Wawancara Shamima Begum dan Hal Penting yang Bisa Kita Pelajari Bersama
Otherby nurdhania 26 September 2021 11:30 WIB
Sebagaimana yang saya sering ceritakan, Shamima beserta kedua temannya dan juga beberapa anak muda dari belahan bumi lainnya pernah menjadi inspirasi saya, yaitu keinginan berhijrah ke Suriah.
Saat mereka muncul di berbagai pemberitaan, di tahun 2015, saya kaget dan iri. Salah satu sebabnya, pemahaman saya waktu itu, saya yang usianya lebih tua 1 tahun, tetapi belum juga "berhijrah" seperti mereka.
Mendengar mereka sudah "hijrah" ke Suriah, saya jadi makin semangat untuk bisa pergi seperti mereka. Istilahnya, "peer pressure".
Namun, saat ini berita dari Good Morning Britain yang muncul di timeline Twitter cukup mengagetkan saya. Shamima yang saya lihat dulu, menjadi sangat berbeda. Ia kini melepas kerudung dan memakai tanktop. Saya sampai pangling.
Saya sendiri tidak hendak mengomentari apa yang dia pakai. Itu pilihannya. Tetapi, "Kok bisa-bisanya dia pakai baju seperti itu di kamp pengungsian? berani banget?" Sebab, berdasarkan pengalaman saya, di kamp itu masih banyak perempuan-perempuan ekstrim ISIS. Jangankan membuka kerudung, membuka cadar saja bisa dicemooh mereka. Parah lah pokoknya!
Setelah saya telusuri informasi lainnya, ternyata dia berada di Kamp Al Roj. Kamp yang cukup aman. Di kamp itu punya aturan larangan memakai cadar. Aturan di kamp ini berbeda dengan kamp-kamp lain seperti Al Hol.
Pada wawancara singkatnya bersama Good Morning Britain, Shamima berkali-kali menyatakan permintaan maafnya. Ia juga mengakui bahwa pada saat itu dia tidak tahu kalau Isis adalah kelompok sesat atau kematian (death cult, disebut dalam berita), yang ia tahu pada saat itu adalah komunitas Islam.
Dia mengetahui informasi-informasi tentang "hijrah" ke Suriah juga dari orang yang mengajaknya di internet. Dia merasa sangat menyesal dan meminta maaf atas kesalahan yang ia lakukan saat di usia muda dulu. Menurutnya, masih banyak anak muda yang tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam hidup, mereka masih galau atau bingung sehingga mudah jatuh atau masuk ke dalam hal-hal seperti ini.
Perempuan yang kini berumur 22 tahun ini juga menjelaskan bahwa ia diberitahu kalau hijrah itu adalah suatu kebaikan atau hal yang benar dalam Islam, dan juga diberitahu kalau di Inggris ia tidak bisa berislam dengan baik. Wawancaranya bisa dibaca dan ditonton di sini.
Pengalaman
Saya mencoba membedah sedikit paparan dari Shamima, saya tak hendak membela dirinya, hanya karena punya pengalaman yang sama. Jadi atau tidaknya dia kembali ke Inggris pun masih banyak pro kontra, dan tentu itu adalah wewenang Inggris.
Shamima beberapa kali menyebutkan usia muda dan masih usia 15 tahun. Kalau saya, di usia segitu baru masuk SMA. Merasa galau, merasa hampa, sukanya main internet, sedang semangat belajar hal baru, mulai kritis dengan keadaan sekitar dan masih banyak lagi.
Saya gak mau nakut-nakutin, tapi hanya mengingatkan bahwa hal ini bisa terjadi pada siapa saja. Entah itu anak atau saudara kita terlebih jika tidak punya tameng yang kuat berupa ilmu, keluarga atau orang terdekat yang bisa dijadikan tempat belajar, berbagi cerita,suka duka dan bertanya.
Penyesalan selalu datang terlambat, kalau di awal mah namanya??? Ya,benar pendaftaran. Hehehhe.
Shamima juga sempat menyebutkan bahwa penyesalan ini akan terbawa sampai seumur hidup. Ya, bisa dibilang saya juga begitu. Karena memang terkadang suka sedih sambil menyesali perbuatan bodoh masa remaja dulu.
Penyebaran informasi dan kampanye yang dilakukan organisasi teroris masih banyak di internet. Kita tidak bsa mengontrol internet seluruhnya. Jadi, upaya yang dilakukan harus dari berbagai sisi. Mulai dari penyedia layanan atau platform, tameng untuk diri pribadi, orang sekitar, dan kebijakan pemerintah.
Saya bersyukur, banyak masyarakat Indonesia yang bahu-membahu untuk melakukan kerja-kerja pencegahan kekerasan ektrim. Baik online maupun offline.
Usaha Kecil
Mungkin saya bisa berbagi cerita sedikit berupa upaya kecil yang saya lakukan ke orang terdekat saya. Tentu saja ini masih jauh dari sempurna karena diri saya pribadi juga masih belajar.
Saya coba aplikasikan hal ini ke adik saya, yang pas banget umurnya sekarang di kisaran 16 atau 17 tahun. Saya melihat dirinya tertarik belajar banyak hal dan tentu ini sesuatu yang bagus dan baik. Dia mulai menanyakan, mengkritisi hal-hal yang tidak baik atau tidak adil yang ia lihat lewat online maupun offline.
Kadang ia suka bertanya pada saya. Dan itulah yang saya harapkan. Saya, kakak, dan atau orangtua saya berharap kami bisa jadi orang pertama yang ia tanyakan ketika dia bingung atau galau.
Ketika kami tidak mendapatkan jawabannya, kami coba mencarinya bersama atau kami coba baca dulu baru kami sampaikan padanya.
Di sisi lain, saya ada kekhawatiran kalau adik saya “terbengkalai” karena saya mulai sibuk kerja. Saya tidak mau apa yang pernah saya alami terjadi padanya.
Usaha lainnya, saya coba ajak ngobrol atau nonton hal remeh temeh sampai serius sebelum tidur. Biar setidaknya ada waktu untuk ngobrol. Tapi, hal ini sering tidak terlaksana. Tentu saja tak lupa untuk bersama-sama bertanya dengan orang yang punya ilmu atau lebih paham.
Pencegahan ektremisme kekerasan tidaklah hanya dari 1 individu. Tapi haruslah Bersama-sama. Mulai dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan juga keluarga. Tidak perlu besar, tapi proses kecil dari yang dekat dulu.
Allahua'lam
Komentar