Jalan Tengah itu Bernama Pancasila 

Other

by Akhmad Kusairi

Teks Pancasila bagi warga Indonesia tentu telah akrab di telinga dan menempel di ingatan sejak kecil. Pancasila juga sakral karena dianggap telah "final" menjadi ideologi negara.

Lima sila yang tercantum memuat hubungan atau keterikatan nilai fundamental. Ibaratnya, Pancasila adalah sebuah fondasi atau tempat bertumpu sebuah bangunan. Bangunan itu bernama Indonesia.

[caption id="attachment_13246" align="alignnone" width="768"] Teks Pancasila.[/caption]

Pancasila juga bukan doktrin agama tertentu. Bahkan Pancasila menjadi rumus persatuan warga negara penganut agama apapun. Idealnya sebuah negara ketika mampu menerapkan nilai-nilai Pancasila. Kita bisa melihat betapa para pendiri bangsa begitu arif dan bijaksana dengan menemukan pemikiran yang kemudian menjadi lima sila dalam Pancasila.

Bisa disebut, Pancasila menjadi jalan tengah persatuan atas berbagai perbedaan agama, suku, ras, hingga etnis di tanah air dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Meski begitu, dalam praktik sehari-sehari, penerapan nilai Pancasila tetap saja diikuti kompleksitas penafsiran yang muncul di tengah masyarakat.

Pertanyaan sederhana yang muncul, sudahkah kita menerapkan atau menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam aktivitas sebagai warga negara Indonesia?

Tentu kita akan mendapati hal yang sangat kontras ketika melihat seorang pejabat menjadi tersangka korupsi. Kita kerap mendapati penerapan hukum yang tidak adil, demokrasi dikebiri, munculnya fenomena buzzer yang memecah persatuan masyarakat, kebebasan berpendapat dilukai, kebijakan yang dibuat tidak memuat aspirasi rakyat, perseteruan antar kelompok masyarakat, kebijakan pemerintah dikendalikan oligarki sehingga tidak berpihak kepada rakyat, hingga kasus-kasus intoleransi masih kerap menjadi pemandangan hingga saat ini.

Terkadang orang sering terjebak menuding orang lain "intolerasi". Mungkin, mereka tidak menyadari bahwa menuding orang lain intoleransi adalah bagian dari "intoleransi" itu sendiri.
Tidak ada yang "Paling Pancasila". Pun juga tidak ada yang lebih berhak maupun memiliki kewenangan tertinggi dalam menafsirkan Pancasila.

Bila menjalankan nilai Pancasila, tentu kita  dengan senang hati menghargai dan menghormati keyakinan maupun pemikiran orang lain. Akan lebih tentram bila menerapkan nilai Pancasila tanpa mengeklaim "Saya Pancasila". Tidak ada yang "Paling Pancasila". Sebab, tidak ada yang lebih berhak atau memiliki kewenangan tertinggi dalam menafsirkan Pancasila.

Potret fenomena yang terjadi di tengah masyarakat hingga saat ini tentu patut direnungkan. Apakah nilai-nilai pancasila belum diterapkan dengan baik? Diakui atau tidak, berbagai fakta konflik perkelahian antar sesama kelompok warga  menunjukkan bahwa rakyat Indonesia belum benar-benar bersatu.
Sebagai warga negara Indonesia tentu kita harus menjunjung tinggi nilai Pancasila. Sehingga kita semua bisa mencapai level kehidupan di tanah air kita tercinta ini dengan tentram.

Mengutip pidato Presiden Joko Widodo pada Peringatan Hari Lahir Pancasila 2022 di Lapangan Pancasila, Ende, Nusa Tenggara Timur pada Rabu (1/6/2022) lalu

“Ini sudah dibuktikan berkali-kali dalam perjalanan sejarah bangsa bahwa bangsa dan negara kita bisa tetap berdiri kokoh menjadi negara yang kuat, karena kita semua sepakat untuk berlandaskan pada Pancasila,” katanya.

Dia mengajak seluruh anak-anak bangsa di mana pun berada untuk bersama-sama membumikan Pancasila dan mengaktualisasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Semua elemen masyarakat untuk mewujudkan Pancasila dalam sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Pancasila juga harus diimplementasikan dalam tata kelola pemerintahan dan juga menjiwai interaksi antar sesama anak bangsa.

“Inilah tugas kita bersama, tugas seluruh komponen bangsa menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang bekerja, yang dirasakan kehadirannya, dirasakan manfaatnya oleh seluruh tumpah darah Indonesia,” imbuh Jokowi. (*)

Ilustrasi foto by @monkyboy

 

 

Komentar

Tulis Komentar