Kehidupan Setelah Bebas
Pada akhir Juli 2019, atau 3 bulan setelah Pak Rifat bebas, saya berkesempatan berkunjung ke rumah Pak Rifat untuk menunaikan janji saya sejak sama-sama di Rutan Mako Brimob dulu, bahwa setelah ia bebas saya akan silaturahmi ke rumahnya. Selain tentunya melanjutkan program riset dan pendampingan yang saya lakukan padanya sejak Maret 2019.
Dari obrolan dengannya baik ketika di rumah maupun di warung kopi langganannya dia menceritakan tentang kehidupannya sepulang dari penjara.
Ia kembali menekuni pekerjaan lama yang menjadi hobinya, yaitu mengolah batu mulia (batu akik) dan menghidupkan kembali motor-motor antik yang ada di garasinya setelah 4 tahun ditinggal tanpa ada yang menyentuhnya lagi.
Ia ingin menjual semua koleksinya itu untuk modal menikahkan anak laki-laki pertamanya di mana sebenarnya keluarga calon istrinya sudah ingin segera menikahkan sejak Pak Rifat masih di dalam penjara, namun sang anak bersikeras harus menunggu ayahnya bebas. Satu poin positif di cerita ini, calon besannya tidak mempermasalahkan status Pak Rifat yang merupakan mantan napiter.
Dan jika masih ada sisa mungkin akan dipakainya sebagai modal usaha jual beli motor bekas dan meneruskan hobi merestorasi motor-motor lama (antik).
Anak laki-lakinya yang akan menikah itu telah bekerja sebagai teknisi AC dan Kulkas yang sudah cukup punya nama di kotanya dan mampu menghidupi keluarga Pak Rifat selama ditinggal di penjara.
Pada saat ngobrol di rumahnya, ada calon pembeli yang datang berminat membeli salah satu motor koleksinya, sebuah motor sport tahun 1975 dalam kondisi hidup (normal) dan spare part-nya full original meski kurang mulus pada beberapa bagian. Harga penawaran dibuka pada posisi Rp. 20 juta. Wow! Harga yang cukup mahal untuk motor tua dengan kondisi telat bayar pajak selama 4 tahun.
Ketika ditanya tentang kendala yang ia hadapi tatkala kembali ke masyarakat, ia menjawab hampir tidak ada masalah yang berarti. Masyarakat di sekitarnya sama sekali tidak mempermasalahkan statusnya itu dan dapat menerima dirinya dengan baik.
Keluarga besarnya yang dulu tidak membesuknya ke penjara juga sudah tidak ada masalah. Ternyata, dulu mereka tidak membesuknya ke penjara karena malas berurusan dengan “birokrasi keamanan”. Biasanya memang setiap pembesuk akan dilakukan profiling singkat oleh Intelkam Polres setempat.
Yang justru ia anggap masalah adalah adanya seorang simpatisan ISIS yang pernah datang ke rumahnya dan menginterogasinya: apakah dirinya akan mengikuti program-programnya BNPT, apakah dirinya menerima kunjungan dari aparatur negara, dst.
Ia merasa sangat terganggu dan tidak nyaman karena hal itu. Ia hanya ingin hidup tenang membangun kembali keluarganya yang sempat terlunta-lunta karena dirinya dipenjara, tapi masih saja ada yang datang untuk merecoki kehidupannya.
Dirinya tak habis pikir, apa sebenarnya yang diinginkan orang itu. Apa untungnya dan apa ruginya jika misalnya dirinya menerima kunjungan dari aparatur negara atau mengikuti kegiatan pembinaan BNPT.
Tapi dari situ akhirnya Pak Rifat memutuskan bahwa untuk sementara atau setidaknya dalam setahun pertama, ia masih akan fokus di keluarga. Belum bersedia mengikuti kegiatan atau program pembinaan yang dilakukan oleh negara (BNPT dkk).
Ia ingin hidup tenang dan memastikan tidak ada lagi oknum simpatisan ISIS yang merecoki kehidupannya. Barulah ia akan menentukan apakah akan ikut program pembinaan ataukah tidak.
Kini dia sudah benar-benar bisa hidup dengan tenang. Melanjutkan hobbinya merestorasi motor-motor tua dan bermain dengan kedua cucunya. Terakhir dalam obrolan WhatsApp beberapa hari yang lalu dia sempat berkelakar, “Aku sekarang sudah agak langsing Rif, karena sudah tidak bisa makan bebas seperti dulu lagi, hahaha”. “Yang penting sehat pak”, balas saya.
S-E-L-E-S-A-I
(Ilustrasi: Pixabay)
Komentar