Terorisme Musuh Budaya dan Peradaban

Analisa

by Munir Kartono

Akhir Januari lalu, saya mampir di Kota Semarang. Bagi saya, bukan hanya mengingatkan pada kesempatan emas sempat bertemu dengan Ganjar Pranowo, November silam. Ketika itu, saya menemui orang nomor satu di Jawa Tengah itu di Puri Gedeh, rumah dinasnya.

Kembali ke Semarang kali ini sebenarnya hanya selewatan. Namun, pikiran sekadarnya itu hilang saat armada taksi online yang akan mengantarkan saya melintasi sebuah bangunan kuno besar tak jauh dari Simpang Lima. Bangunan tersebut biasa dikenal sebagai Lawang Sewu.

Lawang Sewu, seperti kisahnya yang digambarkan Wikipedia adalah sebuah landmark peninggalan masa kolonial Belanda yang dulu merupakan kantor perusahaan kereta api pertama di Hindia Belanda, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij.

Semarang, seperti beberapa daerah di Indonesia lainnya, memang memiliki sejumlah bangunan yang pada zamannya menjadi simbol dari kolonialisme. Bahkan Istana Negara Jakarta juga merupakan bangunan peninggalan kolonial.

Pemandangan menarik tentang bangunan kuno seperti mengajak saya melintasi waktu menuju ke masa lalu. Memenuhi ruang akal saya tentang gambaran kehidupan di masa lampau. Tak hanya Semarang dan Indonesia, landmark bangunan peninggalan sejarah peradaban manusia juga bisa kita jumpai di belahan dunia lainnya.

Seperti Machu Picchu di Peru yang jadi situs warisan dunia, Kuil Babilonia dan Kuil Baalshamin di Palmyra-Irak. Begitu banyak situs-situs bersejarah yang menjadi warisan peradaban manusia dari masa ke masa.

Namun, tidak semua situs-situs warisan peradaban dahulu masih dapat kita jumpai. Beberapa tempat situs tersebut telah rusak dan hancur akibat ulah segelintir manusia. Dua kuil yang saya sebutkan di atas misalnya. Kuil-kuil tersebut telah dirusak oleh dan dihancurkan oleh militan teroris ISIS yang menguasai Irak medio 2015 lalu.

Atas dasar pemahaman agamanya yang sempit, kelompok teror tersebut merusak dan membom situs bersejarah di Irak karena bertentangan dengan keyakinan yang mereka miliki. Tak hanya situs-situs bersejarah itu, kelompok teror tersebut juga menghancurkan berbagai artefak peninggalan peradaban kuno.

Lantas bayangkan apa yang akan terjadi saat kelompok-kelompok teror tersebut menguasai negeri ini? Bayangan kerusakan dan kehancuran tidak cuma akan menerpa gedung-gedung pemerintahan dan swasta, sarana dan prasarana umum, lembaga pendidikan tapi mungkin kita tidak akan lagi bisa menikmati keindahan Candi Borobudur, kita akan kehilangan Lawang Sewu, bahkan mungkin kita juga akan kehilangan Masjid Istiqlal yang bagi kelompok teror tersebut dan para pendukungnya dianggap sebagai Masjid Dhiror.

Terorisme yang menjadikan pemahaman agama yang salah dengan doktrin-doktrinnya yang dipaksakan akan menjadi alat legitimasi untuk menghancurkan tiap sendi kehidupan termasuk seni, budaya dan peradaban.

Tidak akan ada lagi seni dan budaya. Apapun yang tidak sesuai dengan pemahaman kelompok teror akan dihancurkan dan dirusak.

Melawan kelompok teror dengan pemahaman sesatnya bukan saja upaya membebaskan manusia dari kekerasan, teror dan praktik anti-kemanusiaan melainkan juga menyelamatkan segala produk peradaban manusia dan sejarah kehidupan umat manusia. Karena itu, melawan terorisme adalah upaya kita bersama.

 

Komentar

Tulis Komentar