Serangan Polisi di Wonokromo, Bukti Indonesia Masih Rentan Ancaman?

Analisa

by Kharis Hadirin

Serangan menyasar anggota Polri terjadi di Markas Polsek Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur. Peristiwa itu terjadi tepat pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia, Sabtu (17/8) pukul 16.45 WIB. Akibat serangan itu, salah satu petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), Aiptu Agus mengalami luka bacok.

Belakangan, diketahui bahwa pelaku adalah Imam Musthofa asal Sumenep, Madura. Pria kelahiran 15 Juli 1988 tersebut, awalnya datang seorang diri ke Polsek Wonokromo. Ia disambut oleh seorang petugas jaga dan ditanyakan maksud kedatangannya. Belum selesai bertanya, pelaku tiba-tiba melakukan penyerangan dengan menggunakan senjata tajam yang ia ambil dari balik bajunya.

Beruntung aksi brutal tersebut diketahui petugas lain sehingga bisa dihentikan. Dan dari hasil penggeledahan terhadap pelaku, di dalam ransel yang dibawa oleh pelaku ditemukan beberapa jenis senjata tajam dan beberapa perlengkapan pribadi.

Menariknya, motif penyerangan tersebut diduga karena motif keinginan untuk melaksanakan syari’at jihad.

Ini terungkap dari pernyataan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera sebagaimana dikutip dari Tirto (19/8), berdasarkan pemeriksaan awal pelaku, ia ingin menerapkan apa yang dipelajarinya sendiri dari dunia siber.

(pelaku) Berguru pada internet melalui konten Ustaz Aman Abdurrahman,” imbuhnya.

Belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian soal apakah pelaku penyerangan terafiliasi pada jaringan ISIS. Namun melihat dari pola serangan, terdapat kemiripan atas sejumlah kasus serupa yang terjadi beberapa tahun belakangan.

Misalnya pada kasus penyerangan posko polisi lalu lintas di Cikokol, Tangerang pada 2016 lalu. Pelaku melakukan serangan secara membabi buta kepada beberapa aparat kepolisian yang sedang berjaga di sana. Aksi ini sendiri dilakukan seorang diri.

Kasus serupa juga pernah terjadi di Mapolda Riau. Tiga orang pelaku melakukan aksi serangan terhadap beberapa anggota kepolisian yang berjaga disana. Akibatnya, seorang anggota meninggal akibat luka senjata tajam, sementara tiga pelaku tewas setelah tertembus timah panas petugas.

Dari keseluruhan kasus di atas, memiliki identitas yang sama, yakni bagian dari Jama’ah Anshorud Daulah (JAD) yang terafiliasi pada kelompok ISIS.

Adapun korelasi pada kasus serangan di Wonokromo, Surabaya, jika memang benar bahwa pelaku adalah bagian dari kelompok tersebut, tentu ini memunculkan hipotesa bahwa ISIS tak benar-benar mati.

Sehingga, meski biang dari kelompok ini di Suriah sudah ‘diberedeli’ habis oleh militer pemerintah dan pasukan sekutunya, bahkan Aman Abdurrahman yang menjadi motor penggerak jaringan JAD di Indonesia juga sedang menikmati masa vonis matinya di balik jeruji penjara, namun hal demikian tak menyurutkan nyali para simpatisannya untuk terus bergerak menebar teror.

Benar bahwa organisasi JAD telah dibekukan pemerintah melalui putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (31/7/2018), namun agaknya hal tersebut berlaku pada organisatoris. Dan artinya, hal demikian bukan berarti mematikan semangat perjuangan.

Semangat inilah yang setiap saat selalu dirawat. Jika sebelumnya bergerak secara berkelompok, maka kali ini lebih bertumpu pada sel-sel kecil yang bergerak secara mandiri dan sporadis.

Sepakat bahwa aksi teror sel-sel JAD relatif makin menurun implikasinya, seperti halnya serangan dengan menggunakan bom seperti pada kasus Thamrin, Jakarta 2016 lalu. Namun kini justru semakin sulit untuk dideteksi.

Kondisi ini tentu tidak bisa dipastikan sampai kapan kelompok ini akan berhenti membuat teror. Sebab pemerintah sendiri tidak memiliki angka pasti akan jumlah simpatisan kelompok JAD di Indonesia.

Pemerintah mungkin masih bisa menerka jumlah WNI yang tergabung bersama kelompok ISIS di Suriah, tapi itu tidak untuk simpatisannya di Indonesia.

Mungkin saat ini mereka sedang berhibernasi, namun suatu saat akan keluar ketika merasa sudah lelah untuk berdiam diri. Karenanya, pemerintah sudah sepatutnya untuk selalu waspada, sebab sejatinya Indonesia masih rawan ancaman teror.

FOTO ISTIMEWA

Aneka barang yang dibawa pelaku saat menyerang anggota Polri di Markas Polsek Wonokromo Surabaya

Komentar

Tulis Komentar