Menguji Akhlak Dalam Sebuah Perjalanan

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Semua orang pasti pernah melakukan perjalanan, entah dekat atau jauh. Banyak kebutuhan manusia yang tidak bisa dipenuhi oleh lingkungan sekitarnya. Baik itu kebutuhan materi seperti sandang pangan dan harta benda, maupun kebutuhan rohani seperti ilmu dan menyambung hubungan kekerabatan. Semua harus melalui sebuah perjalanan untuk mendapatkannya.

Sebuah perjalanan yang kita lakukan seringkali memberi kita lebih banyak pelajaran tentang kehidupan. Mengajari kita bahwa masih banyak ragam kehidupan manusia yang belum kita ketahui. Mengajarkan pada kita bahwa masih banyak jenis manusia yang belum pernah kita jumpai. Dan selalu ada yang baru dalam setiap perjalanan.

Sebuah perjalanan juga akan menguji sejauh mana kemampuan sosial kita. Apakah kita masih bisa bersikap ramah kepada orang yang baru kita temui? Apakah kita masih bisa dermawan terhadap orang yang tidak kita kenal sebelumnya? Apakah kita masih mau berbagi dengan orang-orang yang sikapnya sebenarnya menyebalkan (misalnya merokok seenaknya)?

Atau apakah kita berani menegur perilaku buruk orang yang tidak kita kenal sebelumnya? Atau bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang menurut kita kampungan dan norak yang kita temui di perjalanan?

Mau diakui atau tidak, di era modern dengan teknologi yang serba canggih di mana manusia telah menciptakan banyak alat dan mesin yang luar biasa, termasuk teknologi komunikasi yang telah sampai pada era di mana kita bisa berhubungan dengan seluruh penduduk bumi melalui media sosial, sikap atau kemampuan sosial itu semakin berat untuk dipertahankan karena tantangannya semakin besar.

Betapa tidak. Di dalam genggaman kita ada segudang nama dan akun yang telah lama kita ketahui atau kita kenal yang sangat mungkin lebih asyik untuk ‘menemani’ perjalanan daripada memperhatikan orang-orang yang baru ditemui di sekitar kita.

Atau lebih asyik mendengarkan musik dan video kesukaan kita dari gawai kita masing-masing daripada berbincang dengan orang yang kelihatan norak atau kampungan.

Kalau dulu sebelum ada gawai canggih yang mudah dimiliki, dalam perjalanan panjang mau tidak mau kita akan bercakap-cakap dengan orang di sekitar kita untuk mengusir kebosanan.

Tapi kini dengan adanya banyak alternatif kegiatan lain dalam perjalanan, hal itu menjadi semakin jarang ditemui. Meskipun masih ada juga sih yang masih senang begitu.

Dulu, di sebuah forum (online) backpacker, ada sebuah kisah seorang pengusaha muda yang cukup sukses tetapi punya hobby solo travelling dengan cara backpacking. Ia senang bepergian dengan meminimalisir pengeluaran, yaitu sedapat mungkin ia bisa mendapatkan tumpangan dan penginapan gratis dalam perjalanannya.

Hal itu ia lakukan bukan karena pelit atau berhemat, karena ketika dalam perjalanan ia menemui orang yang sedang membutuhkan, ia bisa menyedekahkan jutaan uangnya dalam sekali pemberian.

Tetapi ia melakukan hal itu adalah untuk menguji kemampuan sosialnya. Apakah ia bisa menarik simpati orang lain dengan sikap dan akhlaknya, bukan karena yang lainnya. Ia juga ingin membantu orang-orang yang baru ditemui karena baginya itu lebih menyenangkan daripada membantu orang-orang yang sudah ia kenal sebelumnya.

Jadi, bagaimana sikap kita terhadap orang-orang di sekitar kita dalam setiap perjalanan merupakan cerminan kualitas akhlak sosial kita. Karena kita sedang menyikapi orang-orang yang belum pernah kita temui sebelumnya.

Kita bersikap baik pada tetangga, rekan kerja, atasan, anak buah, dan saudara serta kaum kerabat itu adalah hal biasa karena sehari-hari kita hidup di antara mereka.

Tetapi kita bisa tetap berbuat baik kepada orang-orang yang baru kita temui di perjalanan tanpa mempedulikan latar belakang kehidupannya (agama,profesi,status,dll) itu baru bisa disebut sebagai kualitas akhlak kita yang sebenarnya.

Perjalanan adalah ujian bagi akhlak dan kepribadian kita.

Komentar

Tulis Komentar