Listrik Jakarta Padam, Waspada Serangan Teroris

Other

by Kharis Hadirin

Minggu (4/8) lalu, terjadi pemadaman listrik di ibu kota dan sejumlah wilayah Jawa dan Bali. Akibatnya, berbagai sarana yang bergantung pada kebutuhan listrik pun tak berfungsi. Banyak masyarakat mengeluh, bahkan sejumlah pabrik dan pedagang kecil mengaku rugi karena ketiadaan pasokan listrik.

Namun, membaca sebuah artikel melalui berita online dalam salah satu media lokal berjudul ‘Mati Listrik Massal Diduga karena Pohon Sengon, Bukan Teroris,’ cukup menggelitik bagi saya.

Untuk sabotase dan serangan teror untuk sementara tidak ditemukan. Dugaan sementara karena faktor alam dan teknis,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, seperti dikutip melalui Kumparan pada Senin (5/8/2019).

Namun, bagaimana jika seandainya kelompok teroris benar-benar yang melakukannya? Tentu saja, hal ini akan lain cerita.

Barangkali, hal demikian dianggap terlalu berlebihan dan mengada-ada oleh sebagian kalangan. Namun sebagai orang yang cukup dekat dengan orang-orang yang pernah terlibat dalam jaringan, hal ini tentu bukan mustahil untuk dilakukan. Terlebih mengingat beberapa kasus teror yang pernah terjadi beberapa tahun silam,

Kita sepakat, bahwa mereka yang selama ini terlibat dalam jaringan umumnya berasal dari latar belakang pendidikan rendah. Tapi bukan berarti mereka juga bodoh dan tak memahami strategi perang kota.

Tentu kita masih ingat tentang teror bom buku yang menyasar sejumlah tokoh dan seniman pada 2011 lalu. Siapa yang menduga bahwa kelompok ini berencana melakukan pengeboman di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Tangerang Selatan sebelum akhirnya terbongkar?

Atau rencana pengeboman yang menargetkan Gereja Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dengan meletakkan bahan peledak di jalur pipa gas pada 22 April 2011 silam. Sehingga ketika bom meledak, bukan saja membakar dan menghancurkan gereja, tapi juga seluruh wilayah yang dilewati oleh pipa gas tersebut.

Termasuk juga kelompok teroris yang pernah menggunakan racun sianida untuk menebar teror, jauh sebelum ramai kasus kopi sianida. Kasus ini sendiri sempat menghebohkan publik pada pertengahan 2011 lalu dan berhasil membuat pusing Kapolri Sutarman kala itu serta seluruh jajarannya.

Akibat adanya teror tersebut, banyak anggota kepolisian yang menolak pemberian makanan dari siapapun atau makan di luar rumah. Warung makan dan kantin yang terdapat di sekitar lingkungan Polri mengaku bangkrut, sebab tidak ada satu pun anggota yang berani makan di sana.

Lalu apa kaitan peristiwa pemadaman listrik di Jakarta dan sejumlah wilayah tempo hari dengan jaringan terorisme ini?

Jika Anda tinggal dan bekerja di Jakarta, Anda akan mengerti bagaimana ketergantungannya terhadap aliran listrik dan koneksi internet. Atau lihat bagaimana reaksi Presiden Jokowi yang sampai ‘mencak-mencak’ akibat listrik mati.

Terbayang, listrik di Jakarta yang hanya padam tak lebih dari 7 jam, berhasil membuat kota megapolitan ini lumpuh total.

Sambungan internet, lampu lalu lintas di tiap sudut Jakarta, transportasi berbasis online, MRT/KRL, transaksi melalui bank, e-money, seluruhnya mati total. Tanpa aliran listrik, perekonomian macet. Negara defisit. Jika seminggu saja ibu kota mengalami nasib naas seperti ini, negara pasti akan ambruk.

Tak terbayangkan, jika kelompok teroris seperti ini menginginkan negeri ini hancur terpuruk. Tak perlu repot-repot mereka melawan pasukan elite Polri dan TNI. Membuang tenaga, dan bukan lawan seimbang tentunya.

Mereka bisa saja merakit bom dengan daya ledak tinggi (high explosive) dalam jumlah banyak. Lalu setiap bom yang ada, diledakkan di pusat-pusat pembangkit listrik di seluruh nusantara. Dan bagaimana nasib bangsa ini setelahnya jika hal demikian benar-benar terjadi?

Tanpa sumber daya listrik, Indonesia akan kembali ke zaman perunggu di abad modern seperti ini.

Karenanya, jika PLN tak segera antisipasi dan berbenah diri maka tak menutup kemungkinan hal demikian bisa saja terjadi.

Mengutip perkataan Presiden Jokowi saat menyambangi Kantor PLN pada Senin (5/8) pagi, “Pertanyaan saya, bapak-ibu semuanya ini kan orang pinter-pinter. Apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun. Apakah tidak dihitung? Apakah tidak dikalkulasi akan ada kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya? Tahu-tahu drop gitu. Artinya, pekerjaan-pekerjaan yang ada tidak dihitung, tidak dikalkulasi. Dan itu betul-betul merugikan kita semuanya!”.

 

FOTO EKA SETIAWAN

Komentar

Tulis Komentar