Peneliti Terorisme dari Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC), Robi Sugara, sebutkan tiga alasan aksi bom bunuh diri yang melibatkan anggota keluarga. Salah satunya terkait kekhawatiran bahwa anggota keluarganya akan menjadi kafir karena dipaksa mengikuti program deradikalisasi.
Seperti yang diketahui, aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar belum lama ini melibatkan pasangan suami istri, Lukman dan Yogi Safitri. Kedua pelaku merupakan pengikut ISIS yang sudah berbaiat kepada Khalifah ISIS Abu Bakar Al Baghdadi.
Berkaitan dengan aksi bom bunuh diri yang melibatkan keluarga atau setidaknya sepasang suami istri, Robi mengungkapkan alasan pertamanya adalah soal perubahan strategi atau taktik dari kelompok ISIS secara global. Metode ini menurutnya sudah dipraktekan di konflik Suriah. “Sebelumnya, aksi bom bunuh diri tidak melibatkan keluarga. Istri-istri atau keluarga dari pelaku bom tidak diajak dan tidak dikasih tahu,” kata Robi di Jakarta belum lama ini. Oleh karena itu, jika pelaku melibatkan keluarga maka dapat dipastikan bahwa mereka bagian dari ISIS. Kalaupun bukan kelompok ISIS, maka mereka pasti dipengaruhi dengan cara-cara ISIS. Beberapa contoh aksi lain di luar Indonesia yang melibatkan keluarga adalah aksi teroris Charlie Hebdo Magazine, Bom Boston, dan serangan di Brusel.
Kemudian, lanjut Robi, alasan keduanya adalah keinginan untuk masuk surga bersama-sama. Ada kekhawatiran dari pelaku, jika tidak melakukan aksi dan masuk surga bersama, maka pasangan atau anggota keluarga yang masih hidup akan ditangkap atau dimasukan dalam program deradikalisasi. Mengikuti program seperti itu akan secara perlahan membawa keluarga menjadi kafir. Terkait alasan ini, Robi mencontohkan keluarga pelaku bom Bali Mukhlas di Lamongan. Beberapa kalangan menganggap bahwa keluarga Mukhlas itu sudah menjadi kafir dan merusak perjuangan jihad Mukhlas karena terlibat dalam upaya counter narasi dari aksi terorisme di Indonesia.
Lalu, alasan ketiga dari pelibatan keluarga dalam aksi bom bunuh diri adalah soal menggunakan segala sumber daya yang ada. Menurut Robi, saat laki-laki yang seharusnya mengemban fungsi jihad atau perang melawan orang-orang kafir telah gagal, maka mereka harus menggunakan seluruh sumberdaya yang tersedia. Termasuk menggunakan istri (perempuan) dan anak-anak. “Apapun itu, termasuk istri dan anak-anak. Pada 2015, PBB mencatat ada sekitar 270-an anak terlibat dalam aksi terorisme,” ujarnya.
Alasan Teroris Libatkan Keluarga dalam Aksi Terorisme
Otherby Akhmad Kusairi 8 April 2021 6:18 WIB

Komentar