ISIS Klaim Penembakan Massal Di Moskow: Apa Dampak Bagi Pendukung ISIS di Indonesia?

Analisa

by Arif Budi Setyawan Editor by Arif Budi Setyawan

Empat pria menyerbu Balai Kota Crocus dekat Moskow pada malam tanggal 22 Maret saat sebuah konser, menewaskan lebih dari 130 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya. Kelompok militan Islamic State (IS) atau biasa disebut juga Islamic State Irak and Syiria (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Lebih tepatnya diklaim dilakukan oleh Islamic State Khurosan (IS-K / ISISI-K), yaitu cabang IS di wilayah Khurosan (Afghanistan-Pakistan dan sekitarnya).

Lebih Dahsyat Dari Tragedi Beslan 2004

Serangan ini merupakan serangan terbesar selama hampir dua dekade setelah tragedi di sebuah sekolah di Beslan, Ossetia Utara, Rusia pada 3 September 2004. Tragedi yang berawal dari penyanderaan itu berakhir dengan tragedi yang berpengaruh besar bagi Negeri Beruang Merah.

Krisis ini bermula ketika kelompok ekstremis Islam Chechnya menyerbu dan menyandera sedikitnya 1.100 orang dewasa dan anak-anak di sekolah dasar Beslan No.1. Pelaku penyanderaan adalah Batalion Riyadus-Salikhin utusan dari panglima perang Chechnya Samil Bassayev yang berseteru dengan Pemerintah Rusia saat itu.

Di akhir kekacauan sedikitnya 334 sandera tewas, 186 diantaranya adalah anak-anak. Lebih dari 700 sandera luka-luka dan hampir 200 lainnya sampai hari ini dinyatakan hilang atau tidak dapat diidentifikasi. Pihak Rusia mengklaim telah menewaskan 31 dari 32 orang teroris dalam penyerbuan itu. Seorang teroris yang selamat, Nurpashi Kulayev dijatuhi hukuman seumur hidup pada 2006.

Bila dibandingkan dari sisi jumlah pelaku dan korban, maka serangan di Moskow baru-baru ini lebih hebat. 4 pelaku dengan korban tewas lebih dari 130 orang dan luka-luka lebih dari 100 orang.

Kekhawatiran Pemerintah Indonesia

Minimalnya pelaku serangan di Moskow pada 22 Maret malam itu yang hanya 4 penyerang, menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara yang memiliki rekam jejak sebagai negara yang memiliki banyak pendukung ISIS. Salah satunya adalah Indonesia.

Pemerintah Indonesia mewaspadai teroris yang mungkin termotivasi oleh penembakan mematikan baru-baru ini di Rusia untuk melakukan serangan di nusantara, kata pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto mengatakan dalam konferensi pers pada tanggal 25 Maret bahwa pemerintah sedang memantau kelompok dan individu yang dapat melakukan serangan serupa, termasuk “Lone Wolf” yang melakukan radikalisasi mandiri (self-radicalised).

Setelah kejadian tersebut, pihak berwenang Indonesia meningkatkan pemantauan terhadap potensi jaringan teror, kata Hadi. Ia menambahkan, instansi yang terlibat antara lain kementeriannya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara, dan Densus 88 AT Polri.

Kepala BNPT Rycko Amelza yang hadir dalam jumpa pers tersebut mengatakan, di media sosial masih terdapat masyarakat yang mendukung aksi teroris. Badannya telah berusaha mendeteksi dan menghentikan propaganda radikal, dan ia menyerukan lebih banyak pertukaran informasi intelijen di antara berbagai badan keamanan di Indonesia.

“Ada sel-sel (teroris) di seluruh dunia, tapi sel-sel ini adalah sel ideologis. Bagaimana kita melawan ideologi ini? Dengan ilmu, kita harus berbagi ilmu,” kata Rycko mengacu pada informasi jaringan teror di Indonesia.

Salah satu postingan pendukung ISIS di media sosial Facebook. (Foto: Istimewa)

Apa yang dikhawatirkan oleh Kepala BNPT di atas bukan tanpa alasan. Saya menemukan banyak bukti postingan di media sosial pendukung ISIS yang meng-glorifikasi aksi serangan di Moskow itu. Postingan mereka kebanyakan menyatakan bahwa itu adalah bagian dari balas dendam terhadap tentara Rusia karena membunuh saudara-saudara mereka di Suriah. .

Contoh glorifikasi pendukung ISIS di media sosial Facebook (Foto: Istimewa)

Di samping adanya glorifikasi aksi serangan, kekhawatiran akan menginspirasi serangan sejenis juga cukup beralasan. Salah satu contohnya adalah modus serangan menggunakan bom panci yang terinspirasi dari bom panci yang digunakan oleh para pelaku Bom Boston pada 2013.

Serangan tersebut menginspirasi militan pro-ISIS di Indonesia untuk menggunakan taktik yang sama – bom panci – dalam beberapa percobaan serangan terhadap petugas polisi dan warga sipil. Diantaranya adalah penyerangan terminal Kampung Melayu di Jakarta Timur pada tahun 2017 yang menewaskan tiga polisi, aksi bom bunuh diri di sebuah katedral di Makassar, Sulawesi pada tahun 2021 yang menewaskan dua penyerang dan melukai sekitar 20 orang, dan yang terbaru adalah aksi bom di Polsek Anyar di Bandung pada tahun 2022 yang menewaskan dua orang.

Saya pribadi berkesimpulan, kemungkinan serangan Moskow menginspirasi serangan teror di Indonesia itu tetap ada meskipun kecil. Karena dengan Undang-undang Terorisme terbaru (UU Nomor 5 2018) Densus 88 Anti Teror memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum dalam rangka pencegahan. Di mana alat buktinya bisa berupa alat bukti elektronik dan dalam bentuk digital. Sudah banyak terduga teroris yang ditangkap dengan barang bukti berupa postingan di media sosial.

Kita semua tentu berharap tidak ada serangan teroris lagi di Indonesia sebagaimana tahun 2023 yang nol serangan. Meskipun untuk menghentikan penyebaran narasi kelompok-kelompok ekstremis kekerasan itu masih perlu perjuangan yang panjang. Karena bagi kelompok itu, menyebarkan paham dan ideologi adalah bentuk selemah-lemahnya perjuangan mereka.

Komentar

Tulis Komentar