Virus Kanker Bernama Terorisme

Other

by nurdhania

Kanker adalah satu penyakit mematikan di dunia. Potensi kematiannya akan meningkat seiring dengan semakin tingginya stadium kanker tersebut. World Health Organization (WHO) mencatat bahwa di tahun 2018, penyakit ini bertanggung jawab terjadap kematian 9,6 juta orang di dunia. Secara global, 1 dari 6 kematian manusia itu disebabkan oleh kanker.

Sel kanker dapat tumbuh dengan cepat dan tidak terkendali. Pertumbuhan itu akan diikuti dengan penyebarannya yang cepat di dalam tubuh, lalu merusak sel, jaringan, dan organ sehat.

Karena kondisi itu, tidak salah jika terorisme disamakan dengan kanker. Seperti yang diketahui, ideologi terorisme ini bisa menyebar dengan cepat dan mengenai siapa saja, tanpa pandang bulu. Terutama pada era yang sangat canggih sekarang ini. Meskipun demikian, semakin canggihnya teknologi ternyata masih belum dapat mendeteksi orang yang terpapar ideologi terorisme. Tidak jarang orang-orang disekitar 'pelaku' tidak menyadari bahwa orang tersebut sudah terpapar terorisme. Seolah tidak ada angin dan tidak ada hujan, seseorang tiba-tiba bergabung dalam jaringan teroris. Lebih parahnya, masyarakat sekitar baru menyadari setelah si 'pelaku' meledakkan diri.

Meskipun dapat dipahami prosesnya, akan tetapi agak sulit mengetahui kapan tepatnya seseorang terpapar terorisme. Oleh karena itu, perlu ada diteliti secara mendalam agar dapat melakukan pencegahan sedini mungkin. Hal ini penting dilakukan, sebab kita tidak pernah tahu dengan orang-orang di sekitar kita. Bisa saja orang terdekat kita sudah mengidap 'kanker' ini dalam waktu yang lama.

Berdasarkan penjelasan dari alodokter, pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali akan mengganggu fungsi kerja organ-organ tubuh. Hingga saat ini, penyebab pasti terjadinya pertumbuhan sel kanker masih belum diketahui. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko terbentuknya sel kanker. Faktor-faktor tersebut diantaranya, faktor genetik atau memiliki keluarga kandung yang pernah menderita kanker, paparan radikal bebas seperti radiasi atau sinar matahari dalam jangka panjang, peradangan kronis, infeksi seperti misalnya infeksi virus HPV, dan pola hidup tidak sehat. Pola tidak sehat ini seperti misalnya sering merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, atau menjalani pola makan tidak sehat.

Berkaca pada faktor pemicu kanker tersebut, faktor-faktor orang masuk ke jaringan terorisme juga beragam. Pada beberapa kasus, dorongan itu muncul dari lingkungan keluarga atau teman yang melazimkan kekerasan, sebagai dampak dari ideologi ekstrim yang dianut mereka. Selain itu, dorongan juga muncul dari besarnya rasa benci terhadap kelompok lain atau sebuah rezim, rasa iba atau kasihan terhadap kaum yang lemah, kekecewaan, rendah pengetahuan, kesulitan ekonomi dan lain-lain.

Karena beragamnya faktor itu, baik 'kanker' maupun 'terorisme', keduanya memerlukan diagnosa yang tepat sehingga penanganannya bisa lebih efektif. Pada kasus terorisme, penting untuk dapat mengetahui tingkatan dari orang-orang yang sudah masuk ke dalam jaringan. Penanganan pada 'anak kemaren sore' akan berbeda dengan mereka yang sudah bertahun-tahun aktif dalam jaringan kelompok teror. Bisa saja, anggota yang baru masuk ini masih berapi-api dan berpikiran keras, sedangkan mereka yang sudah lama bergabung, justru lebih mudah diajak berbicara karena pengalaman dan pembelajarannya. Memahami kondisi ini akan membantu dalam menentukan rencana penanganan terbaik dan yang paling sesuai.

Terorisme bukan hal yang baru di Indonesia, oleh karena itu, melalui pengalaman dan penanganan kasus-kasusnya selama ini, kita bisa lebih paham dan siap. Sehingga akan mudah untuk mengambil langkah jika ada kejadian yang berulang. Selain itu, seperti halnya pengobatan kanker yang membutuhkan kerja sama banyak pihak, penanganan ideologi terorisme juga memerlukan andil dari beragam elemen masyarakat. Memerangi, mencegah dan mengobati terorisme bukan hanya tugas pemerintah, akan tetapi juga diperlukan peran seluruh masyarakat.

Komentar

Tulis Komentar