Dalam era pasca 11 September, nama Al-Qaeda telah menjadi pusat perhatian opini pada isu terorisme global. Sosok Usamah bin Laden yang tinggi kurus dengan jenggot panjangnya telah menjadi ikon ketakutan yang seolah-olah bisa muncul kapan saja untuk menghantui masyarakat Barat. Namun, sebuah dokumenter BBC yang kontroversial, "The Power of Nightmares: The Rise of the Politics of Fear", mengajukan pertanyaan yang menggelitik: Apakah ancaman Al-Qaeda sebesar yang selama ini kita bayangkan?
Dokumenter ini, yang sayangnya tidak mendapat izin tayang di Amerika Serikat, menyajikan perspektif yang mengguncang paradigma umum tentang Al-Qaeda. Adam Curtis, pembuat film tersebut, mengajukan tesis bahwa ancaman terorisme internasional telah dilebih-lebihkan oleh para politisi. "Di era ketika semua ide besar telah kehilangan kredibilitasnya, ketakutan terhadap musuh hantu adalah satu-satunya yang dimiliki para politisi untuk mempertahankan kekuasaan mereka," ujar Curtis.
Salah satu poin krusial yang diangkat adalah kurangnya bukti konkret tentang jaringan Al-Qaeda yang konon tersebar di 40 negara. Robert Scheer, kolumnis Los Angeles Times, mengajukan pertanyaan tajam: Jika jaringan ini benar-benar ada, di mana penangkapan dan hukuman para anggotanya? Pertanyaan ini menggaung dalam keheningan, tanpa jawaban yang memuaskan dari pihak berwenang.
Dokumenter BBC ini menawarkan analogi menarik dengan menggunakan adegan dari film klasik "The Thief of Baghdad". Dalam film tersebut, seorang anak membuka botol di pantai, dan keluarlah jin raksasa yang menakutkan. Analogi ini menggambarkan bagaimana publik Barat, terutama Amerika, seolah-olah terhipnotis oleh sosok Usamah bin Laden yang diproyeksikan sebagai ancaman yang jauh lebih besar dari kenyataan.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi di balik layar politik ketakutan ini? Curtis berpendapat bahwa baik fanatisme Islam maupun Neo-konservatisme Amerika memiliki akar yang sama: keyakinan bahwa masyarakat modern telah menjadi korup dan materialistis, dan hanya dapat diselamatkan oleh mitos idealistis baru.
Sayyid Qutb, seorang guru sekolah Mesir yang berkunjung ke Amerika pada tahun 1940-an, terkejut dengan apa yang ia lihat sebagai kemerosotan moral masyarakat Barat. Pengalamannya ini mendorongnya untuk membantu mendirikan Ikhwanul Muslimin, sebuah gerakan yang bertujuan memurnikan kehidupan politik Islam. Di sisi lain, Leo Strauss, seorang filsuf politik di Universitas Chicago, melihat liberalisme Barat dalam kondisi runtuh karena individualisme yang merusak tanggung jawab sosial.
Kedua pemikiran ini, meskipun berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, sama-sama menghasilkan pandangan dunia yang digunakan untuk membenarkan perang ideologi mereka. Para pengikut Strauss, termasuk Paul Wolfowitz dan Dick Cheney, menerjemahkan ide-idenya ke dalam kebijakan Timur Tengah yang mendorong Amerika ke dalam perang Irak dan obsesi terhadap Usamah bin Laden.
Ironinya, pada tahun 1980-an, Amerika justru mendukung para "pejuang kebebasan" di Afghanistan—yang kemudian menjadi cikal bakal Taliban—dalam perlawanan mereka terhadap pendudukan Soviet. Usamah bin Laden, yang pindah ke Afghanistan pada tahun 1985, juga mendapat manfaat dari senjata dan pelatihan yang disediakan oleh Amerika. Dengan kata lain, Amerika telah membantu menciptakan monster yang kini mereka takuti.
Baca juga: Metamorfosis Gerakan Terorisme: Mengungkap Wajah Baru Ancaman Global
Lantas, bagaimana kita harus memandang ancaman Al-Qaeda hari ini? Dokumenter BBC menyimpulkan bahwa meskipun Islamisme gagal sebagai gerakan massa, serangan 11 September telah memberikan citra kekuatan yang jauh melebihi realitas sebenarnya. Bin Laden, yang sebelumnya lebih berperan sebagai penggalang dana, tiba-tiba menjadi sosok "Mister Big" yang menakutkan. Al-Qaeda, yang sebenarnya hanya asosiasi longgar, berubah menjadi titik fokus bagi pemuda Arab yang marah di seluruh dunia.
Namun, bukti-bukti tentang "sel tidur" Al-Qaeda di masjid-masjid dan lingkungan lokal di Barat tetap sulit ditemukan. Kasus-kasus yang diajukan ke pengadilan seringkali gagal karena kurangnya bukti yang kuat. Contohnya, kasus Ahmed Omar Abu, seorang mahasiswa Amerika yang ditahan di penjara Arab Saudi selama 20 bulan tanpa dakwaan, baru akhirnya didakwa dengan tuduhan merencanakan pembunuhan Presiden Bush. Namun, bahkan media seperti Newsweek meragukan kasus ini akan bertahan di pengadilan.
Pertanyaannya sekarang: Apakah kita telah terjebak dalam spiral ketakutan yang diciptakan sendiri? Apakah ancaman Al-Qaeda telah menjadi alat politik yang terlalu nyaman bagi pemerintah untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan meredam kritik
Pada akhirnya, kita perlu mempertanyakan narasi dominan tentang Al-Qaeda dan terorisme global. Apakah kita telah membiarkan ketakutan mendikte kebijakan luar negeri dan domestik kita? Apakah kita telah memberikan porsi terlalu banyak kekuatan kepada "hantu" yang mungkin tidak sekuat yang kita bayangkan?
Tantangan kita sekarang adalah bagaimana menyeimbangkan kewaspadaan yang diperlukan terhadap ancaman nyata terorisme dengan pemahaman kritis terhadap bagaimana ancaman tersebut dipresentasikan dan dimanfaatkan. Hanya dengan pendekatan yang lebih nuansa dan berimbang, kita dapat berharap untuk keluar dari jebakan politik ketakutan dan mulai membangun dunia yang lebih aman dan adil bagi semua.
Surabaya 2 Oktober 2024
Abu Fida
(Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies PPs UINSA)
Komentar