Urgensi Pembinaan dan Kontrol Terhadap Lembaga Dakwah dan Sosial Terafiliasi JI

Other

by Arif Budi Setyawan

[caption id="attachment_8868" align="alignnone" width="768"]Jamaah Islamiyah Muslim rebel : sumber https://www.hoover.org/research/notes-methodology-study-jihad[/caption]

Bila bicara tentang rehabilitasi dan pembinaan kelompok teror, maka sampai hari ini masalah ideologi masih dianggap sebagai inti persoalan. Paling tidak dari tinjauan keamanan, persoalan ideologi akan menjadi persoalan terakhir yang akan hilang dari potensi ancaman yang diwaspadai. Namun sayangnya, mengukur perubahan ideologi itu merupakan hal yang paling tidak bisa dilakukan jika menggunakan pendekatan keamanan.


Kami para aktivis di lapangan tentu memiliki pandangan yang tersendiri dalam hal mengubah haluan ideologi seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan pengalaman kami, ada tiga tahapan proses dalam mengubah haluan ideologi seseorang yang pernah terpapar paham radikal-ekstrem, yaitu apa yang biasa kami sebut dengan 3H ("Heart","Hand", dan "Head").


"Heart" adalah proses memenangkan hati, mendapatkan kepercayaaan, dan terjalinnya ikatan.


"Hand" adalah memberikan bekal agar bisa mandiri dan meninggalkan kelompok lamanya. Bekal ini lebih banyak berupa relasi sosial baru yang kami perkenalkan, dan rekomendasi bagi para stakeholder penanganan napiter/mantan napiter/mantan anggota kelompok teror.


"Head" adalah perubahan mindset lama, dari radikal-ekstrem ke moderat setelah mendapatkan relasi sosial baru.


Pada konteks pembinaan eks anggota JI Lampung, proses yang telah dicapai dengan sangat baik adalah proses di sisi "Heart". Proses yang diawali oleh upaya-upaya yang tim Idensos Densus Satgaswil Lampung itu kemudian semakin menguat dengan kehadiran kami (KPP) ke Lampung.


Dari hasil kajian kami, proses yang harus kami bantu untuk memulainya dan akan terus mengawalnya adalah proses "Hand" dan seterusnya yang kami mulai sejak Februari 2023. Proses "Heart" kami anggap sudah selesai di akhir tahun 2022, seiring berakhirnya program awal KPP di Lampung.


Proses "Hand" pada para eks anggota JI ini sangat berbeda dengan proses "Hand" pada anggota kelompok teror lainnya. Perbedaan terbesar adalah para anggota JI itu sangat membaur dan aktif berkarya di masyarakat. Sehingga relasi sosial mereka sebenarnya sudah cukup luas. Selain itu JI juga mengelola banyak lembaga pendidikan dan lembaga sosial di masyarakat.


Meskipun relasi sosial publik mereka cukup luas, namun mereka tetap memiliki relasi sosial yang bersifat khusus di antara sesama anggota JI. Nah, di sinilah letak perbedaan atau keunikan tahapan "Hand" para mantan anggota JI. Mereka butuh bentuk relasi sosial baru selain yang telah ada (relasi sosial publik dan khusus).


Bentuk relasi sosial baru ini sangat dipengaruhi oleh kultur dalam gerakan JI, yaitu budaya hidup berjamaah atau selalu bergerak secara kolektif. Artinya, dalam membentuk relasi sosial baru, mereka juga harus melakukannya secara kolektif. Inilah yang kemudian menjadi fokus pemikiran kami.


Setelah melakukan pendampingan di lapangan selama dua pekan pada akhir Februari hingga awal Maret 2023, saya menemukan arah proses "Hand" yang perlu dilakukan secara kolektif. Saya menemukan ada dua bentuk kebutuhan utama para mantan anggota JI setelah islah, yaitu identitas kelompok yang baru dan bagaimana membuktikan kepada negara dan masyarakat akan perubahan yang telah mereka lakukan.


Kebutuhan akan identitas kelompok yang baru bisa didapatkan dengan menggabungkan diri ke ormas Muhammadiyah ataupun NU. Sedangkan pembuktian kepada negara dan masyarakat memerlukan bantuan dan peran aktif beberapa pihak di luar kelompok mereka.


Pada rangkaian kegiatan pendampingan yang saya lakukan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2023, saya fokus untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai bentuk pembuktian yang paling memungkinkan untuk segera dilakukan, dan pihak-pihak mana saja yang harus dilibatkan.


Dalam perkembangan terakhir hingga di bulan Agustus, ternyata tidak semua atau belum semua mantan anggota JI memilih bergabung dengan Muhammadiyah atau NU sebagai identitas kelompok yang baru. Ada sebagian yang tetap memilih identitas kelompok sebagai aktivis dakwah dan sosial di lembaga yang mereka kelola.


Bagi yang memutuskan bergabung dengan Muhammadiyah atau NU proses pembuktiannya lebih mudah. Cukup dengan mengikuti arahan dan bimbingan dari ormas tersebut. Evaluasi dan kontrolnya pun relatif lebih mudah melalui mekanisme internal ormas yang bersangkutan.


Tapi bagaimana pembuktian bagi yang memilih identitas kelompok sebagai aktivis dakwah dan sosial di lembaga yang mereka kelola? Orang-orang yang memilih hal ini biasanya adalah yang sudah merasa nyaman dengan aktivitasnya dan tidak ada masalah yang berarti setelah melakukan islah.


Akhirnya kami menemukan titik temu antara bagaimana bentuk pembuktian dan pihak mana saja yang harus dilibatkan bagi yang memilih identitas sebagai aktivis dakwah dan sosial. Dari sisi internal harus semakin terbuka dan semakin transparan dalam aktivitas dakwah dan sosialnya. Dari sisi eksternal butuh kehadiran lembaga negara yang berwenang dan dibantu oleh ormas NU/Muhammadiyah dalam mengontrol dan membimbing gerakan mereka.


Lembaga negara yang diperlukan untuk melakukan kontrol dan pembinaan terhadap lembaga-lembaga dakwah dan sosial terafiliasi JI adalah Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung. Kedua lembaga ini di lapangan akan dibantu oleh unsur-unsur dari ormas NU dan Muhammadiyah.


Kementerian Agama punya wewenang untuk melakukan kontrol dan pembinaan secara administratif pada lembaga-lembaga tersebut. Kemenag juga memiliki fungsi kontrol kualitatif atas semua bentuk kegiatan lembaga-lembaga tersebut di masyarakat melalui penyuluh agama yang tersebar hingga di tingkat kecamatan.


Sedangkan MUI memiliki tugas membantu pemerintah dalam melakukan hal-hal yang menyangkut kemaslahatan umat Islam, dan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seorang muslim dengan lingkungannya. Artinya, pembinaan para mantan anggota JI yang menjadi aktivis dakwah dan sosial di masyarakat agar mereka berjalan sesuai kepentingan bangsa termasuk dalam tugas MUI.


Maka pada kegiatan terakhir saya di bulan Agustus dan September, saya fokus untuk menyampaikan urgensi keterlibatan kedua lembaga negara ini dalam pembinaan para mantan anggota JI. Dan alhamdulillah sudah tersampaikan semuanya, dan mendapat tanggapan yang sangat antusias. Minimal kami semua telah sama-sama berkomitmen untuk memperkuat sinergitas dan meningkatkan kerja sama.

Komentar

Tulis Komentar