MIT bagi Pendukung ISIS di Indonesia

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Setelah lama diburu, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah, Ali Kalora akhirnya berhasil ditembak mati oleh Satuan Tugas (Satgas) Madago Raya. Selain Ali Kalora, seorang anggota MIT juga ikut tewas dalam kontak senjata itu, yakni Jaka Ramadhan alias Ikrima.

Jaka Ramadhan alias Ikrima disebut-sebut berasal dari daerah Pandeglang Banten dan merupakan salah satu deportan yang gagal bergabung dengan ISIS di Suriah. Bergabungnya Jaka ke MIT ini pasti setelah melalui mata rantai panjang yang menghubungkan dari Pandeglang ke Poso. Tentu tidak bisa tiba-tiba saja ia sudah sampai di Poso dan bergabung dengan kelompok Ali Kalora. Pasti ada proses yang tidak sederhana.

Bagaimana persisnya Jaka bisa bergabung dengan MIT tentu tidak bisa diketahui dengan pasti karena yang bersangkutan tidak bisa ditanya lagi (meninggal dunia). Tetapi, berdasarkan potongan-potongan sejarah sepak terjang MIT, kita bisa melakukan analisis mengenai bagaimana MIT bisa memiliki banyak pendukung dari berbagai penjuru negeri.



Tiga Fase Narasi Perjuangan MIT

Sebagai orang yang pernah terlibat aktif dalam membesarkan nama MIT, saya merangkum ada tiga fase narasi dalam perjuangan MIT sejak awal berdiri, yaitu:

1. Fase pertama: Program pelatihan

Program pelatihan itu sejatinya sudah dimulai sejak –kalau tidak salah-- akhir 2011. Peserta awal adalah para ‘muhajir’ dari pesantren Umar Bin Khotob Bima ditambah ikhwan-ikhwan dari Poso (lokal). Yang disebut ‘muhajir’ itu adalah para pelarian dari pesantren Umar Bin Khotob pasca penggerebekan oleh aparat keamanan karena adanya ledakan yang terjadi di dalam pesantren. Banyak para ustadz dan santri yang lari ke Poso. Bagaimana prosesnya orang Bima bisa mendapat tempat di Poso itu kisah lain.

Sistem pelatihannya pun tergolong rapi pada saat itu. Semua peserta diharuskan adalah orang yang telah memiliki pekerjaan tetap di perkampungan/kota Poso. Lalu dalam setiap bulan ada waktu sepekan yang digunakan untuk mengikuti pelatihan di daerah Pegunungan Biru, di mana waktunya telah diatur bergiliran sesuai angkatan. Misalnya pada pekan pertama bulan ini yang mengikuti pelatihan adalah angkatan pertama, maka pada pekan kedua bulan ini adalah giliran angkatan kedua dan seterusnya. Di mana jarak antar periode pelatihan adalah satu bulan. Artinya yang angkatan pertama tadi baru akan mengikuti pelatihan kedua pada pekan pertama bulan berikutnya dan seterusnya.

Ketika sedang tidak mengikuti pelatihan, mereka ini bekerja seperti biasa. Jadi katanya tidak mudah terdeteksi oleh aparat keamanan. Ditambah lagi dengan dukungan masyarakat Poso yang diklaim hampir semuanya mendukung kegiatan tersebut. Sehingga program pelatihan itu tidak akan mudah terungkap seperti pelatihan Aceh di akhir 2009 sampai awal 2010.

2. Fase kedua: Kelompok Perlawanan

Rangkaian peristiwa yang mengubah narasi pelatihan menjadi narasi perlawanan itu dimulai dengan dirilisnya surat tantangan dari kelompok yang melakukan program pelatihan militer itu kepada Densus 88 untuk berperang secara terbuka di Gunung Biru. Pada surat tantangan itulah pertama kalinya mereka menyebut dirinya sebagai Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Surat itu bertanggal 14 Oktober 2012 atau 28 Dzulqo'dah 1433 H.

Tak lama dari beredarnya surat tantangan itu, rangkaian peristiwa yang mengubah narasi pelatihan menjadi narasi perlawanan itu berlanjut dengan aksi penyanderaan yang berakhir dengan eksekusi mati pada dua anggota Sat Intelkam Polres Poso pada 16 Oktober 2012. (Lihat beritanya disini)

Ditambah lagi pada akhir Desember 2012 terjadi penyerangan terhadap regu Brimob Polda Sulteng yang sedang patroli di wilayah Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso. Tiga orang anggota Brimob gugur. (Lihat beritanya disini).

Rangkaian tiga peristiwa di atas telah cukup untuk menunjukkan perubahan narasi yang mereka mainkan. Dari program pelatihan menjadi mulai melakukan perlawanan.

Menanggapi fenomena ini, respon dari para simpatisan gerakan jihad di Indonesia terbagi menjadi dua. Sebagian ada yang mundur dan menarik dukungannya dan sebagian lagi justru semakin bersemangat membantu dan ingin terlibat.

Aksi perlawanan itu mulai dilakukan karena mereka melihat banyaknya alumni pelatihan yang menyebar ke berbagai wilayah dan banyaknya dukungan yang mengalir dari masyarakat di berbagai penjuru daerah di luar Poso, terutama dari Jawa dan Bima. Sehingga mereka merasa sudah cukup kuat untuk mulai melakukan perlawanan.

Para alumni pelatihan itu diharapkan akan mampu menjadi agen-agen pengumpulan dana dan logistik untuk kelompok yang bergerilya di pegunungan. Yang dimaksud pengumpulan dana ini bisa dengan cara yang soft maupun dengan kekerasan. Selain itu para alumni juga diharapkan suatu saat nanti bisa melakukan aksi tempat-tempat lain untuk memecah konsentrasi aparat di Poso. Sepintas alasan dan rencana strategi itu memang terlihat sangat keren. Namun, pada kenyataannya banyak yang terjadi di luar harapan.

3. Fase ketiga: Propaganda Internasional

Di awal tahun 2013 atau kalau tidak salah di bulan Februari-Maret 2013, sahabat saya yang di MIT bercerita bahwa MIT Press (sayap media MIT diberi nama MIT Press) sedang memproduksi sebuah video yang akan dikirimkan kepada GIMF (Global Islamic Media Front) untuk dirilis atas nama Shoutul Jihad Nusantara (SJN).

GIMF adalah sayap media global resmi milik Al Qaeda yang menjadi promotor bagi rilisan-rilisan resmi dari kelompok-kelompok jihad kecil yang belum memiliki media resmi berkelas internasional. Sedangkan SJN adalah seksi GIMF bahasa Indonesia/Melayu yang diperuntukkan bagi kelompok-kelompok jihad di Asia Tenggara.

Tujuan dari dibuatnya video itu adalah untuk mendapat pengakuan dari dunia jihad global dan menarik simpatisan yang baru. Video itu baru dirilis oleh GIMF pada awal bulan April 2014. Dua bulan pasca meninggalnya sahabat saya yang di MIT itu dalam sebuah kontak tembak dengan aparat keamanan. Namun dampak dari rilisan itu sempat saya saksikan. Ada salah satu member Forum Al Busyro yang ingin menyumbangkan uang dan barang-barang yang diperlukan.



Menjadi Bagian dari Tentara ‘Khilafah’ ISIS

Ketika menyadari bahwa mereka mulai dikenal di kancah jihad global, pada saat yang sama ISIS muncul mendeklarasikan eksistensinya (sebelum deklarasi khilafah mereka) dan memperoleh simpati dari berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia. Melihat banyaknya orang-orang Indonesia yang mendukung ISIS, muncullah rancangan strategi baru untuk meningkatkan kekuatan MIT.

Saat-saat terakhir menjelang saya ditangkap, datang permintaan dari MIT untuk memproses sebuah rekaman video baiat kepada Al Baghdadi selaku pimpinan ISIS. Menurut keterangan yang menyertainya, MIT perlu segera menyatakan baiat kepada ISIS agar arah perjuangannya lebih jelas dibaca oleh umat, dan juga agar terlepas dari dosa tidak membaiat pemimpin kaum muslimin yang telah menegakkan syariat Islam di wilayah yang dikuasainya.

Di samping video pernyataan baiat, ada juga semacam surat dari MIT kepada Al Baghdadi yang menjelaskan bahwa MIT ingin berada di bawah bendera ISIS dan mengharap ada bantuan dari ISIS kepada MIT, baik berupa personel, persenjataan, ataupun dana. Kami di Forum Al Busyro membantu membuatkan subtitle berbahasa Arab dan Inggris untuk rilisan video baiat dan surat kepada Al Baghdadi itu.

Para pendukung ISIS itu hanya tahu soal baiat karena muncul dalam salah satu video propaganda ISIS. Mereka tidak tahu bahwa ada juga surat dari pimpinan MIT (Santoso) yang berisikan harapan besar yang diinginkan sebagai ‘imbal balik’ dari ISIS atas baiat itu. Dari surat itu secara tersirat Santoso sebenarnya juga menginginkan dukungan dari para pendukung ISIS di Indonesia. Berharap ada perintah dari Al Baghdadi agar para pendukung ISIS membantu MIT.

Namun kenyataannya para pendukung ISIS di Indonesia yang telah jelas mengetahui bahwa MIT telah menjadi bagian dari ‘tentara khilafah’, masih lebih memilih berusaha untuk hijrah ke Suriah daripada membantu MIT. Wajar sih, karena kalau membantu MIT bisa kena pasal terorisme. Sementara hijrah ke Suriah itu lebih aman menurut mereka.

Ketika kekuasaan ISIS mulai runtuh di Irak dan Suriah, pemimpin mereka kemudian menyerukan agar yang terhalang dari berhijrah ke Suriah/Irak melakukan ‘aksi jihad’ di negerinya masing-masing. Dari adanya seruan itu sepertinya banyak yang kemudian mengalihkannya untuk membantu MIT atau kemudian ingin bergabung dengan MIT.



MIT Menjadi Kebanggaan para Pendukung ISIS

Pada perkembangan terkini, MIT telah menjelma menjadi satu-satunya kebanggaan para pendukung ISIS karena merupakan satu-satunya kelompok jihad yang masih eksis memiliki wilayah operasi yang luas dan mampu merepotkan negara. Besarnya dukungan moral kepada mereka bisa dilihat di media sosial para pendukungnya.

Aksi serangan sporadis berskala kecil yang dilakukan oleh para pendukung ISIS itu juga dipuji oleh para pendukung ISIS di Indonesia, tetapi tidak dibanggakan seperti MIT.

Maka, bergabungnya Jaka Ramadhan ke MIT setelah gagal bergabung dengan ISIS di Suriah membuktikan bahwa MIT menjadi pilihan terbaik untuk mewujudkan keinginan para pendukung ISIS yang ingin berjihad.

Komentar

Tulis Komentar