Narapidana Kasus Narkoba vs Narapidana Kasus Terorisme (2-End)

Other

by Arif Budi Setyawan

Dari sisi ekonomi, "pekerjaan" bisnis narkoba memang sangat menggiurkan. Untuk bisa mulai menjualkan sabu, seseorang tidak harus punya uang untuk kulakan dulu. Cukup berbekal rekomendasi kawan yang sudah jadi pemain, ia sudah bisa membawa paket yang bisa ia pasarkan. Apalagi jika ia bisa mendapatkan konsumen baru, bonus akan mengalir. Laku semua baru setor. Kalau tidak setor pasti akan ada tim penagih yang bisa lebih sadis dari debt collector.


Sampai di sini, bisnis sabu sudah bisa menghasilkan beberapa multiple effect dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat. Mari kita sebutkan beberapa di antaranya.


Para pengedar tanpa modal itu akan semangat mencari konsumen baru untuk menaikkan omzet. Dalam mendapatkan konsumen baru, mereka tak segan-segan akan memberikan paket sampel untuk dicoba gratis. Mengapa sampai berani kasih sampel gratis padahal harganya mahal? Karena potensi orang untuk kecanduan setelah memakai itu sangat besar.


Bertambahnya konsumen berarti bertambahnya perputaran uang di dunia narkoba. Bertambahnya perputaran uang berarti semakin banyak pemain narkoba yang hidupnya ‘makmur’. Hidup mereka yang makmur itu bisa menjadi pull factor bagi para pengangguran bodoh dan orang-orang yang terhimpit persoalan ekonomi. Banyaknya pengedar baru akan menghasilkan konsumen-konsumen baru. Begitu seterusnya.


Di sisi lain, bisnis narkoba ini juga menghasilkan risiko-risiko sebagaimana lazimnya terjadi pada semua jenis bisnis. Khusus pada bisnis narkoba ini selain resiko tertangkap aparat keamanan, ada resiko lain yang sering terjadi, yaitu uang hasil penjualan yang dibawa kabur partner kerja.


Di sinilah kemudian memicu premanisme semakin meningkat. Mulai dari debt collector sampai pembunuh bayaran untuk mengatasi resiko ini.


Di sisi yang lain lagi, bisnis narkoba juga bisa membuat beberapa oknum polisi tergoda untuk bertindak "nakal" memanfaatkan maraknya pelaku kasus narkoba yang semakin hari semakin banyak untuk mendapatkan keuntungan pribadi.


Saya mendapati beberapa cerita dari beberapa pengedar dan bandar, bahwa mereka beberapa kali bisa lolos dari jerat hukum meski sempat tertangkap. Mereka negosiasi angka yang harus dibayar agar bisa dilepaskan di dalam mobil. Setelah deal dan dapat uangnya mereka beneran dilepas tapi barang bukti tetap diambil oleh oknum tersebut.


Angkanya cukup fantastis juga. Dari yang puluhan juta sampai yang ratusan juta. Tergantung jumlah barang bukti. Makin banyak maka akan semakin besar angkanya. Yang bisa melakukan hal ini tentu saja bukan pengedar kelas teri atau pemula. Pasti yang sudah berpengalaman dan banyak duit.


Modus lain yang biasa dimainkan oleh oknum polisi adalah mengubah pasal dan BAP. Seorang bandar bisa saja kena pasal pemakai jika bisa membayar sejumlah uang pada penyidik mereka. Dan ini juga banyak terjadi.


Di tingkat kejaksaan dan kehakiman pun ada praktek upaya meringankan hukuman ini. Jadi misalnya ketika proses penyidikan mereka belum punya uang, mereka bisa memainkan ketika berada di kejaksaan atau hakim. Dan sedihnya selalu ada oknum jaksa atau hakim yang nakal.


Jadi kira-kira inilah beberapa multiple effect dari bisnis narkoba :





  1. Semakin hari pengguna dan pemain bisnis narkoba semakin meningkat.




  2. Semakin banyak pemain bisnis narkoba, semakin banyak resiko uang yang macet karena dibawa lari partner kerja, maka semakin tinggi pula permintaan jasa preman untuk membereskannya.




  3. Adanya praktik-praktik nakal oknum untuk merekayasa kasus di lingkungan aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, sampai hakim yang menangani kasus narkoba.




Jadi, benarlah kata kawan-kawan saya para napi kasus narkoba itu, bahwa narkoba itu benar-benar merusak. Dari ekonomi, kriminalitas, sampai penegakan hukum. Semuanya bisa rusak karena narkoba.


Lalu mengapa perhatian pemerintah lebih besar kepada para napi kasus terorisme daripada napi kasus narkoba? Padahal efeknya bisa sampai merusak praktek penegakan hukum?


Mungkin jawaban dari salah satu pejabat Lapas ini sudah cukup mewakili:


“Karena tindakan napi kasus narkoba itu tidak ada yang berdasarkan ajaran dari sebuah ideologi. Semuanya hanya karena motif ekonomi”


ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar