Tinjauan Hukum Dalam Repatriasi WNI Eks ISIS (3)

Analisa

by Arif Budi Setyawan Editor by Arif Budi Setyawan

Sehubungan dengan adanya wacana pencabutan kewarganegaraan Indonesia bagi WNI yang bergabung dengan kegiatan ISIS, menurut pasal 23 huruf e dan huruf f Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

Huruf e: “Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketenuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia”

Huruf f: “Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut”

Berdasarkan pasal diatas, hal-hal yang dapat mengakibatkan kehilangan kewarganegaraan berhubungan dengan apa yang dilakukan orang tersebut dan kaitannya dengan negara lain. Hilangnya status kewarganegaraan Indonesia WNI eks ISIS dalam hal ini dengan ikut bagian dari negara asing serta melakukan pemberontakan yang ingin menggulingkan pemerintahan yang sah.

Yang masih menjadi perdebatan yaitu berkaitan apakah ISIS sebuah negara atau hanya organisasi pemberontak. Menurut Montevideo Convention on the Rights and Duties of States Tahun 1933 dalam Pasal 1 disebutkan bahwa: “the state as a person of international law should possess the following qualifications: (a) a permanent population; (b) defined territory; (c) goverment; and (d) capacity to enter into relations with the other states” yang artinya “negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut: (a) penduduk tetap; (b) wilayah tertentu; (c) pemerintah; dan (d) kemampuan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain”. (negarahukum.com)

Jika melihat pada pasal 1 Konvensi Montenvindo diatas, ISIS tidak memenuhi sebagai sebuah negara. Hal itu karena memang ISIS tidak memiliki penduduk yang tetap dan wilayah yang permanen.

Dilihat di sisi lain, dinas tentara asing bisa saja mencakup tentara dari suatu negara yang telah diakui oleh Indonesia atau tentara dari suatu negara yang tidak diakui oleh Indonesia, atau sebuah pemberontak di suatu negara. Karena ISIS merupakan pemberontak yang tujuanya menggulingkan pemerintah yang sah di Suriah dan Irak, maka WNI yang bergabung dengan ISIS bisa dikategorikan dalam pemberontak di suatu negara.

Ditegaskan dalam Pasal 23 huruf (d) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang terang berbunyi “Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden”. Dalam hal ini dinas tentara asing yang dimaksud adalah ISIS sebagai organisasi pemberotak disuatu negara. Oleh karena itu secara otomatis WNI yang ikut bergabung dengan anggota ISIS telah kehilangan kewarganegaraanya karena mereka mempercayai bahwa ISIS adalah sebuah negara.

Merujuk pada pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007, disebutkan “Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena:

a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;

b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;

c. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;

d. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;

e. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;

f. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;

g. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau

h. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus- menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Kata “dengan sendirinya” disini berarti otomatis atau dengan kata lain tidak perlu adanya proses lanjut bila terpenuhi dari salah satu dari berbagai alasan yang ada. Hilangnya status kewarganegaraan bagi simpatisan ISIS dibeberapa negara memang menjadi masalah internasional yang dianggap menimbulkan kerumitan untuk hubungan atar bangsa. Diantaranya permasalahan mengenai status hukum bagi anak-anak eks WNI ISIS yang mengikuti orang tuanya.

(Bersambung)

Komentar

Tulis Komentar