Salah satu aspek yang ada dari istilah ‘5R’ adalah resiliensi, menurut Reivich dan Shatté (2002) pengertian resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Tahapan tersebut merupakan sebuah tahapan terakhir setelah repatriasi, rehabilitasi, relokasi, dan reintegrasi yang ada dalam proses seorang deportan, returnis, atau FTF yang pernah bersinggungan dengan kelompok ekstrimis di suatu wilayah.
Alhamdulillah keempat tahapan tersebut telah saya lewati dengan dibumbui segala macam permasalahan baik itu kecil maupun besar. Sekarang tinggal bagaimana saya menyikapi proses resiliensi yang telah berjalan selama hampir 7 tahun ini. Apakah bisa konsisten atau tidak? Apakah berbagai macam kegiatan saya di isu PCVE ini bisa memberikan dampak positif bagi orang lain? Bagaimana jika saya berhenti dan coba melakukan hal baru dalam hidup?
Sederet pertanyaan tersebut pernah muncul beberapa kali dalam benak saya, namun tetap saja kegalauan tersebut kembali terhapus saat teringat proses repatriasi yang telah saya alami dan bisa dibilang menjadi kesempatan “hidup kedua”.
Sebagai self-counter untuk berbagai pertanyaan tersebut adalah, “Bagaimana para anak muda atau tiap-tiap orang terutama di bumi Indonesia ini yang masih semangat dalam merencanakan aksi-aksi teror? Atau nasib para WNI yang masih terjebak di camp-camp pengungsian negara konflik macam Suriah jika suatu saat akan ada upaya repatriasi Jilid 2? Dimana menurut paparan salah satu perwira menengah Densus 88 AT Polri saat berdiskusi dengan saya, masih terdapat ratusan orang yang terjebak di wilayah konflik timur tengah sana.
Jikalau saya egois dan tak memperdulikan masalah-masalah diatas sebenarnya tidak apa-apa, lagipula ada potensi para simpatisan kelompok teror akan semakin menganggap manusia seperti saya ini harus dimusnahkan karena membantu negara dalam melakukan giat-giat anti-teror dengan cara menyampaikan kisah yang katanya (para simpatisan) itu hoax dan hendak mendiskreditkan kelompok penegak (yang katanya) syariat Islam.
* * *
Jawabannya adalah beban moral, sebuah kalimat yang membuat saya kembali tegap berdiri untuk memberikan bantuan kepada para masyarakat, pemerintah, dan tentunya negara tercinta tempat kelahiran saya, Indonesia.
Sekalipun masih banyak PR yang masih perlu dibenahi agar negeri Indonesia ini menjadi lebih baik, bahkan sering mendapatkan protes dari berbagai kalangan mengenai kebijakan yang dirasa tidak solutif bagi rakyat, at least kontribusi saya yang kecil di isu PCVE diharapkan bisa menumbuhkan narasi damai dalam kehidupan bermasyarakat.
Aksi protes maupun demonstrasi yang acapkali dilakukan semoga bisa tetap berjalan sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan tidak melakukan aksi-aksi kekerasan, kebencian, serta membahayakan, apalagi berujung kepada aksi teror.
Kehancuran sebuah negeri pasca pecahnya Arab Spring di tahun 2011 yang pernah saya saksikan dengan mata kepala saya sendiri sungguhlah sangat memprihatinkan, saya berharap semoga kekacauan masif tersebut tidaklah terjadi di negeri Indonesia ini.
* * *
Tetap semangat dalam mengkampanyekan hal baik, semoga ketekunan dan konsistensi yang dilakukan setiap orang yang berharap akan terciptanya lingkungan/negeri aman, damai, toleran, bisa terealisasi dengan baik.
Komentar