Pengguna Jalan yang Egois dan Egoisme Pelaku Teror

Other

by Arif Budi Setyawan

Jika Anda adalah warga Indonesia yang tinggal di perkotaan terutama kota-kota besar, Anda pasti sering menemui emak-emak naik motor yang kasih sein ke kiri tapi beloknya ke kanan dan sebaliknya.


Atau menemui anak-anak di bawah umur yang sudah mengendarai motor di jalan raya yang padat dan ramai dengan gaya yang cenderung semaunya sendiri.


Atau menemui orang-orang yang suka memotong jalur dengan tiba-tiba, menerobos lampu merah, dan beberapa perilaku buruk lainnya yang membahayakan keselamatan orang lain di jalan raya.


Semua sepakat jika itu semua adalah tindakan-tindakan yang egois. Hanya mementingkan dirinya sendiri. Tidak peduli dengan keselamatan dan kenyamanan orang lain. Semuanya dilakukan asal bisa cepat sampai. Asal dirinya selamat. Dan seterusnya.


Itulah potret masyarakat kita dalam berlalu lintas di jalan raya. Hal-hal seperti itulah yang seringkali memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas yang tak jarang harus menelan korban jiwa. Kesadaran akan tertib berlalu lintas demi keselamatan bersama masih sedemikian rendahnya.


Bukankah yang demikian ini adalah ancaman bagi keselamatan kita bersama? Bukankah yang demikian ini adalah salah satu bentuk ‘teror’ yang mengancam keamanan dan keselamatan di jalan raya?


Di sisi lain, di negeri ini juga hidup segelintir orang -termasuk saya di masa lalu- yang punya pemahaman bahwa solusi untuk keluar dari kondisi yang serba tidak ideal dan cenderung kacau balau adalah dengan melakukan perlawanan. Dengan menumbangkan sistem yang tidak sesuai dengan keyakinannya. Dan yang lebih ekstrim lagi harus dengan memerangi negara.


Orang-orang ini hari ini lebih kita kenal dengan sebutan kelompok teroris. Mereka pikir solusi versi mereka itu adalah solusi bagi semua lapisan masyarakat. Padahal yang punya pemahaman seperti itu hanya mereka. Dan jumlah mereka sangat sangat sedikit sekali.


Mereka asal saja melakukan aksi-aksinya. Yang penting menyerang. Yang penting dirinya bisa mati dalam keadaan ‘berperang’. Tak peduli pada dampak yang diakibatkan oleh ulahnya itu. Tak peduli jika dampaknya malah semakin memperkeruh keadaan.


Mereka ini sebenarnya sama saja dengan para pengguna jalan yang egois itu. Sama-sama asal tujuan pribadinya tercapai tanpa peduli dengan orang lain.


Tetapi, mengapa kita lebih terpaku pada ancaman ‘terorisme’ yang dilakukan oleh sebagian kecil (sangat kecil) masyarakat kita yang terpapar pemikiran dan pemahaman radikal daripada ancaman yang ditimbulkan oleh perilaku egois masyarakat kita ketika berkendara di jalan raya? Padahal keduanya sama-sama ancaman bagi keselamatan jiwa kita semua.


Jika negara menghabiskan banyak dana untuk menanggulangi dan mencegah tindakan ‘terorisme’, maka seharusnya negara juga melakukan hal yang sama untuk mengedukasi masyarakat agar lebih tertib dalam berlalu lintas.


Hari ini pada kenyataannya kita memang lebih takut kepada ancaman terorisme daripada ancaman ‘teror’ dari perilaku egois masyarakat kita dalam berkendara. Mengapa bisa begitu?


Ingat, korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas itu jauh berlipat-lipat daripada korban serangan teroris. Maka sudah seharusnya hal ini juga menjadi perhatian kita yang lebih serius.



ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar