Antara Batu Penghalang, Batu Sandungan, dan Batu Loncatan

Other

by Arif Budi Setyawan

Ketika suatu saat -dan ini pasti- usaha Anda dalam urusan bisnis, percintaan, membangun keluarga, mewujudkan cita-cita, atau pun dalam hal yang lain, harus terhenti karena keterbatasan Anda sebagai makhluk Tuhan, apa yang akan Anda lakukan ?


Keterbatasan dan kondisi yang tidak sesuai harapan adalah ibarat sebuah batu. Dan ketika kita bertemu dengan ‘batu’ itu, pilihan untuk langkah selanjutnya ada di tangan kita.


Apakah akan jadi batu penghalang sehingga kita berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan lalu mencari jalan lain yang belum tentu tidak ketemu batu lagi ?


Ataukah hanya menjadi batu sandungan yang sekedar menimbulkan gangguan tetapi tetap bisa melanjutkan perjalanan ?


Ataukah menjadi batu loncatan untuk melakukan sebuah lompatan jauh ke depan melebihi apa yang telah dicapai sebelumnya ?


Orang yang menjadikan batu itu sebagai penghalang adalah orang yang lemah dan akan sering menemui kegagalan dalam hidupnya.


Orang yang menganggap batu itu hanya sebuah batu sandungan adalah orang yang gigih dan ulet dan suatu saat nanti ia -dengan izin Tuhannya- akan memetik buah dari jerih payahnya itu.


Sedangkan orang yang bisa menjadikan batu itu sebagai batu loncatan untuk melakukan sebuah langkah atau lompatan yang lebih besar dari sebelumnya adalah orang yang dikarunia akal yang cerdik dan bakat yang hebat. Betapa tidak, ia justru menemukan sebuah peluang dan tambahan energi dari ‘batu’ yang ia temui di saat kebanyakan orang merasa terganggu dengan adanya batu itu.


Ketika saya di penjara dulu pada awalnya di tahun pertama saya menganggap bahwa penjara adalah batu penghalang. Tapi lambat laun seiring dengan dipindahkannya saya ke lapas, saya mulai berpikir untuk menjadikannya sebagai batu loncatan. Tapi apakah mungkin ? Begitu pikir saya di awal.


Semakin lama di penjara pikiran saya semakin terbuka. Pergaulan juga semakin luas. Akhirnya saya menemukan sebuah peluang, yaitu menekuni hobi saya menulis. Sedari remaja saya suka menuliskan pengalaman atau pelajaran yang saya dapat dari kehidupan sehari-hari. Termasuk jika ada pertanyaan yang mengganjal biasanya juga saya tulis agar saya selalu ingat untuk mencari jawabannya. Atau yang paling sering adalah saya suka menuliskan rencana dan ide-ide yang ketika menuliskannya sering kali saya belum tahu cara mewujudkannya. Yang penting ditulis dulu karena saya yakin suatu saat minimal akan menjadi pelajaran bagi saya.


Saya pun mulai menuliskan kisah-kisah dan pergolakan pemikiran yang saya alami selama menjalani masa pidana, terutama pelajaran yang saya dapat dari perjalanan saya sejauh saat itu. Pada waktu itu saya berpikir bahwa cara paling cepat untuk membuktikan perubahan positif pada diri saya adalah dengan menunjukkan hasil karya. Dan yang paling memungkinkan dan paling nyaman dilakukan adalah menulis. Saya juga tidak memikirkan bagaimana agar tulisan itu bisa beredar di tengah masyarakat, yang penting menulis dulu. Saya hanya yakin, sesuatu yang baik akan menemukan jalan yang baik pula.


Selesai menulis tentang kisah dan pelajaran dari perjalanan hidup, saya ketagihan menulis. Maka kemudian mulailah saya mencoba menulis sebuah novel fiksi yang isinya menceritakan gambaran ideal dari pemikiran dan ide-ide saya yang baru. Meskipun kisahnya fiktif tapi pemikiran sang tokoh utama adalah pemikiran saya dan pada beberapa bagian memang terinspirasi dari kehidupan yang pernah saya jalani dan cita-cita saya.


Ketika kemudian saya tulis dalam format MS Word setelah saya bebas, ternyata novel itu terdiri dari kurang lebih 125.000 kata. Wow, kaget juga saya. Ternyata sepanjang itu ceritanya.


Dan hari ini saya masih terus menulis, minimal menjadi penulis tetap untuk ruangobrol.id. Sejauh ini alhamdulillah saya berhasil menjadikan penjara sebagai batu loncatan untuk memulai sebuah hidup yang baru. Meskipun lompatannya masih belum bisa jauh. Namun setidaknya saya jadi memiliki batu pijakan yang baru bernama ruangobrol.id.

Komentar

Tulis Komentar