Saya bertekad bahwa sempitnya lingkungan penjara tidak boleh membuat pikiran jadi sempit. Justru sebaliknya, saya ingin menjadikan kondisi saya di lapas saat itu menjadi pembuka bagi pikiran yang lebih luas dan lebih cerdas.
Perlahan saya mempelajari lingkungan baru saya, mempelajari orang-orang di sekitar saya, mencari tahu apa saja yang bisa saya lakukan agar saya tetap bisa bermanfaat bagi sesama, mencari tahu apa yang bisa menyenangkan hati saya, dan mencoba menemukan apa yang bisa saya lakukan untuk bekal menghadapi hari kebebasan saya nanti.
Setelah berhasil memahami kondisi dan lingkungan di sekitar, saya mulai melakukan hal-hal yang positif.
Hal-hal yang positif adalah hal-hal yang minimal bisa membuat diri ini merasa nyaman di dalam penjara. Berangkat dari situlah saya kemudian menemukan bahwa kunci kenyamanan hidup di penjara adalah hubungan yang baik dengan sesama penghuni lapas, termasuk juga dengan para petugas dan pejabat lapas.
Saya yakin ketika hubungan itu berjalan baik tidak akan ada gangguan yang berarti, karena semua bisa dikomunikasikan dengan baik. Jika terjadi suatu masalah semua pasti akan mencari jalan keluar yang terbaik bagi semuanya. Dan hubungan yang baik itu harus diawali dengan mencoba memahami arti keberadaan orang-orang di sekitar bagi saya. Apakah keberadaan mereka bisa menjadi medan beramal saleh atau justru dapat menambah dosa?
Lalu bagaimana caranya menciptakan hubungan yang baik dengan sesama penghuni lapas yang memiliki beragam latar belakang, termasuk dengan para petugas dan pejabatnya?
Sebagai seorang Muslim, saya diajarkan tentang adab dan akhlak terhadap sesama Muslim, terhadap sesama manusia, dan terhadap sesama makhluk Tuhan. Jadi, untuk menciptakan hubungan yang baik, saya hanya perlu menunjukkan akhlak yang baik sesuai ajaran Islam yang saya yakini kepada semua orang sesuai dengan kondisi dan kedudukan mereka masing-masing.
Di dalam penjara itulah saya belajar untuk tetap berakhlak baik meski terhadap pelaku kriminal sekalipun. Dan saya mendapati sebuah pelajaran yang sangat berharga, bahwa ternyata seorang kriminal sekalipun jika mereka dihargai dari sisi kemanusiaannya (sebagai manusia) mereka masih bisa menghargai kita.
Saya juga belajar untuk lebih tulus dan ikhlas dalam berbuat. Ketika masih di luar mungkin saya masih sering berpikir bahwa berbuat baik itu sebaiknya hanya kepada orang-orang baik saja, tapi di dalam penjara saya berhasil mengubah pemikiran itu. Jika saya benar-benar ikhlas, maka seharusnya saya tidak boleh pilih-pilih dalam berbuat baik.
Ya…saya menemukan arti ikhlas dalam berbuat baik kepada sesama adalah ketika di penjara. Saya berlatih untuk tidak mempedulikan sikap orang lain kepada saya, tapi lebih peduli pada apa yang saya lakukan pada mereka.
Jika mereka kemudian jadi menghormati saya atau berbuat baik kepada saya, maka itu saya anggap sebagai balasan dari Allah SWT yang diberikan kepada saya di dunia. Jika seandainya mereka masih punya niat jahat atau tidak menghargai saya, maka saya serahkan itu kepada Allah SWT karena itu urusan mereka dengan Tuhannya. Urusan saya adalah berbuat baik karena Allah, bukan karena manusia.
Hubungan yang baik dengan banyak orang membuat saya akhirnya dapat menemukan hal-hal yang menyenangkan dari hubungan itu. Hal-hal yang menyenangkan itulah yang kemudian membuat hari-hari saya di lapas menjadi penuh warna dan berarti.
Saya seperti menemukan dunia baru yang bisa menjadi alternatif dalam beramal selain yang sudah biasa saya jalani sejak dulu. Betapa tidak, hanya dengan mengobrol dan bercanda kami bisa saling menghibur dan menguatkan. Apalagi jika sampai bisa berbagi makanan atau sekedar membelikan kopi lalu ngopi bareng.
Saya bisa menemukan banyak hal yang menyenangkan dari hubungan baik dengan banyak orang itu karena saya selalu berusaha mensyukuri apa yang saya dapati. Jika tidak bisa bersyukur, maka sebanyak apapun kebaikan yang ditemui akan terus dirasa kurang. Sebaliknya, jika mudah bersyukur maka sedikit apapun kebaikan yang ditemui akan terasa sangat berarti.
Sumber ilustrasi: Pixabay.com
Komentar