Mengenal Narasi-Narasi Rekrutmen dan Penanaman Pola Pikir Radikalisme

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Semua orang paham bahwa menjadi anggota atau simpatisan kelompok radikal atau bahkan yang sampai menjadi pelaku tindak pidana terorisme itu butuh proses. Tidak tiba-tiba jadi radikal atau teroris dalam sekejap mata kayak sulap. Ada fase ketertarikan, fase menyamakan persepsi, fase kesepakatan jalan perjuangan, dan terakhir fase ketaatan mutlak.


Sebagai orang yang pernah terpesona oleh gerakan radikal pro kekerasan karena salah dalam pemahaman akan teks agama (Islam), dan masih menjadi pemerhati perkembangan kelompok gerakan semacam itu hingga hari ini, tentu saya mengetahui apa saja narasi yang biasa dimainkan dalam proses rekrutmen atau penanaman pola pikir radikalisme. Setidaknya ada 5 (lima) narasi yang biasa dimainkan hingga seseorang itu sampai pada tahapan mau melakukan sebuah tindakan radikal.


Pertama : Narasi propaganda ideologi


Dalam propaganda ideologi ini yang disampaikan masih sama dengan yang disampaikan oleh gerakan-gerakan Islam yang lain, seperti : masalah aqidah, syariah, mu’amalah, tata cara ibadah yang benar, dsb. Meskipun sudah ada perbedaan dalam hal-hal itu, tapi itu semua masih di ranah pribadi. Masih dalam lingkup pembangunan pribadi. Belum menyentuh ranah pergerakan.


Kedua : Narasi kegelisahan atau penderitaan yang dialami umat Islam


Di sini mulai disampaikan tentang kondisi kaum muslimin yang sedang tertindas dan menderita di mana-mana. Ada yang sedang dilanda konflik berkepanjangan, pembantaian, kebodohan dan kemiskinan yang merajalela, terusir dari negerinya, dsb. Yang mana dari pemaparan itu diharapkan para pengikut atau binaannnya menjadi tergugah rasa ingin memperjuangkan Islam dan kaum muslimin.


Sampai di sini masih bagus jika kemudian tindakan yang diambil dalam memperjuangkan Islam dan kaum muslimin adalah tindakan yang positif seperti : menuntut ilmu setinggi mungkin, berkarya untuk umat, membangun perekonomian umat, mendidik umat, dst. Seperti saya pada hari ini, pada poin ini saya memilih untuk memulai jalan perjuangan yang baru yang tidak merugikan kamu muslimin seperti jalan perjuangan lama saya di masa lalu.


Ketiga : Narasi bahwa penyebab kegelisahan atau penderitaan umat Islam adalah karena ulah musuh-musuh Islam


Pada tahapan ini mulai ditanamkan bahwa semua bentuk penderitaan umat Islam disebabkan oleh ulah musuh-musuh Islam yang tidak suka bila Islam berjaya. Umat Islam mengalami kemunduran karena tidak menjalankan kehidupan sesuai syariat Islam dan malah mengikuti aturan kehidupan di luar ajaran Islam. Yang mana hal itu terjadi karena kuatnya cengkeraman hegemoni kekuasaan musuh-musuh Islam.


Dari sinilah diharapkan muncul semangat perjuangan untuk meruntuhkan sistem yang terbukti membuat umat Islam menderita.


Sampai di sini seseorang masih bisa memilih jalan antara menggunakan kekuatan fisik (kekerasan) atau melalui kekuatan politik. Anda tentu fahamlah kelompok mana yang biasa memainkan narasi ini tapi tidak menggunakan cara kekerasan. Dan bagi yang setuju dengan cara kekerasan, mereka akan mudah menerima narasi berikutnya.


Keempat : Narasi Perlawanan


Di sini dimunculkan pemikiran bahwa saat ini satu-satunya (ingat : satu-satunya) jalan membebaskan umat Islam dari penderitaan adalah dengan mulai memerangi musuh-musuh Islam dengan kekuatan yang ada (baca: seadanya). Di sinilah bahayanya.


Jika pada narasi-narasi sebelumnya seseorang masih punya pilihan jalan lain, maka pada narasi ini sudah tidak ada lagi pilihan lain. Akibatnya orang yang meyakininya akan menganggap semua jalan perjuangan yang selainnya adalah salah. Minimal tidak efektif, terlalu lama, dst.


Seseorang yang sudah sampai pada pemikiran seperti ini cenderung akan selalu berpikiran sempit dan mudah terprovokasi, sehingga mudah menerima narasi kelima atau yang terkahir.


Kelima : Provokasi melakukan aksi


Pada tahapan ini seseorang yang telah meyakini bahwa melakukan perlawanan adalah satu-satunya solusi, tinggal diprovokasi sedikit lagi ia akan berubah dari sekedar berpemikiran radikal menjadi pelaku aksi terorisme.


Contoh kalimat provokasi yang sangat ampuh salah satunya adalah : “Lebih baik mati dalam keadaan melawan musuh daripada hidup terhina dalam kekuasaan musuh”.


Masalahnya, yang lebih berbahaya lagi adalah ketika definisi musuhnya adalah menurut pemahaman sempit pribadi. Dan inilah yang terjadi pada ISIS dan para pengikutnya di seluruh dunia.



ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar