Kaderisasi Teroris Lewat Pendidikan Nonformal

Other

by Rizka Nurul

Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei. Indonesia mengalami banyak transformasi kurikulum di jalur formal dari waktu ke waktu. Terakhir, pemerintah mengembangkan pendidikan karakter di sekolah formal.

Bagaimana dengan pendidikan nonformal? Pemerintah Indonesia memang telah mengatur beberapa poin terkait pendidikan nonformal. Permendikbud No 81 Tahun 2013 mengatur tentang pendirian satuan pendidikan non formal. Bahkan di UPT Pendidikan terkait, pemerintah telah menyiapkan aparat khusus yang mengurusi pendidikan non formal seperti kursus, kesetaraan, PAUD dan keterampilan lainnya termasuk Homeschooling.

Pada Januari lalu, PPIM UIN Jakarta merilis hasil penelitian yang berjudul "Radikalisme dan Homeschooling: Menakar Ketahanan dan Kerentanan". Penelitian ini membagi dua macam homeschooling yaitu yang berbasis agama dan yang berbasis non-agama. Homeschooling berbasis agama kemudian dibedakan lagi antara yang berbasis Islam salafi inklusif, dan salafi eksklusif.

“Siswa homeschooling yang berbasis Islam salafi eksklusif, khususnya yang berbentuk homeshooling tunggal, memiliki kerentanan lebih besar terhadap ideologi - keagamaan yang bercorak radikal karena mengalami spiral pengucilan diri.” jelasnya.

Hal ini memang telah terjadi di banyak kelompok teror. Banyak orang tua yang berasal dari kelompok teror yang memutuskan untuk tidak menyekolahkan anaknya karena menurutnya, sekolah tersebut mengajarkan pancasila yang bertentangan dengan akidah mereka. Selain itu, kebanyakan mereka meyakini bahwa pendidikan agama di kelompok mereka adalah yang terbaik dan cocok.

"Ngapain masuk sekolah? Anak saya nanti diajarin pancasila, nyembah thogut. Terus anak saya disuruh belajar semua mata pelajaran, tapi gurunya cuma bisa 1 pelajaran aja." Dalih seorang deportan ketika diwawancarai tim ruangobrol.id, 3 tahun lalu.

Menurutnya, anaknya tak perlu mengikuti sekolah formal karena hal tersebut tidak terlalu penting. "Hanya ngotorin akidah saja," tambahnya.

Sebagai jalan keluar, kelompok teror banyak mendirikan pesantren dan rumah Quran yang menyelenggarakan pendidikan non formal. Penelitian yang dilakukan tm ruangobrol.id , masih banyak pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia dan terafiliasi dengan kelompok Jamaah Islamiyah maupun ISIS. Bahkan tak jarang santrinya berasal dari luar negeri. Selain itu, tim juga telah menemukan beberapa rumah Quran yang mempelajari pemahamam ISIS berada di Jabodetabek sebagai izin kursus keagamaan. Rumah Quran ini diselenggarakan oleh istri-istri pendukung ISIS.

Mereka mengadakan kegiatan selayaknya sekolah biasa namun kurikulum yang tidak biasa. Sebagian memiliki izin resmi mendirikan sekolah non formal sedangkan sebagian lainnya tidak. Menariknya, banyak kalangan mereka yang mencetak buku panduan untuk penyelenggaraan pendidikan keislaman versi kelompok teror ini.

Pemerintah perlu melakukan pengawasan di sektor pendidikan khususnya jalur non formal. Terorisme bukan lagi hanya masalah keamanan semata, namun kelompok ini telah menyiapkan kaderisasi secara matang melalui jalur pendidikan.

 

Komentar

Tulis Komentar