Penembakan di El Paso: Terorisme Karena Ketakutan Pada Invasi Imigran

Analisa

by Rosyid Nurul Hakiim

Penembakan massal yang terjadi di pusat perbelanjaan di El Paso, Texas, Amerika Serikat adalah bentuk terorisme yang nyata. Hal ini semakin menguatkan argumen bahwa label teroris tidak seharusnya melekat pada agama tertentu saja.  Patrick Crusius benar-benar menebar teror dengan membunuh 20 orang dan membawa nuansa politik dalam tindakannya. Gambaran ini sesuai dengan definisi terorisme itu sendiri.

Seperti yang diberitakan berbagai media di Amerika Serikat, pada Sabtu, 3 Agustus 2019 siang telah terjadi penembakan di pusat perbelanjaan Walmart di dalam Cielo Vista Mall, Kota El Paso, Texas. Seorang pemuda menembaki kerumunan orang yang berada di lokasi tersebut dengan senjata laras panjang, AK 47. Diketahui, pemuda berusia 21 tahun itu bernama Patrick Crusius yang berasal dari Kota Allen, sekitar 48 kilometer dari Kota El Paso. Saat ini, pemuda tersebut sudah ditangkap dan diperiksa oleh pihak kepolisian.

Sebelum terjadinya penembakan, beberapa media Amerika sempat menemukan bahwa muncul manifesto yang beredar secara online. Manifesto itu muncul di laman 8chan, satu setengah jam sebelum penembakan. Bahkan ada pemberitaan yang menyebutkan 20 menit sebelum kejadian. Manifesto itu juga menyebar di sosial media. LA Times mencatat bahwa manifesto tersebut berisi tentang ancaman soal invasi imigran Latin ke Amerika. Bahkan sang penulis menyatakan setuju terhadap penembakan yang terjadi di Christchurch, New Zealand. Tulisan tersebut diunggah oleh seseorang tanpa nama. Meskipun demikian, banyak pihak yang yakin bahwa unggahan tersebut sangat berkaitan dengan Patrick, sang pelaku penembakan.

Beberapa bulan terakhir, El Paso memang sedang menjadi pembicaraan di Amerika Serikat. Letaknya yang berdekatan dengan perbatasan Meksiko membuat isu soal imgran muncul. Beberapa membahas soal masuknya ribuan orang dari Amerika Tengah di kota tersebut dan beberapa kota sekitarnya. New York Times mencatat bahwa mayoritas warga di El Paso adalah keturunan Latin. Ada sekitar 682.000 orang dengan latar belakang Hispanic disana.

Mengikuti perkembangan berita tentang penembakan di El Paso, Texas, dapat dikatakan bahwa ketakutan terhadap datangnya ancaman kepada rasnya, adalah salah satu alasan kuat terjadinya penembakan. Invasi yang dinarasikan datang dari para imigran itu memunculkan ketakutan akan hilangnya superioritas dari ras kulit putih. Ketakuatan itu kemudian mendorong munculnya keinginan untuk mempurifikasi dan mengembalikan kejayaan dari ras milik Patrick Crusius tersebut.

Narasi seperti ini kerap muncul dalam beragam tindakan terorisme. Hal ini kemudian diikuti dengan munculnya justifikasi untuk melakukan kekerasan terhadap sumber ketakutan itu. Mereka yang kemudian melakukan kekerasan itu cenderung melihat kelompok lain sebagai sosok bukan manusia. Sehingga Patrick sangat mudah memuntahkan pelurunya ke orang-orang yang tidak bersalah.

Dari sebanyak 20 orang yang meninggal dunia dan puluhan lain yang terluka, Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Houston, Amerika Serikat, melaporkan tidak ada Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban. Melalui siaran persnya, perwakilan Pemerintah Indonesia itu menjelaskan bahwa terdapat 11 orang WNI yang tinggal di El Paso, Texas. Pihak Konsulat telah melakukan pengecekan melalui simpul-simpul masyarakat Indonesia di kota tersebut. Hasilnya, semua WNI dalam kondisi aman. Namun, Konsulat tetap menyarankan kepada WNI yang berada dekat dengan lokasi kejadian untuk tetap waspada.

Sementara itu, selang beberapa hari, penembakan kembali terjadi di Amerika Serikat. Kali ini terjadi di Ohio dan menewaskan sekitar 9 orang. Pelaku yang masih berusia 24 tahun itu juga ikut tewas setelah polisi melepaskan tembakan untuk melumpuhkannya. Polisi masih menyelidiki motif dibalik penembakan yang juga menewaskan adik kandung pelaku. Beberapa sumber mengatakan bahwa Connor Bets, sang pelaku penembakan, sering mendengar bisikin dari sisi jahat dirinya. Meskipun demikian, polisi juga masih menyelidiki motive ras dibalik tragedi ini. Sebab, sebagaian besar korban adalah warga berkulit hitam.

 

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar