Udara dingin setelah hujan sore tadi mengerakkan saya untuk menyeduh segelas kopi hitam sebagai teman memainkan tombol keyboard laptop malam ini. Saya menambahkan irisan daun pandan, 3 butir cengkeh, 2 ruas jari jahe yang dimemarkan, dan 5 cm kayu manis ke dalam air rebusan untuk menambah sensasi aroma dan rasa yang unik.
Ngomong-ngomong soal ngopi, sebenarnya saya baru mulai suka ngopi itu ketika di penjara, terutama ketika sudah berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Ketika di Lapas itulah saya mengalami bagaimana segelas kopi bisa menghasilkan banyak cerita dan bagaimana segelas kopi bisa menyatukan antara saya dengan orang-orang di sekitar saya. Mulai dari sesama napi, sampai para sipir penjara, semuanya jadi akrab karena segelas kopi.
Seiring perjalanan waktu, saya semakin akrab dengan minuman bernama kopi dan menjadikannya menu wajib dalam pergaulan di Lapas. Sudah puluhan orang yang jadi akrab gara-gara sering ngopi bareng. Sudah ratusan cerita yang saya dapat dari kegiatan ngopi bareng itu, di mana beberapa di antarnya menginspirasi beberapa episode dalam novel saya.
Bahkan dalam novel itu si tokoh utama saya gambarkan sebagai seorang penggemar kopi dan kuliner nusantara, di mana ia sangat terkesan dengan “Kopi Rarobang” Ambon yang selalu mengingatkannya dengan anak gadis tuan rumah yang memperkenalkannya pada “Kopi Rarobang” pertama kalinya.
(Bagi yang ingin membaca novel itu, bagian pertama bisa klik di sini. Dan bagian keduanya di sini)
Resiliensi Yang Berawal Dari Segelas Kopi
Bila dirunut ke belakang, apa yang paling mempengaruhi sikap dan tindakan saya pada hari ini adalah hasil dari “kuliah” di penjara. Penjara adalah tempat di mana saya belajar banyak tentang kesabaran, keikhlasan, tawadhu, solidaritas, kemanusiaan, dan berbagai hikmah lainnya. Tempat yang mengubah saya dari orang 'eksakta' menjadi orang 'sosial'. Tempat di mana saya belajar menciptakan kebahagiaan dengan cara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Dan dalam proses itu, segelas kopi selalu menemani hari-hari saya berpetualang menemukan hikmah dari orang-orang di sekitar saya. Biar dikata mereka adalah “sampah masyarakat”, tapi saya bisa mendapatkan banyak pelajaran dari mereka. Tentu saja pelajaran yang positif, bukan yang negatif. Karena banyak juga yang justru mendapatkan pelajaran negatif ketika dipenjara.
Sejak masih berada di dalam penjara, saya telah memutuskan ketika bebas nanti saya akan berjuang bersama masyarakat. Menjadi bagian dari solusi di masyarakat, karena itulah sesungguhnya tujuan perjuangan yang benar. Bukan berjuang yang menimbulkan masalah baru di masyarakat.
Di penjara, saya mendapati betapa banyak persoalan yang dihadapi masyarakat kita dari curhatan para “sampah masyarakat”. Kebanyakan mereka terpaksa memilih jadi penjahat karena keadaan. Artinya banyak masalah di tengah masyarakat yang harus diselesaikan bersama-sama.
Saya lalu ingin seperti Po di Kungfu Panda 3, yang berhasil mendorong masyarakat menyelesaikan persoalan mereka dengan memaksimalkan kemampuan masing-masing. Po hanya membangun kesadaran adanya musuh yang perlu dilawan bersama-sama. Jika hanya mengandalkan dirinya meskipun jago kungfu, tidak akan bisa. Ia lalu melatih masyarakat di kampung Panda sesuai keahliannya masing-masing dan mengatur strategi.
Demikian pula persoalan di masyarakat yang akan semakin berlarut-larut bila hanya mengandalkan peran pemerintah.
Maka sejatinya itulah yang saya lakukan saat ini. Setidaknya saat ini saya ingin melibatkan masyarakat dalam penanganan isu radikalisme-terorisme. Untuk itu saya harus terlibat dalam memberikan pencerahan dan membangun kesadaran masyarakat.
Sekarang orang melihat saya banyak menulis, dan terjun ke lapangan melakukan berbagai program, itu semua karena demi mewujudkan cita-cita saya, yaitu ingin melibatkan masyarakat menyelesaikan persoalan mereka. Maka ketika saya bertemu teman-teman di Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) yang sepakat melakukan program-program ground-up (dari bawah ke atas), saya seperti menemukan rumah yang nyaman. Karena itulah panggilan hati saya. Membersamai masyarakat berjuang di tingkat bawah dan menyuarakannya ke dunia luas. Adapun bila bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah terkait permasalahan ini, itu bonus dari Tuhan.[]
Ilustrasi: By AI (Canva.com)
Komentar