Oleh: Noor Huda Ismail
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini mengingatkan kita tentang ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme dalam sebuah kuliah kebangsaan di UNISA Yogyakarta. Pernyataannya mencerminkan masalah yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Intoleransi, radikalisme, dan terorisme telah menjadi masalah global yang menyebar melalui doktrin-doktrin ekstrem yang seringkali menumpang di agama tertentu.
Namun, yang perlu dicatat adalah bahwa masalah ini bukanlah hal yang baru. Ada "nexus" atau “kaitan” yang semakin kuat antara terorisme dan narkotika. Fenomena ini dikenal sebagai "Narkoterorisme," yang telah menjadi masalah yang semakin berbahaya di seluruh dunia. Kelompok teroris tampaknya telah menemukan cara baru untuk mendanai aktivitas mereka, dan salah satu jalur yang mereka pilih adalah melalui perdagangan narkoba yang menguntungkan.
Misalnya, di Afghanistan, saat Taliban mengambil alih kekuasaan, mereka mengendalikan sejumlah besar produksi opium dunia. Sebagian besar pendanaan kelompok teroris seperti Taliban berasal dari perdagangan narkoba ilegal ini. Mereka menggunakan dana ini untuk mendanai operasi mereka, membeli senjata, dan merekrut anggota baru. Fenomena ini membuktikan betapa eratnya hubungan antara perdagangan narkoba dan terorisme, yang dapat merongrong stabilitas dan keamanan sebuah negara.
Di Indonesia, kita juga melihat dampak dari narkoterorisme. Beberapa kelompok teroris telah terlibat dalam peredaran narkoba untuk mendanai aktivitas terorisme mereka. Ini adalah contoh nyata bagaimana narkoterorisme telah menjadi ancaman yang nyata bagi negara kita sendiri.
Dalam konteks ini, Lembaga PBB seperti United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) telah berperan penting dalam mengatasi narkoterorisme. Mereka aktif bekerja sama dengan negara-negara anggota untuk melacak dan memberantas jaringan narkoterorisme yang semakin kompleks.
Salah satu contoh kerja nyata UNODC di Indonesia adalah program pemberantasan narkoba di penjara-penjara. Mereka telah memberikan pelatihan kepada petugas penjara dan pemberdayaan narapidana untuk membantu mereka menjauh dari narkoba. Ini adalah langkah penting dalam memutus rantai antara narkoba dan terorisme, karena narapidana yang terlibat dalam perdagangan narkoba juga rentan terhadap perekrutan oleh kelompok teroris.
Namun, yang tidak boleh kita lupakan adalah peran penting keluarga dalam upaya pencegahan ini. Di dalam keluargalah nilai-nilai kebaikan, toleransi, dan kasih sayang diajarkan dan ditanamkan. Keluarga adalah tempat pertama di mana kita belajar mengenai toleransi, saling menghormati, dan memahami perbedaan.
Dalam Al Qur’an ditekannya pentinya “menjaga diri dan keluarga dari api neraka” (At Tahrim 6). Pesan ini menggarisbawahi pentingnya peran keluarga dalam memberikan contoh dan dukungan kepada anggota keluarga yang mungkin terpapar oleh paham intoleransi atau terorisme.
Kita perlu waspada terhadap ancaman ini, bukan hanya dari sudut pandang keamanan, tetapi juga dalam hal pendekatan rehabilitasi dan pencegahan. Paham intoleransi dan radikalisme dapat merasuki siapa saja, termasuk teman-teman atau keluarga kita sendiri. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menjadi mata dan telinga yang waspada terhadap perubahan perilaku di sekitar kita. Kita harus merasa bertanggung jawab untuk membantu dan mendukung mereka yang mungkin terpapar oleh paham ini.
Tantangan yang dihadapi oleh kepolisian dan lembaga penegak hukum lainnya semakin kompleks. Jaringan narkoba yang berkolaborasi dengan kelompok teroris mengharuskan pemerintah untuk mempertimbangkan strategi baru dalam mengatasi ancaman ini.
Dalam menghadapi perubahan dunia yang semakin dinamis, kita semua harus bekerja sama untuk menjaga keamanan, stabilitas, dan kedamaian. Ini adalah tugas bersama yang memerlukan koordinasi antarnegara dan peran aktif dari seluruh masyarakat. Dengan demikian, kita dapat mengatasi "nexus" dan “perpaduan” antara terorisme dan narkotika, yang bukan lagi hal baru, tetapi telah menjadi realitas yang perlu dihadapi dengan serius.
Komentar