ISIS Lebih Hebat Dalam Propaganda #KaburAjaDulu

Analisa

by Arif Budi Setyawan Editor by Redaksi

Sekira 2 bulan yang lalu saya berkunjung ke sahabat lama saya yang terakhir ketemu 4 tahun yang lalu. Saya terkejut mengetahui putrinya yang tahun lalu lulus cumlaude dari Fakultas Hukum sedang kursus intensif bahasa Jepang. Dia sangat ingin bekerja di Jepang setelah mendengar kisah salah satu dosen di kampusnya yang menceritakan pengalamannya bekerja dan melanjutkan studi di Jepang. Juga tentang betapa dihargainya sebuah keahlian dan dedikasi para pekerja. Ditambah lagi soal etos kerja dan budaya kedisiplinan tinggi yang dirasa sangat menantang bagi dirinya yang memang suka tantangan.

“Kalau di sini, kerja keras kita kurang dihargai. Saya juga ingin belajar tentang bagaimana memaksimalkan potensi saya. Siapa tahu juga bisa lanjut S2 di sana”, ujarnya bersemangat.

Belakangan ini, hashtag atau tagar "kabur aja dulu" menjadi viral di media sosial dan menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen. Tren ini muncul sebagai refleksi dari keinginan banyak orang, terutama anak muda, untuk meninggalkan Indonesia dan mencari kehidupan lebih baik di luar negeri.

Popularitas hashtag "kabur aja dulu" ini menimbulkan perdebatan cukup sengit. Beberapa pejabat negara menilai orang yang memilih "kabur" ke luar negeri tidak nasionalis, tidak mencintai Tanah Air (CNN Indonesia, 19/2/2025). Bahkan ada pula yang menganggap orang-orang ini sebagai pengkhianat negara. Mereka berpendapat bahwa daripada pergi, seharusnya warga negara berkontribusi membangun Indonesia menjadi lebih baik.

Di sisi lain, tren "kabur aja dulu" muncul sebagai ekspresi kekecewaan sekaligus kesadaran adanya kesenjangan global karena kesejahteraan di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Dengan pindah ke luar negeri, seseorang bisa mendapatkan pendidikan lebih baik, penghasilan lebih besar, kehidupan lebih sejahtera, dan memperoleh pengalaman internasional. Bahkan dapat berkontribusi sebagai diaspora yang mengharumkan nama Indonesia di kancah global (Kompas, 20/2/2025).

Dulu di tahun 2014-2015 sebenarnya juga ada kampanye yang sejenis dengan “kabur aja dulu”. Kala itu ISIS (Islamic State Irak and Syiria) menyebarkan propaganda masif dan ajakan untuk berhijrah meninggalkan kehidupan di negara-negara “kafir”—versi ISIS-- menuju indahnya hidup di bawah naungan “khilafah” versi ISIS ke seluruh dunia.

*****

Kekuatan Visualisasi dan Narasi

Masyarakat di negara yang sedang berkembang  seperti Indonesia yang sedang dimabuk berbagai kemudahan di era digital menjadi sasaran empuk berbagai propaganda budaya dan pemikiran, termasuk pemikiran radikal.

Masyarakat Indonesia yang selalu menyukai hal-hal yang baru membuat berbagai pihak melihat peluang bisnis atau peluang pasar yang sangat potensial. Yang perlu dilakukan hanya membombardir mereka dengan visualisasi dan narasi. Lambat laun sebuah budaya baru akan lahir dan pasar baru akan terbentuk.

Misalnya, masifnya tayangan drama Korea yang sarat muatan propaganda budaya dan pariwisata Korea, termasuk musiknya, makanannya, gaya fashion-nya, sampai pada gaya pacaran yang menurut sebagian besar pengemarnya sangat romantis, telah menampakkan dampak sosial ekonomi yang luar biasa di negeri kita ini.

Lihatlah pertumbuhan jumlah gerai kedai yang menjual makanan Korea dan pertumbuhan pengunjungnya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Atau lihatlah gaya dandanan dan pakaian anak muda kita yang banyak meniru para artis Korea seperti dalam drama favorit mereka.

Mengapa itu bisa terjadi?

Karena di dalam benak mereka K-Pop dengan segala turunannya adalah sangat keren untuk ditiru atau diikuti. Dan itu disebabkan oleh masifnya visualisasi dan narasi yang bisa dengan mudah mereka akses.

Maka, bayangkan jika seseorang --yang disebabkan algoritma media sosial-- kemudian dibanjiri oleh visualisasi dan narasi dari kelompok ekstrim seperti ISIS, lalu di saat yang sama di dalam dirinya ada keinginan untuk memberontak atas kondisi yang dialaminya, bukankah akan sangat rawan untuk ter-radikalisasi hingga melakukan aksi?

Di sinilah ISIS kemudian mulai memainkan perannya.

Hampir semua pihak mengakui kehebatan propaganda mereka dan kecerdikan mereka memanfaatkan internet dan media sosial dalam menyebarkan propaganda mereka. Propaganda mereka itu dibuat agar mudah diterima oleh orang-orang yang berpikiran sempit.

Bukan hanya mudah diterima oleh orang-orang berfaham radikal, tetapi juga oleh orang-orang awam yang sangat merindukan sebuah potret kehidupan baru yang lebih menjanjikan. Mereka belajar dari propaganda-propaganda kelompok jihad sebelumnya seperti Al Qaeda dan Taliban.

Tawaran Kehidupan Alternatif Dari ISIS

Kepada orang-orang awam yang merasa ditindas dan hidupnya susah, ISIS menawarkan sebuah potret ‘kenyamanan’ hidup di wilayah yang mereka kontrol dan cara melakukan perlawanan di wilayah yang sedang ditindas.

Di sisi lain mereka menawarkan praktek penegakan syariat Islam kepada para aktivis, terutama yang muda, yang jenuh dengan gerakan kelompoknya yang tak kunjung berhasil.

Hal itu mereka kemas dalam propaganda berisi narasi dan visualisasi yang sangat epik dan mereka sebarkan dengan memanfaatkan kemudahan teknologi informasi. Ditambah dengan para pengikut mereka yang aktif menyebarkan propaganda itu.

Orang-orang awam yang sedang galau menghadapi hidup yang semakin sulit dan semakin rusak serta merasa semua itu diakibatkan berkuasanya orang-orang zalim di negeri mereka, ditambah lagi mereka tidak tahu cara untuk memperbaiki keadaan itu, akan cenderung lebih mudah terpicu untuk mengikuti propaganda ISIS tersebut.

Komentar

Tulis Komentar