhat soal keluarga. Indepnya, mulai dikenalkan ISIS seperti apa. Jihad di Suriah. Baru ditanya kamu mau gak melakukan jihad bom bunuh diri?,” imbuhnya
Karena itu untuk mengantisipasi propaganda yang dilancarkan oleh perempuan di media sosial Rizka mengusulkan dua strategi. Strategi pertama adalah pendekatan negatif. Melalui misalnya melaporkan konten-konten yang diposting oleh mereka ke penyedia platform dan ke Pemerintah maupun ke penegak hukum jika aa unsur pidana.
Strategi kedua adalah dengan melakukan pendekatan positif misalnya dengan digital literasi, tiga C (Cek, Confirm and Clarification) serta caring and understanding.
“Jadi bagaimana kita jangan-jangan mereka itu hanya masalah personal. Dan karena kita kurang award masalah mereka. Akhirnya mereka lebih cenderung melakukan dengan orang-orang ektremis ini. Karena mereka justru peduli dan mau melakukan komunikasi secara intens dan mau mendengarkan mereka,” jelasnya
Kemudian Rizka menyampaikan apa yang sudah Ruangobrol lakukan selama ini. Misalnya Ruangobrol memproduksi narasi alternatif untuk melawan narasi kelomopok ektremis. Faktanya menurut Rizka, dari 242 ribu pengunjung 62 persen adalah perempuan.
Selain itu kata Rizka, dalam melawan narasi yang dibuat oleh kelompok ektremis, pihaknya juga memproduksi beberapa film seperti Jihad Selfi dan Pengantin, dan film terakhir Seeking the Imam.
“Ini yang Ruangobrol lakukan. Yaitu melakukan narasi alternatif, untuk melawan narasi kelompok ektremis. Kita juga membangun narasi alternatif melalui film. Kita juga punya ada chat room. Dari situ semua orang bisa cerita dan curhat masalah hidup mereka,” pungkasnya.
Komentar