Mengapa Para Pendukung ISIS di Indonesia Masih Gencar Melakukan Serangan?

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Banyak yang bertanya-tanya, mengapa para pendukung ISIS di Indonesia masih gencar melakukan serangan padahal ISIS telah kalah telak di Syiria dan Irak?


Jika mengacu pada push dan pull factor, maka push factor-nya adalah adanya keinginan untuk terus melakukan serangan teror guna menunjukkan eksistensi kelompok mereka (ISIS) yang telah kalah telak di Syiria dan Irak.


Mereka boleh kehilangan wilayah, tetapi tidak boleh kehilangan prinsip ideologi yang telah menjadi brand kelompok mereka, yaitu memerangi semua pihak yang dianggap musuh mereka. Jika tidak ada lagi serangan, maka itu akan mematikan brand kelompok mereka. Dan itu adalah sebuah kehinaan bagi mereka.


Sedangkan pull factor-nya adalah adanya gejolak di masyarakat Indonesia yang sebagiannya mulai membenci kebijakan rezim penguasa. Sehingga jika mereka melakukan sebuah amaliyah, akan semakin mudah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat kita. Dan bukan tidak mungkin justru ada sebagian masyarakat yang ikut senang karena aksi mereka.


Kelompok pelaku aksi-aksi itu sangat senang dengan kegaduhan di tengah masyarakat yang menyebabkan masyarakat semakin membenci negara yang memang menjadi musuh mereka. Yang artinya negara terlihat semakin lemah. Dan inilah sebenarnya target mereka.


Ingat, mereka ini sedang melakukan perang gerilya atau asimetris warfare. Yaitu pihak yang lemah melawan pihak yang kuat. Dalam perang gerilya, target kelompok yang lemah bukanlah mengalahkan yang kuat. Tetapi menimbulkan kerugian yang sebesar-besarnya di pihak yang kuat dengan aksi yang seminimal mungkin.


Sebagai orang yang pernah ikut dalam kelompok aktivis ‘perang gerilya’ saya sangat faham pola pikir seperti di atas.


Tetapi dalam perang gerilya yang dilakukan oleh kelompok ISIS dan para pendukungnya, mereka hanya fokus pada ‘kemenangan pribadi’. Yang penting beraksi untuk membuktikan tingkatan ‘iman’ mereka. Tak peduli setelah aksinya banyak kawan-kawan mereka yang bahkan hanya karena satu grup dalam media sosial ikut ditangkap oleh aparat karena dianggap mengetahui tapi tidak melaporkan kepada pihak yang berwajib.


Hal ini menjadikan mereka semakin liar dan berbahaya. Tidak ada lagi pertimbangan keselamatan orang lain yang bahkan sepemahaman dengan mereka. Semangat persaudaraan mereka lemah. Hanya sebatas karena sama-sama bersemangat. Kalau sudah tertangkap dan menyeret kawan-kawannya yang lain ikut ditangkap barulah mereka menyesal.


Seandainya mereka memiliki kepedulian dan mau berpikir agak dalam mengenai risiko yang harus ditanggung oleh kawan-kawannya karena aksi yang akan dilakukannya, apalagi jika mau berpikir tentang akibat yang akan ditanggung oleh umat Islam karena aksi mereka, pasti sedikit atau banyak akan mengurangi maraknya aksi individual belakangan ini.


Kembali lagi pada prinsip perang gerilya, di mana target kelompok yang lemah bukanlah mengalahkan yang kuat, tetapi menimbulkan kerugian yang sebesar-besarnya di pihak yang kuat dengan aksi yang seminimal mungkin, maka jangan sampai kita terbawa pada skenario mereka.


Melemparkan tuduhan bahwa aksi-aksi mereka sebagai settingan atau konspirasi, atau mencaci ketidakmampuan negara dalam menghadapi kelompok pelaku teror, adalah bukti kita ikut menambah kegaduhan yang membuat mereka senang.



FOTO ISTIMEWA

Komentar

Tulis Komentar