Tinjauan Hukum Dalam Repatriasi WNI Eks ISIS (2)

Analisa

by Arif Budi Setyawan Editor by Arif Budi Setyawan

Dalam kasus wacana pemulangan WNI eks ISIS jika berbicara mengenai status kewarganegaraan bagi WNI yang telah menyatakan bergabung dengan ISIS, maka menurut peraturan perundang-undangan Republik Indonesia warga negara yang memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri akan kehilangan kewarganegaraanya. Hal ini sesuai dalam pasal 23 huruf (a) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Pada tahun 2018 melalui Menteri Pertahanan Nasional pada saat itu, Ryamziard Ryacud mengungkapkan berdasarkan data intelijen pihaknya terdapat 800 orang dari Asia Tenggara dan sebanyak 400 Warga Negara Indonesia yang diduga bergabung dengan ISIS di Suriah atau Irak, dan hingga kini jumlahnya terus bertambah (CNNIndonesia.com).

Pada tahun 2020 sekitar 689 eks WNI ISIS kembali menjadi pembahasan di berbagai media massa, bahkan stasiun televisi menyiarkan dengan berbagai narasumber, yang dalam kasusnya lebih mendasar pada persoalan apakah WNI yang bergabung dengan ISIS masih atau tidaknya mememiliki Kewarganegaraan Indonesia dan perlu atau tidaknya untuk dipulangkan (CNNindonesia.com).

Isu pemulangan WNI pendukung ISIS ini menuai polemik, yaitu antara yang pro dan kontra. Kelompok yang menolak beranggapan bahwa kepulangan mereka akan pemikiran radikalisme membawa dampak buruk bagi masyarakat Indonesia. Presiden Joko Widodo secara pribadi dengan tegas menolak kepulangan para WNI pendukung ISIS, namun masih akan mengadakan rapat terbatas untuk membuat keputusan final. Di sisi lain, kelompok yang mendukung didasarkan pada nilai-nilai HAM yang harus dilindungi tanpa melihat status, termasuk para WNI di Suriah pendukung ISIS.

Dalam hal ini hak atas kewarganegaraan bagi warga negara yang bergabung dengan ISIS masih saja menjadi polemik. Sebagian negara mengambil tindakan bagi warga negaranya yang apabila diketahui bergabung dalam ISIS, yaitu pencabutan kewarganegaraan atasnya karena segala tindakan yang dilakukan oleh warga negara akan membawa konsekuensi kepada negaranya.

Seperti Belanda yang terlebih dahulu mencabut kewarganegaraan terhadap warga negaranya yang terbukti bergabung menjadi anggota militan ISIS. Menteri Kehakiman dan Keselamatan Belanda, Stef Blok, mengatakan, “Dengan pencabutan kewarganegaraan ini mereka tidak mungkin bepergian ke Belanda atau negara Schengen lainnya”. (Kompas.com)

Sedangkan di Australia, ada 5 orang yang terbukti bergabung dalam organisasi teroris internasional telah dicabut kewarganegaraannya. Menteri Dalam Negeri Australia, Dutton, mengatakan: “Kami telah mengambil keputusan bahwa orang-orang ini terlibat kegiatan serius yang berkaitan dengan teroris”. (abc.net.au)

Hal ini mengakibatkan hilangnya status kewarganegaraan seseorang (stateless) secara hukum (de jure) tetapi juga secara de facto. Stateless de facto dalam hal ini diartikan seseorang yang berada di luar negara dari kewarganegaraanya dan tidak jelas, atau untuk alasan-alasan valid tetapi tidak mendapatkan perlindungan negara tersebut.

Dalam hal ini pancabutan kewarganegaraan oleh negara asal ditujukan untuk melindungi perdamaian bangsa dari gerakan radikalisme ISIS. Karena radikalisme ISIS dikenal dengan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) suatu pelanggaran HAM berat yang dilakukan tanpa ada rasa perikemanusiaan, serta mengabaikan harkat dan martabat sebagai manusia.

Beberapa kejahatan yang dilakukan ISIS seperti pengeboman gereja di Filipina, genosida terhadap kaum yazidi Irak dan Suriah, kejahatan perang di Suriah, perbudakan seksual perempuan kaum yazidi, dan sebagainya (voaindonesia.com). Oleh karena itu, dengan alasan keamanan nasional negara-negara mendenasionalisasi warga negara yang tergabung di dalam ISIS.

Searah dengan hal tersebut secara yuridis peraturan yang terkait dengan status kewarganegaraan bagi warga negara Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU Kewarganegaraan). Salah satu hal yang diatur didalamnya yaitu dalam Pasal 23 UU Kewarganegaraan adalah cara-cara bagaimana hilangnya status kewarganegaraan Indonesia.

(Bersambung)

Komentar

Tulis Komentar