Menyatukan Para Penyintas Tragedi Bom dan Mantan Pelaku Teror
Newsby Akhmad Kusairi 8 Agustus 2022 11:17 WIB
Lebih lanjut, Boy menambahkan tragedi bom JW Marriott menjadi pengingat akan bahaya dan ancaman terorisme. Sekadar diketahui insiden Bom di Hotel JW Marriot yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 2003 silam menyebabkan 14 orang meninggal dan 156 orang luka-luka.
"Peristiwa seperti ini tidak boleh terjadi lagi dan bergandeng tangan dalam melawan segala bentuk kekerasan, kita semua harus mengumandangkan bahwa peristiwa ini tidak layak terjadi di NKRI dan seluruh dunia," kata Boy Rafli saat hadir dalam peringatan 19 tahun bom JW Marriott di Kuningan Jakarta pada Jumat (5/8/2022).
Selain itu, lanjut Boy, pihaknya di BNPT bersama dengan aparat penegak hukum lain selalu melakukan upaya pencegahan beserta ide-ide yang melatarbelakanginya. Menurut Boy ideologi yang dianut oleh kelompok teroris merupakan ideologi yang berasal dari luar. Pasalnya, ideologi yang dianut oleh masyarakat Indonesia Ideologi yang mengedepankan dialog dan budaya anti kekerasan.
Dalam rangka melaksanakan itu, lanjut Boy, BNPT juga bersama unsur pemerintah dan masyarakat melakukan kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi. Masih kata Boy, BNPT juga telah menyelenggarakan forum yang mempertemukan antara korban/penyintas dengan mitra deradikalisasi yang menjadi katalisator pemulihan dan reintegrasi sosial kedua pihak.
"BNPT terus mempromosikan dan melakukan national resilience dari pengaruh ide teror berbasis kekerasan yang tidak bisa dilakukan secara parsial, harus dilakukan dengan cara komprehensif dengan pendekatan soft dan hard. Bahwa memang selama setahun ini kita telah membuat event-event yang menyatukan antara para penyintas dan para mantan pelaku terorisme ini dan sudah ada 5 titik kita lakukan dengan bekerja sama dengan pihak- pihak terkait. Kita berharap ke depan antara para penyintas dan para mantan Narapidana Terorisme (Napiter) ini bisa terintegrasi,”
Sementara itu, Kepala Kantor Staf Presiden RI, Moeldoko dalam sambutannya sepakat dengan Kepala BNPT. Menurutnya segala aksi teroris tidak boleh terjadi lagi di Indonesia. Lebih lanjut Mantan Panglima TNI itu menegaskan jika pemerintah sangat serius dalam menanggulangi terorisme dari hulu ke hilir.
Menurut Moeldoko pemerintah dalam melakukan penanggulangan terorisme selalu melibatkan unsur masyarakat sipil.
"Pemerintah dalam menyikapi terorisme tidak tinggal diam. Pemerintah telah mengadopsi whole government untuk melawan terorisme dari hulu ke hilir. Kita juga menggandeng masyarakat untuk berkolaborasi karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri melawan terorisme," tutupnya.
Sementara itu, Konsultan Senior DASPR & Pembina FKAAI, Nasir Abas mengatakan buku “The Power of Forgiveness: Memoar Korban Bom JW Marriott” merupakan karya yang ditulis berdasarkan pengalaman Tony Soemarno sebagai korban teror bom yang mengisahkan perjalanan hidup beliau sejak menjadi korban bom JW Marriott 2003 lalu.
Selain itu menurut Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah itu, buku ini juga berisi cerita Tony ketika menjadi aktivis deradikalisasi yang aktif mengunjungi dan berdiskusi dengan para narapidana kasus teror di dalam penjara.
"Kisah beliau sangat inspiratif untuk dibagikan dalam mencegah terulangnya perbuatan aksi terorisme," kata Nassir.
Sekadar diketahui Kegiatan peringatan Tragedi Bom Marriott dihadiri oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar, Koordinator Penyintas Vivi Normasari, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtias, Direktur United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) Collie Brown, serta 30 penyintas tragedi bom dari seluruh Indonesia. Selain itu acara ini juga menghadirkan mantan Pelaku Bom Bali Ali Imron. Acara ini diselenggarakan oleh Division for Applied Social Psychology Research (DASPR) dan Forum Komunikasi Aktivis Akhlakulkarimah Indonesia (FKAAI) yang didukung oleh BNPT dan Densus 88. (*)
Komentar