Dalam dunia yang sering kali dilanda konflik dan kesalahpahaman, kita kadang menemukan kisah-kisah yang mengingatkan kita akan kompleksitas hubungan antara masa lalu dan masa kini. Salah satu kisah yang menarik perhatian adalah pernyataan Hudhaifa Azzam kepada surat kabar berbahasa arab Al-Rai Jordan . Dengan tegas ia menyatakan, "الارهابيون يجملون اعمالهم القبيحة بالانتساب لوالدي" yang artinya "Teroris melegitimasi perbuatan buruk mereka dengan mengaku berafiliasi dengan ayah saya."
Pernyataan ini bukan sekadar kalimat biasa. Ini telah membawa beban sejarah yang berat dan mencerminkan perjuangan seorang putra untuk memisahkan warisan ayahnya dari tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama ideologi tertentu. Untuk memahami signifikansi pernyataan ini, kita perlu mengenal lebih jauh sosok Hudhaifa Azzam dan latar belakang keluarganya.
Dr. Hudhaifa Azzam adalah putra dari Abdullah Azzam, dimana beliau Syekh Abdullah Azzam ini, adalah tokoh kontroversial yang sering disebut sebagai "Bapak Jihad Global". Hudhaifa lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan pemikiran-pemikiran tentang perjuangan Islam dan konflik di Timur Tengah. Namun, alih-alih mengikuti jejak ayahnya dalam hal-hal yang kontroversial, Hudhaifa memilih jalan yang berbeda.
Hudhaifa Azzam menempuh pendidikan tinggi dan meraih gelar doktor. Ia dikenal sebagai seorang cendekiawan Muslim yang moderat dan aktif dalam upaya-upaya perdamaian. Keputusannya untuk menempuh jalur akademis dan menjadi seorang pemikir menunjukkan bahwa ia tidak secara buta mengikuti warisan ideologis ayahnya, melainkan mengembangkan pemikirannya sendiri berdasarkan pendidikan dan pengalaman hidupnya.
Untuk memahami konteks pernyataan Hudhaifa, kita perlu mengenal sedikit tentang ayahnya, Abdullah Azzam. Ia adalah seorang ulama Palestina yang memainkan peran penting dalam perjuangan Afghanistan melawan invasi Soviet pada tahun 1980-an. Abdullah Azzam dikenal sebagai mentor spiritual Osama bin Laden dan dianggap sebagai salah satu inspirasi bagi gerakan jihad global.
Abdullah Azzam memiliki pengaruh besar dalam menggerakkan dukungan dari dunia Muslim untuk perjuangan Afghanistan. Ia mendirikan Maktab al-Khidmat (Biro Pelayanan), sebuah aktivitas yang membantu merekrut dan memfasilitasi mujahidin asing untuk berperang di Afghanistan. -Pemikirannya tentang jihad dan perjuangan Islam melawan apa yang ia anggap sebagai penindasan telah mempengaruhi banyak generasi aktivis Muslim.
Namun, karya warisan Abdullah Azzam juga kontroversial. Setelah terbunuhnya pada tahun 1989, banyak kelompok ekstremis yang mengklaim akan meneruskan misinya dan menggunakan namanya untuk membenarkan tindakan-tindakan kekerasan. Inilah yang menjadi keprihatinan utama Hudhaifa Azzam dan mendorongnya untuk berbicara.
Ketika Hudhaifa Azzam mengatakan bahwa teroris telah melegimitasi perbuatan buruk mereka dengan mengaku berafiliasi dengan ayahnya, ia sedang melakukan beberapa hal penting. Ia berusaha memisahkan warisan intelektual dan spiritual ayahnya dari tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris. Ini menunjukkan bahwa ia menyadari kompleksitas pemikiran ayahnya dan tidak ingin pemikiran tersebut disederhanakan atau disalahgunakan.
Dengan menyebut tindakan kelompok teroris sebagai "perbuatan buruk", Hudhaifa jelas-jelas mengambil posisi menentang ekstremisme dan kekerasan. Ini adalah sikap berani mengingat latar belakang keluarganya. Sebagai seorang putra, Hudhaifa merasa bertanggung jawab untuk menjaga nama baik ayahnya dan keluarganya. Ia tidak ingin nama Abdullah Azzam terus-menerus dikaitkan dengan aksi-aksi terorisme.
Melalui statemen di media Syekh Hudhaifa berusaha menyadarkan masyarakat akan bahaya penyalahgunaan ideologi dan pentingnya memahami konteks historis secara lebih mendalam. Namun, posisi Hudhaifa Azzam tidaklah mudah. beliau harus menyeimbangkan keinginan untuk menghormati memori dan warisan ayahnya dengan kebutuhan untuk kritis terhadap aspek-aspek yang mungkin problematik.
Hudhaifa harus secara aktif melawan narasi-narasi ekstremis yang menggunakan nama ayahnya, tanpa terkesan mengkhianati keluarganya sendiri. Sebagai seorang cendekiawan, beliau juga harus membangun reputasi dan pemikirannya sendiri, terlepas dari bayang-bayang nama besar ayahnya. Dalam prosesnya, Hudhaifa mungkin menghadapi kritik dan tekanan dari berbagai pihak - baik dari mereka yang mengidolakan ayahnya maupun yang mengkritiknya.
Statemen Hudhaifa Azzam ini memiliki implikasi yang lebih luas dalam konteks perjuangan melawan ekstremisme dan terorisme. Suara-suara moderat seperti Hudhaifa sangat urgen dalam melawan narasi ekstremis. Mereka dapat menjembatani kesenjangan pemahaman dan menawarkan perspektif yang lebih bernuansa humanis.
Kasus ini menunjukkan bahwa warisan ideologi dan intelektual seseorang bisa sangat kompleks dan sering kali disalahartikan atau disalahgunakan oleh generasi berikutnya. Kisah Hudhaifa menekankan pentingnya pembinaan dalam membentuk pemikiran kritis dan membantu seseorang menavigasi warisan kompleks dari masa lalu. Perbedaan pandangan antara Hudhaifa dan warisan ayahnya juga menunjukkan pentingnya dialog antar generasi dalam memahami dan mengevaluasi ide-ide dari masa lalu.
Pernyataan Hudhaifa Azzam bukan sekadar kritik terhadap kelompok teroris. Ia adalah sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana kita memahami dan mewarisi ide-ide dari generasi sebelumnya. Syekh Hudhaifa telah berhasil menunjukkan bahwa adalah sangat mungkin untuk menghormati karya keluarga sambil tetap kritis dan mengembangkan pemikiran sendiri.
Dalam dunia yang sering terpolarisasi, suara-suara seperti Hudhaifa Azzam sangat diperlukan. Mereka mengingatkan kita akan kompleksitas sejarah dan bahaya penyederhanaan ideologi. Lebih dari itu, mereka memberikan harapan bahwa perubahan positif selalu mungkin, bahkan dari situasi yang paling sulit sekalipun.
Akhirnya, apa yang di alami Syekh Hudhaifa Azzam mengajarkan kita tentang keberanian - keberanian untuk berbicara melawan arus, untuk mengkritisi bahkan apa yang dekat dengan kita, dan untuk berjuang demi kebenaran dan keadilan. Dalam perjuangannya untuk memisahkan warisan ayahnya dari tindakan terorisme, Hudhaifa tidak hanya menjaga nama baik keluarganya, tetapi juga memberikan kontribusi penting dalam upaya global melawan ekstremisme dan kekerasan.
Gambir, 31 Agustus 2024
Abu Fida
(Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies PPs UINSA)
Foto: Getty Images (Khalil Mazrawi)
Komentar