Catatan dari Masa Lalu : Dialog Antara Kubu Jihad dan Kubu Dakwah (6)

Other

by Arif Budi Setyawan

Komentar sebelum ini kemudian dilengkapi dengan komentar Da’i dari kubu Dakwah untuk Jon sebagai berikut:


Tanggapan atas komen antum terhadap kalimat kami:


[Bayangkan antum dalam posisi sebagai da’i yang harus mendukung jihad di depan masyarakat awam. Dengan dalil ayat atau hadits mana sang da’i bisa membela antum di hadapan publik?]


Ya Akhi … kalau sudah kondisi perang kita harus bertanya kepada para komandan perang sehingga kita akan paham apa pertimbangan mereka melakukan aksi-aksi mereka.


Dan ketika kondisinya seperti itu cara antum membela adalah pertama melakukan investigasi kasus tersebut sehingga antum tahu betul siapa korban-korban yang meninggal dan siapa korban-korban yang terluka. Jangan percaya laporan dari nara sumber media-media kafir. Hatta dari media muslim pun harus ditabayyun. Itulah kewajiban kita ketika menerima berita.


Karena ana yakin, ketika mujahidin melakukan aksi tidak sembarangan. Ada prosedur yang cukup ketat dan standar yang mereka jalani sebelum melakukan aksi. Adapun hasilnya itu diserahkan kepada Allah Ta’ala.


Jadi itu dulu yang antum lakukan sebagai bentuk pembelaan kepada mujahidin. Kalau antum sudah melakukannya dan memang benar ada muslim yang jadi korban, baru melangkah kepada langkah pembelaan yang lain.


>> Antum semangatnya “mau dibela terus dengan membabi buta”, tapi tidak siap diberi masukan. Mujahid sejati pastilah berjiwa santun, lembut dan tidak arogan dengan pendapatnya sendiri. Kami hanya mengingatkan, bahwa jihad harus dibimbing pertimbangan hikmah. Dan salah satu perkara penting, jihad bukan semata soal seni membunuh musuh, tapi juga mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan, termasuk dampaknya terhadap dakwah. Ini serupa dengan teori nahi munkar. Jika dengan nahi munkar akan berdampak makin populernya kemunkaran dan pengikutnya makin banyak, maka jangan dilakukan. Misal lain, jika berdebat dengan pengusung aliran sesat kita tak kuat argumennya, sehingga dikhawatirkan justru aliran sesat yang menjadi tampak benar di mata penonton, maka kita harus tahu diri, jangan melakukannya. Kita mesti mencari orang lain yang ahli di bidangnya, sehingga bisa mengalahkan kesesatan tersebut. Jika tetap nekat melakukan sendiri, berarti turut “berjasa” terhadap perkembangan aliran sesat tersebut. Inilah makna dari ungkapan: wa jaadilhum billati hiya ahsan. Tidak semata wajadilhum (yang penting debat mereka), tapi haruslah perdebatan yang kita gelar berdampak billatyi hiya ahsan (berdampak positif bagi al-haqq). Tentu semua ini menggunakan prediksi manusiawi, karena kita punya akal yang bisa menimbang bagaimana dampak yang akan ditimbulkannya.


Kalimat antum:


Ya Akhi … Dakwah yang benar, ada aksi atau tidak ada aksi pasti akan menemui kesulitan. Apakah antum tidak melihat bagaimana dakwah Rasulullah SAW di Mekah? Apa yang dialami beliau dalam berdakwah kepada Islam?


>> Betul, dakwah yang benar pasti mengalami kesulitan. Tapi sebisa mungkin, jangan sampai kesulitan itu ditimbulkan oleh diri kita sendiri karena kurang cermat dalam bertindak. Kesulitan yang datang dari musuh Islam, itu menjadi menu wajib dakwah. Meski demikian, kita tak boleh dengan sengaja memprovokasi musuh Islam untuk memusuhi kita. Itu namanya mengharap ketemu musuh, seperti dalam jihad ada larangan la tatamannau liqaa al-’aduw. Kalau kesulitan dakwah disebabkan oleh teman sendiri, ini yang kami ingatkan.


Kesan yang kami tangkap dari keseluruhan tulisan antum, bahwa dakwah hanya subordinat jihad. Dalam kehidupan rumah tangga, ibarat sekedar pembantu yang dipandang sebelah mata. Suatu profesi kelas teri. Murahan. Tidak jantan. Kerjaan rendahan. Recehan. Sementara jihad adalah tuan rumah yang gagah, kaya, dan status sosialnya tinggi. Jihad laksana jabatan presiden yang demikian wah, sementara dakwah hanya kerjaan pembantu yang tak patut dibanggakan sama sekali. Jihad harus selalu dilayani bak raja, sementara dakwah disia-sia dan diterlantarkan karena tak memberi kebanggaan apa-apa. Tak perlu dijadikan bahan pertimbangan. SEOLAH SELURUH PERSOALAN SELESAI HANYA DENGAN JIHAD (yang bermakna membunuh tanpa perlu mikir, titik).

Komentar

Tulis Komentar