Pentingnya Support System di Kanal Media Sosial

Analisa

by nurdhania

Media sosial bagi pisau bermata dua. Di satu sisi, media sosial efektif untuk jadi sarana menolong orang lain dan kebaikan-kebaikan lain, namun di sisi lain, media sosial juga kerap jadi alat untuk menyebarkan misinformasi, hoaks hingga ujaran kebencian.

Soal media sosial yang efektif jadi sarana menolong orang lain, salah satu contohnya adalah "pinky promise". Di mana seorang bocah punya cita-cita jadi atlet tenis profesional ingin "menantang" petenis kenamaan untuk bertanding.

Adalah seorang bocah laki-laki bernama Zizou, pada tahun 2017 silam, bertanya langsung pada Roger Federer, seorang atlet tenis kenamaan. Saat itu konferensi pers sedang berlangsung.

"Apakah Anda bisa tetap bermain 8 - 9 tahun ke depan agar saya bisa bermain dengan Anda saat saya sudah jago atau pro (profesional)?" tanya Zizou.

Roger menjawabnya iya dan juga berjanji. Bahkan Roger sampai mengatakan "pinky promise".

Mimpi jadi kenyataan. Pada tahun 2022, Roger menepati janjinya dan mengajak Zizou bermain tenis dengannya. Momen ini mengharukan sekaligus membanggakan. Melalui channel YouTube Barilla, hal ini diunggah, termasuk di akun Twitter milik Zizou.

Apa yang terjadi pada Zizou ini ternyata "menular" sampai netizen! Video berjudul "The Promise" itu dibanjiri komentar positif, "like" dan tak sedikit yang membagikan ulang agar makin banyak orang melihatnya. Ini memberikan semangat besar pada Zizou "yang lain" untuk mengejar mimpi. Terimakasih Zizou!

Selain kisah Zizou dan Federer, ada lagi kisah seorang atlet renang asal Inggris, Adam Peaty. Dia mengunggah foto surat dari penggemarnya yang berusia 9 tahun. Isinya, dukungan dan apresiasi terhadap Peaty.

Gadis kecil yang bersurat ke Peaty ini juga menceritakan pengalaman berenangnya serta mimpinya untuk jadi atlet renang profesional di kemudian hari. Unggahan di Twitter itu menuai berbagai komentar positif.

Dari kisah kedua bocah di atas, media sosial bisa jadi sarana kebaikan. Dia bisa terwujud karena adanya "support system" yang baik, terutama dari kalangan netizien. Ada pula peran keluarga termasuk para atlet itu sendiri.

Ada peribahasa Afrika "It Takes a Village to Raise Children". Artinya "dibutuhkan satu desa untuk membesarkan dan mendidik anak". Pada konteks kekinian, itu bisa diartikan tak hanya di rumah atau masyarakat alias "offline", namun diksi "satu desa" itu bisa pula diartikan jagat dunia maya.

Oleh sebab itu, kita sebagai individu maupun keluarga yang sudah lebih dulu mengenal internet, tentunya mesti membekali diri dengan berbagai pengetahuan tentangnya, tak terkecuali soal media sosial hingga keamanannya.

Apalagi di era teknologi yang makin hari makin canggih, tersedianya berbagai macam fitur baru, unik, menarik dan "terupdate". Bantu anak-anak ketika berselancar di dunia maya. Jangan sampai privasi mereka dilanggar. Termasuk di sini masih adanya berbagai konten yang melabeli dirinya "ramah anak", namun ternyata justru sebaliknya.

Menemani anak-anak berselancar di dunia maya masih sangat diperlukan. Caranya, bisa saja dengan menjadi teman diskusinya untuk misalnya, membahas soal "aturan-aturan" bermedia sosial, jadwal "screen time", hingga apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat bermedia sosial.

Tentunya, berbuat baik "nggak" bisa sendirian. Kita harus bareng-bareng atau harus ada "support system".

 

ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar