Hak Returnis Dan Deportan WNI Eks ISIS Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

Analisa

by Arif Budi Setyawan Editor by Arif Budi Setyawan

Hak dan kewajiban dari seseorang akan tetap melekat pada dirinya di manapun dia berada, selama negara mengakui kewarganegaraannya. Keikutsertaan WNI dalam organisasi teroris asing tetap memberinya hak warga negara Indonesia yang salah satunya harus dilindungi undang-undang, sekalipun ia melakukan tindakan teroris.

Dasar hukum dari perlindungan terhadap WNI tersebar di berbagai aturan serta undang-undang, salah satunya adalah UU Kewarganegaraan. Dalam UU Kewarganegaraan di dalamnya menganut aliran seperti asas perlindungan maksimal. Asas perlindungan maksimal ini bersifat melindungi atau memberikan perlindungan terhadap masyarakat kepada seluruh WNI dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri.

Subjek hukum Internasional merupakan sebuah negara, yang memiliki sebuah keunggulan atau pun keistimewaan berupa sebuah kedaulatan. Sedangkan negara yang berdaulat sendiri tidak hanya menikmati sebuah kedaulatannya sendiri, tetapi kedaulatan yang diberikan untuk rakyatnya.

Negara juga bertanggungjawab atas rakyatnya dan menjamin untuk perlindungan bagi seluruh rakyatnya ataupun warganya tanpa terkecuali. Selagi negara masih mengakui kewarganegaraan dari warga negaranya, maka di mana pun berada warga negara yang masih diakui kewarganegaraannya maka melekat juga untuk hak serta kewajiban sebagai warga negara.(Tempo.co)

Negara menjadi suatu organisasi kekuasaan atau integritas dari sebuah kekuasaan politik. Negara merupakan sebuah alat atau dikenal sebagai agency dari masyarakat untuk mengatur sebuah hubungan manusia ke dalam sebuah masyarakat.

Negara sebagai sebuah alat atau agency bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan serta menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Karena itu negara juga harus turut serta menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat.

Negara sebagai subyek utama hukum internasional memiliki kewajiban dan tanggung jawab serta peran dalam memberikan keamanan untuk hak asasi manusia, yaitu:

a) Negara wajib untuk bertanggungjawab serta menghormati hak asasi warga negaranya dengan tidak menghambat kebutuhan dasarnya;

b) Negara wajib melindungi warga negaranya dan bertanggungjawab menjamin kepastian hak mendasar warga negaranya;

c) Negara berkewajiban dan bertanggungjawab memenuhi serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan hak asasi warganya.

Indonesia merupakan sebuah negara hukum yang berarti bahwa sebuah negara hukum merupakan negara yang memberikan jaminan dan perlindungan terhadap seluruh warga negaranya. Dan perlindungan yang dilakukan sebuah negara merupakan sebuah perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi seluruh warganya.

Berkenaan dengan hal tersebut, muncul permasalahan berkaitan dengan returnis dan deportan yang secara jelas terlibat dalam organisasi teroris internasional (ISIS). Untuk returnis dan deportan, maupun returnis kombatan dan non kombatan, apakah negara masih memberi perlindungan terhadap returnis dan deportan eks ISIS ini. Dalam hal ini, peran negara melalui pemerintah sangat ditunggu- tunggu dalam menjamin HAM warga negaranya.

Di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan terkandung asas perlindungan maksimum, yaitu bahwa pemerintah haruslah memberi perlindungan untuk setiap WNI di mana pun mereka berada karena mereka masih mempunyai status kewarganegaraan sebagai WNI.

Jika melihat adanya asas perlindungan maksimum untuk para returnis dan deportan WNI eks ISIS, maka mereka berhak mendapatkan perlindungan oleh negaranya. Jika didasarkan pada UU tersebut, maka seorang WNI yang terlibat aksi teroris masih berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara.

Perlu diketahui untuk WNI yang telah bergaung dengan ISIS belum tentu memiliki tujuan dan motivasi yang sama . Ada yang ikut bergabung dengan ISIS dengan ajakan orang tua serta ada pula yang tergabung dengan ISIS karena berbagai motivasi lainnya.

Beberapa motivasi yang mendorong mereka masuk ke wilayah konflik dan bergabung dengan ISIS itu antara lain:

a) Banyak dari WNI yang memutuskan bergabung meyakini bahwa presiden Suriah Bashar al-Assad yang didukung Syiah melakukan penindasan terhadap kelompok Sunni;

b) Adanya anggapan bahwa ISIS merupakan kelompok yang secara konsisten menegakkan aturan Islam;

c) Adanya pemikiran dan anggapan bahwa siapa pun yang bergabung dengan ISIS akan mendapatkan kehidupan yang sejahtera;

d) Adanya ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan kerinduan akan naungan khilafah;

e) Adanya keyakinan bahwa Suriah merupakan salah satu lokasi perang akhir zaman (malhamah kubra)

Selain motif-motif yang beragam tersebut, terdapat WNI yang pada dasarnya hanya menjadi simpatisan atau korban penipuan dari propaganda ISIS. Contohnya adalah returnis non kombatan seperti rombongan keluarga Febri Ramdhani (credible voices Ruangobrol).

Dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) Pasal 6 menyatakan: “Setiap individu mempunyai hak diakui sebagai manusia di mata hukum di manapun dia berada.” Selain itu juga pada Pasal 9 menyatakan: “untuk seseorang tidak boleh ditangkap serta ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang”.

Berdasarkan ketentuan di dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) tersebut, maka setiap orang, baik itu warga negara ataupun orang asing harus sama kedudukannya dalam hak dan kewajibannya, akan tetapi dalam hal-hal tertentu orang asing dibatasi hak dan kewajibannya. Atas dasar ketentuan tersebut, WNI yang sedang berada di teritorial negara lain wajib diberikan perlindungan secara internasional.

Imbas dari kekalahan ISIS di Suriah dan Irak, salah satunya adalah banyaknya deportan dan returnis yang akan pulang kembali ke Indonesia. Adapula dari mereka yang ditangkap oleh pemerintah Turki. Mereka ditangkap oleh otoritas Turki lalu mereka dikembalikan ke Indonesia.

Jika pemerintah Indonesia menolak WNI eks ISIS, maka dapat mengakibatkan seseorang tersebut menjadi stateless (tidak memiliki kewarganegaraan). Pemulangan WNI eks ISIS dari luar negeri merupakan bentuk perlindungan dan kepentingan nasional, karena dalam undang-undang kewarganegaraan Indonesia tidak mengenal istilah stateless.

Pasal 21 UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri juga menyatakan: "Jika rakyat Indonesia benar-benar dalam bahaya, perwakilan Indonesia berkewajiban untuk melindungi mereka di tempat yang aman, mendukung mereka, memulihkan mereka, dan berusaha mengembalikan mereka ke Indonesia atas biaya pemerintah."

Berkenaan dengan hal tersebut, kembalinya WNI eks ISIS ke tanah air merupakan kewajiban dan tanggungjawab negara untuk secara konsisten memberikan perlindungan hukum terhadap warga negaranya. Oleh sebab itu, negara sebagai pemegang kewajiban dan tanggungjawab harus memberikan penanganan yang segera dan serius bagi returnis dan deportan yang terlibat dalam organisasi teroris internasional baik itu ISIS atau organisasi serupa lainnya.

(Diolah dari berbagai sumber)

Komentar

Tulis Komentar