Selain karena ‘virus berbahaya’ yaitu : pemahaman bahwa tauhid dianggap baru sempurna ketika seseorang terlibat dalam upaya memerangi thaghut (terlibat amaliyah, menyumbang dana, menyebarkan propaganda) dan berbaiat kepada pemimpin ISIS yang konsekwensinya harus mengikuti semua arahan dari pemimpin ISIS, ada satu lagi yang membuat propaganda ISIS cepat mendapat tempat di hati orang-orang yang berpikiran sempit.
Yaitu propaganda yang menampilkan prestasi-prestasi dan keunggulan ISIS ditambah dengan pada saat yang sama mereka menjatuhkan atau mencela kelompok-kelompok gerakan jihad selain mereka.
Masifnya propaganda dan penyebaran virus berbahaya mereka ini membuat semua pendukungnya kemudian merasa bangga bila dirinya termasuk dalam kelompok anshar daulah yang merupakan komunitas lintas negara. Mereka semua bangga memiliki sebuah negara -yang mereka sebut dengan khilafah- meski sebenarnya lebih tepat disebut negara dalam imajinasi.
Betapa tidak, mereka kemudian merasa telah menjadi sosok yang cukup baik dan istimewa hanya dengan ikut terlibat dalam memerangi thaghut -meskipun hanya pada tingkatan terendah yaitu menyebarkan pemikiran/propaganda ISIS- dan berbaiat pada pemimpin ISIS. Sesederhana itu.
Maka tidaklah mengherankan bila saya jumpai di antara mereka yang kemudian menilai sesama napiter berdasarkan apakah sudah berbaiat dan menyebarkan pemikiran/propaganda ISIS atau tidak.
Berbeda dengan era saya dulu. Doktrin kami pada waktu itu adalah bagaimana kami bisa tetap melaksanakan kewajiban jihad dan segala turunannya tanpa terdeteksi oleh musuh. Bukan malah seperti para pendukung ISIS pada hari ini yang sudah menampakkan diri menantang musuh meski belum melakukan apa-apa selain berbaiat dan menyebarkan pemikiran/propaganda.
Itu pula yang membedakan antara kaderisasi di masa lalu dan radikalisasi di era sekarang. Dulu di era saya yang ada adalah kaderisasi karena butuh waktu yang lama dan sangat memperhatikan strategi dalam setiap langkah. (Yang kurang kami pikirkan pada waktu itu adalah dampak dari yang kami lakukan)
Sedangkan sekarang yang terjadi adalah radikalisasi karena yang penting asal dapat pendukung baru, dan asal dapat orang yang membenarkan pemikiran mereka. Tolok ukurnya pun sederhana. Baiat dan minimal ikut menyebarkan pemikiran/propaganda ISIS.
Bukankah kondisi seperti ini berbahaya?
Nah, lalu siapa saja yang rentan terpapar oleh ‘virus berbahaya’ dan propaganda ISIS?
Kita perlu mengetahuinya agar kita bisa lebih memperhatikan orang-orang yang rentan terpapar virus tersebut. Sehingga minimal kita bisa melokalisir dan bersama-sama berusaha menemukan penangkalnya.
Yang perlu diingat adalah bahwa yang bisa menangkal virus itu adalah diri kita masing-masing. Bukan negara, bukan ulama, bukan tokoh masyarakat. Negara, ulama, dan tokoh masyarakat itu hanya menyampaikan caranya atau memberikan panduan. Tetapi pelakunya ya diri kita.
Artinya percuma saja negara, ulama, dan tokoh masyarakat itu mengkampanyekan atau mendakwahkan cara menangkal virus tersebut jika kita tidak ikut aktif melaksanakan arahan-arahan dari mereka itu.
Sampai di sini semua sepakat? Ya. Anda harus sepakat jika masih peduli pada usaha bersama untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Ilustrasi: Pixabay.com
Komentar