Bagaimana Emak-Emak di Kampung Berhasil Membantu Keluarga Napiter Bangkit?

Other

by Arif Budi Setyawan

Ketika seorang suami ditangkap di rumahnya oleh aparat kepolisian karena kasus terorisme, hal itu tentu menimbulkan syok dan trauma bagi keluarga dan para tetangganya. Keluarga tentu saja yang paling parah mengalaminya. Sedangkan bagi para tetangga dan masyarakat sekitarnya, mereka juga sedikit banyak pasti trauma dengan peristiwa itu.


Seorang istri yang suaminya ditangkap polisi karena kasus terorisme adalah yang paling berat menghadapinya. Dia harus memberi pengertian yang tepat kepada anak-anaknya. Jika salah dalam melakukannya si anak bisa-bisa justru akan semakin trauma dan membenci negara. Selain itu untuk melanjutkan hidup tanpa kehadiran suami juga akan terasa semakin berat karena adanya tekanan psikologis. Menanggung beban status istri teroris.


Ketakutan akan dijauhi atau minimal dicibir masyarakat itu pasti ada. Tapi naluri seorang ibu yang harus melindungi dan mendidik anak-anaknya lambat laun akan mengalahkan rasa trauma dan khawatir itu. Namun seringkali istri napiter (narapidana terorisme) itu kemudian merapat kepada teman-teman di kelompok suaminya karena teman-teman suaminya lebih aktif melakukan pendekatan kepadanya. Adanya media sosial semakin memudahkan hal itu.


Ketika seorang istri selalu mendapatkan dukungan finansial dan moral dari kelompok pendukung ‘jalan perjuangan’ suaminya, dia yang tadinya level radikalnya belum seberapa atau bahkan sebenarnya tidak radikal, bisa menjadi lebih radikal pemikirannya. Dan kalau sudah begini, proses reintegrasi suaminya sudah pasti akan terhambat. Karena sang suami yang merasa nyaman karena adanya dukungan moral dan finansial itu juga akan semakin yakin bahwa jalan perjuangannya itu benar.


Ini tentu saja semakin merepotkan semua pihak dalam upaya memutus mata rantai radikalisme-terorisme.


Kisah Inspiratif dari Sebuah Desa di Probolinggo Jawa Timur


Adalah seorang istri kepala desa dan seorang ibu guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang memiliki pemikiran brilian. Keduanya langsung melakukan upaya-upaya untuk mengikis trauma yang pada keluarga terduga teroris dan di masyarakat. Berangkat dari rasa kepedulian mereka pada istri terduga teroris yang baru saja ditangkap di desa mereka.


Bu Guru PAUD adalah sahabat dari istri terduga teroris yang ditangkap itu. Dulu sama-sama mengajar di PAUD sebelum akhirnya berhenti karena intervensi suaminya. Dia bersama Bu Kades mendatanginya dan mengajaknya untuk ikut kegiatan pelatihan ketrampilan seperti menjahit, membuat kerajinan dari rajutan, merangkai bunga, dan lain-lain.


Kegiatan itu tadinya belum pernah diadakan di desa tersebut. Ide itu spontan muncul karena adanya kejadian penangkapan terduga teroris di desa itu. Bu Kades merasa perlu segera menghilangkan trauma yang terjadi pada warga desanya. Dan hal itu paling cepat tercapai jika istri terduga teroris --yang kemudian menjadi napiter-- mau terlibat dalam kegiatan bersama warga yang lain. Dalam hal ini minimal bersama ibu-ibu.


Menurutnya itu akan membuat istri napiter merasa bahwa masyarakat tidak mengucilkannya. Di sisi lain masyarakat juga akan menyadari bahwa istri napiter itu justru membutuhkan kepedulian mereka. Dengan dibantu oleh sahabat istri napiter yang guru PAUD itu, akhirnya istri napiter itu mau mengikuti kegiatan yang digagas oleh Bu Kades.


Pada perkembangan selanjutnya, Bu Kades dan Bu Guru PAUD sering mencarikan job menjahit atau membuat kerajinan rajutan untuk istri napiter itu. Yang mana hal itu selama ini telah banyak membantu finansial keluarga napiter tersebut.


Keluarga yang bisa mandiri tanpa intervensi para pendukung di kelompoknya membuat sang suami mantap untuk keluar dari jaringan dan pemikiran lamanya. Hari ini sang suami sedang mengurus Pembebasan Bersyarat agar bisa segera kembali berkumpul dengan keluarganya.


Kepedulian dan solidaritas emak-emak terbukti mampu membantu memutus mata rantai radikalisme-terorisme. Meskipun dalam hal cara beragama keluarga napiter itu masih berbeda, namun setidaknya pemikirannya sudah tidak se-ekstrem yang dulu. Sudah mau berdamai dan hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar serta menerima NKRI.


FOTO RUANGOBROL


Salah satu kegiatan penguatan RT/RW/Desa untuk kontra radikalisme dan terorisme yang diselenggarakan PT. Kreasi Prasasti Perdamaian di Probolinggo Jawa Timur

Komentar

Tulis Komentar