Catatan dari Masa Lalu : Dialog Antara Kubu Jihad dan Kubu Dakwah (5)

Other

by Arif Budi Setyawan

Komentar ini ditanggapi oleh kubu Dakwah dengan nama al-Uyairi sebagai berikut:


Untuk akhi Jon, saya mencoba menganalisa pernyataan antum yang terakhir sekaligus menanggapi :





  1. Antum menyimpulkan Indonesia darul harb (negeri yang boleh diperangi), ya bisa juga dikatakan begitu, karena hukum asal negara yang tidak berlandas syari’at adalah negara kafir/harb, hanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan ada penamaan lain untuk menjelaskan negara yang dihuni mayoritas muslim tetapi tidak berlandas syari’at yaitu darul maridh (negeri yang sakit), seperti Baghdad pada masa beliau yang dikuasai Tartar. Indonesia juga cocok dengan definisi ini. Ketika negara statusnya maridh maka tidak bisa hantam kromo perlu penelitian ulang dan evaluasi metode teknis sangat diperlukan karena jelas banyak orang muslim di situ.






  1. Penjelasan antum agak rancu pada point/kasus menyikapi bahwa amaliyah yang dilakukan ikhwah-ikhwah itu berlandaskan pada jihad global atau lokal. Memang benar data-data antum tapi kalau kita mau menyikapi ini perlu jelas dulu alasan amaliyyah, jika alasannya kedua-duanya, maka ini akan berbenturan satu sama lain. Misalnya melakukan aksinya karena alasan lokal tentu tidak menghantam pribumi yang tidak tahu menahu kasus Poso dan Ambon, terlebih mereka muslim yang – husnuzhon saya – mereka pasti tidak setuju dengan pembantaian Ambon dan Poso. Kalau Lampung sebaiknya mengejar orang yang paling bertanggung jawab dari institusi yang terlibat, itu baru namanya hati-hati dan terukur. Faktanya target adalah orang asing sementara orang/institusi yang bertanggung jawab terhadap kasus Ambon, Poso, Lampung malah menjadi punya senjata baru untu menghantam mujahidin. Kalau isu global maka jelas targetnya orang asing yang negaranya dianggap terlibat pembantaian ummat Islam di Palestina, Iraq, Afghan, dll ini sudah tepat tapi faktanya masih ada korban yang harusnya tidak perlu. Dan satu hal yang perlu antum ingat memperluas wilayah konflik dengan infijar di sini dalam rangka andil melawan musuh global adalah sebuah ijtihad, tentunya sebuah ijtihad harus diuji dengan timbangan mashlahat dan mudhorot ya akhi…




  2. Kalau antum mau dalil dalam masalah ini, bukan disini tempatnya. Lagipula masalah dalil sudah lewat dan kita sepakat bahwa jihad wajib dalam membela ummat ini, kemudian masalah landasan ijtihad melakukan amaliyah di sini pun kita sudah paham dan tidak perlu diperdebatkan karena masih dalam bingkai pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, hanya lagi-lagi itu adalah sebuah ijtihad yang mana pertimbangan manfaat dan mudhorot menjadi penting.




  3. Antum mengatakan banyak pemuda-pemuda yang mau syahid, benarlah apa yang dikatakan Pak Da’i bahwa jihadnya seakan hanya mengejar mati, bukan menang, sementara kemenangan Islam tidak dipertimbangkan sehingga jihad menjadi tujuan bukan sarana iqomatuddin. Ingat firman Alloh “Dan perangilah mereka semua sampai tidak ada fitnah (kekufuran), dan agama semata-mata hanya bagi Alloh”. Jadi jihad tujuannya iqomatuddin, bukan semata-mata terobsesi untu mati syahid, akhirnya jadi slogan “yang penting/pokoknya saya syahid, masalah menang atau kalah, itu urusan lain, pokoknya saya mati syahid masalah ikhwah-ikhwah yang belum ya itu urusan mereka, pokoknya bisa memeluk bidadari dan pokoknya-pokoknya yang lain”, bukankah itu sebuah “egoisme” ????




  4. Ketika membaca pernyataan [Prihatin dengan merebaknya semangat jihad di kalangan muda tapi mengabaikan pertimbangan hikmah sehingga madharatnya lebih menonjol dibanding manfaatnya.] dikatakan polemik atau bahkan penggembosan jihad maka berarti yang bersangkutan belum meresapi hukum-hukum jihad, apakah mundur dari medan tempur selalu haram ??? Lihat QS. Al Anfal :16, dalam pertempuran saja seseorang boleh mundur untuk berstrategi yang mana pada posisi itu memang jelas wajibnya bertempur (bertempurnya bukan berlandaskan ijtihad semata tapi dalil nash), lalu apakah salah jika amaliyah yang didasari sebuah ijtihad semata kemudian distop/direvisi sementara karena pertimbangan kondisi ????




  5. Masalah kesulitan da’wah, benar da’wah yang haq pasti ada kesulitan, dalam hal ini antum bicara keluar konteks, kita sedang bahas apabila ada infijar (peledakan) kemudian efeknya terhadap da’wah, bukan da’wah secara umum, tentunya jika antum mengakui bahwa da’wah yang haq memang sudah sulit, maka jangan diperkeruh dengan PR yang lebih rumit yaitu membahas infijar yang butuh penjelasan panjang dan itupun belum tentu diterima. Coba renungkan da’wah ke masyarakat menjelaskan bahaya syirik misalnya dengan dalil-dalil nash bukan ijtihad saja masih sulit diterima, apalagi masalah ijtihad yang rumit ??? ini fakta waqi’ (realitas) ya akhi. Ingat dalam bertindak/ menghukumi sebuah kondisi kita perlu fiqh dalil dan fiqh waqi’. Dalam hal ini saya menilai antum masih asyik dengan logika sendiri.




Terakhir, saya juga tidak bermaksud berpolemik, hanya intinya tidak perlu ada yang dirisaukan dari kalimat [Prihatin dengan merebaknya semangat jihad di kalangan muda tapi mengabaikan pertimbangan hikmah sehingga madharatnya lebih menonjol dibanding manfaatnya.]. Mari kita dewasa dalam menyikapi realitas, mari kita sadari bahwa masalah ijtihadiy tidak bisa diseragamkan, dan jangan hanya memandang dengan mata cacing (hanya dapat melihat suatu masalah dari pandangan amat sempit dan biasanya berhubungan dengan teknis tanpa mempertimbangan dampak luas) cobalah diimbangi dengan melihat menggunakan mata elang (yang melihat dengan sudut pandang luas dan biasanya digunakan oleh menilai dampaknya secara luas). Keep the spirit for IQOMATUDDIN


Komentar oleh al Uyairi — Februari 25, 2010 @ 1:57 pm

Komentar

Tulis Komentar