Suriah kembali bergolak, dan salah satu pelakon yang disebut-sebut dalam insiden terbaru pada akhir 2024 ini adalah Hay’at Tahrir al-Sham (HTS). Kelompok jihadis yang mendominasi pemberontakan di Suriah Barat Laut ini memang memiliki sejarah panjang yang terjalin erat dengan konflik Suriah. Pada awalnya HTS dikenal sebagai Jabhat al-Nusra, kelompok afiliasi resmi Al-Qaeda di Suriah ketika perang saudara pecah pada tahun 2011. Mereka muncul sebagai salah satu kelompok pemberontak terkuat di Suriah, memanfaatkan sentimen anti-pemerintah yang meluas. Dengan doktrin jihadis yang kuat, kelompok ini berhasil merekrut banyak pejuang dari dalam dan luar negeri. Namun, hubungannya dengan Al-Qaeda seringkali menjadi beban, terutama karena serangan-serangan brutal Al-Qaeda yang dilakukan atas nama jihad global.
Pada 2016, dalam upaya melepaskan diri dari bayang-bayang Al-Qaeda, Jabhat al-Nusra mengubah namanya menjadi Hayat Tahrir al-Sham. Perubahan nama ini disertai upaya mereformasi citra kelompok dan memperluas basis dukungan. Meskipun demikian, banyak pengamat masih menganggap HTS sebagai kelompok teroris yang memiliki hubungan erat dengan Al-Qaeda.
Perebutan kembali sebagian wilayah Aleppo oleh HTS pada akhir November 2024 merupakan langkah strategis yang signifikan. Beberapa faktor yang mendorong HTS untuk melakukan serangan ini antara lain:
Nilai strategis Aleppo. Aleppo adalah kota terbesar kedua di Suriah dan memiliki nilai strategis yang sangat penting. Dengan merebut kembali Aleppo, HTS akan memperkuat posisi dan memperluas wilayah kekuasaannya.
Kelemahan pemerintah Suriah. Setelah bertahun-tahun berperang, pasukan pemerintah Suriah mengalami kelelahan dan kekurangan sumber daya. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap serangan dari kelompok pemberontak seperti HTS.
Dukungan eksternal. Meskipun belum ada bukti kuat, beberapa analisis mengindikasikan bahwa HTS mungkin mendapat dukungan dari beberapa negara asing. Dukungan ini bisa berupa pasokan senjata, intelijen, atau bahkan bantuan keuangan.
Ideologi jihadis. Sebagai kelompok jihadis, HTS memiliki tujuan jangka panjang menegakkan kekuasaan Islam di seluruh wilayah. Perebutan Aleppo dapat dipandang sebagai langkah menuju tujuan akhir tersebut.
Dalam melancarkan serangannya, HTS tampaknya telah menerapkan strategi militer yang cermat. Serangan kilat yang dilakukan berhasil mengejutkan pasukan pemerintah Suriah dan membuka celah bagi mereka untuk merebut kembali beberapa wilayah. Selain itu, HTS juga berhasil memanfaatkan dukungan dari sebagian penduduk lokal yang merasa kecewa dengan pemerintahan Assad.
Implikasi dan Tantangan ke Depan
Perebutan Aleppo oleh HTS memiliki implikasi yang luas bagi konflik Suriah. Keberhasilan HTS dalam merebut kembali wilayah ini akan semakin memperumit upaya perdamaian dan meningkatkan risiko terjadinya perang proksi antara berbagai kekuatan regional dan internasional. Bagi HTS sendiri, kemenangan di Aleppo merupakan keberhasilan besar, namun juga membawa sejumlah tantangan. Kelompok ini harus menghadapi tantangan dalam mengelola wilayah yang luas dan beragam, sembari masih harus menghadapi perlawanan dari pasukan pemerintah Suriah dan kelompok-kelompok pemberontak lainnya.
Hayat Tahrir al-Sham telah berkembang dari sebuah kelompok kecil menjadi salah satu kekuatan dominan dalam konflik Suriah. Perebutan Aleppo merupakan tonggak penting dalam sejarah kelompok ini dan menunjukkan ambisi mereka untuk menjadi pemain utama dalam politik Suriah. Bagaimanapun, jalan menuju tujuan akhir HTS itu masih panjang dan penuh tantangan. [ ]
Komentar