Dampak COVID-19 ke Usaha Mantan Napiter yang Baru Bebas

Other

by Arif Budi Setyawan

Pagi kemarin saya mendapat kabar bahwa sahabat saya merumahkan dua orang karyawannya. Sahabat saya ini adalah seorang pengusaha rumah makan yang sudah cukup besar di daerah kami. Baru-baru ini ia selesai memperluas rumah makan dan menambah ruangan VIP di rumah makannya.


Saya terkejut mendengar kabar itu. Tak menyangka dampak pandemi corona sudah cukup signifikan dirasakan oleh kawan saya itu. Dampak corona mulai terlihat dengan jelas di daerah kami. Tidak hanya sahabat saya itu,tapi hampir semua sektor merasakannya. Termasuk jualan roti adik saya.


Saat pandemi corona ini saya sering menelepon kawan-kawan saya yang berada di kota-kota lain. Menanyakan kabar dan saling memotivasi. Hampir semuanya mengeluhkan dampak pandemi ini. Tapi pada akhirnya semua menyadari mungkin inilah cara Tuhan memperingatkan manusia yang mulai lalai dan cenderung semakin serakah.


Di antara kawan-kawan itu ada tiga orang yang merupakan mantan napiter yang baru bebas beberapa bulan. Tiga orang ini mempunyai cerita yang berbeda mengenai usahanya di tengah pandemi covid-19.


Orang pertama sebut saja namanya Yanto. Ia baru bebas sekitar enam bulan yang lalu. Dia sedang merintis usaha suplier daging bebek untuk rumah makan dan warung-warung di daerahnya. Usahanya bisa dibilang berkembang cukup pesat. Dari yang awalnya ambil 1,5 kwintal per dua hari, terakhir sudah naik menjadi 1,5 ton per dua hari. Perkembangan itu dicapai hanya dalam waktu kurang lebih 4 bulan.


Tapi sejak pekan kemarin rumah potong mulai mengurangi kapasitas produksi. Dan kemungkinan akan semakin dikurangi lagi jika pandemi corona ini masih tak kunjung mereda. Hal itu disebabkan pasokan dari peternak juga mulai berkurang. Karena harga pakan yang semakin naik dan kekhawatiran semakin menurunnya daya beli masyarakat akibat pandemi corona, banyak peternak yang mengurangi kapasitas.


Bagi Yanto ini adalah pukulan telak bagi pemain awal seperti dirinya. Menurunnya daya beli masyarakat itu memang sudah mulai terasa. Namun ia bersyukur sudah sempat menabung sedikit-sedikit dari hasil usahanya itu. Ia bermaksud membeli mobil pick up dari tabungan itu. Tapi mungkin akan ditunda dulu karena badai pandemi corona ini.


Untuk mengantisipasi seretnya bisnis suplier daging bebek, ia juga mulai mengembangkan usaha baru. Produksi kripik usus. Ia berharap minimal masih ada kerjaan di tengah krisis ini.


Lain lagi dengan orang kedua. Sebut saja namanya Syahrizal. Ia sedang merintis usaha produksi permen buah. Selama ini pangsa pasarnya yang utama adalah toko oleh-oleh yang menjamur di kotanya. Kota tempat tinggalnya memang terkenal sebagai daerah wisata. Ketika semua tempat wisata ditutup karena wabah corona, dampaknya pun langsung terasa. Penurunan omzet secara drastis ia rasakan dalam beberapa pekan terakhir.


Namun ia masih menyimpan harapan. Produknya akan laku keras di bulan Ramadan untuk dijadikan suguhan di hari Idul Fitri. Tapi khawatir juga jika corona tidak kunjung mereda. Jangan-jangan silaturahmi di hari Idul Fitri juga tidak ada gara-gara wabah corona.


Bagi Syahrizal ini cobaan yang cukup berat di awal ia merintis pasar bagi produk usahanya. Ia telah menghabiskan cukup banyak modal untuk memulainya. Mengurus izin produksi, mempatenkan merek dagang, dan saat ini sedang dalam pengurusan sertifikat halal dari MUI. Semua itu cukup menguras mental dan finansial.


Cerita orang ketiga beda lagi. Sebut saja namanya Rizki. Ia baru bebas awal Januari yang lalu. Saat ini ia bekerja sebagai sopir mobil layanan sosial sebuah yayasan sosial. Ia bertugas mengantarkan orang sakit, jenazah, dan orang tidak mampu yang membutuhkan transportasi baik untuk dalam kota maupun antarkota.


Yayasan tempat ia bekerja memang salah satunya fokus di layanan seperti itu. Karena adanya pandemi corona ini ia jadi lebih banyak menganggur. Kalaupun toh ada kerjaan, itu hanya untuk seputar dalam kota saja.


Namun ia cukup bersyukur. Karena dengan begitu ia jadi punya waktu lebih banyak dengan anak-anaknya yang juga libur sekolahnya. Ia menjadi satu-satunya kawan saya yang tertawa-tawa di telepon ketika menceritakan kondisinya.


Rupa-rupanya ada yang bahagia bisa menghabiskan banyak waktu bersama anak-anaknya di tengah pandemi corona.

Komentar

Tulis Komentar