Radikalisasi Online (2)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Bom Bali 1 (2002) dan Bom Bali 2 (2005), Bom JW Marriot (2003), Bom Kedubes Australia (2004), dan Bom JW Marriot-Ritz Carlton 2009, semuanya menargetkan warga negara asing yang mana negaranya menjadi sekutu Amerika.

Kenapa tempat-tempat itu (Bali, Kedubes Autralia, Hotel JW Marriot, dan Ritz Carlton) dipilih untuk dijadikan target serangan?

Semua itu terkait dengan kemampuan dan ketidakmampuan para pelaku. Tidak mampu menyerang Amerika (warga negaranya) secara homogen, maka dengan kemampuan yang ada dipilihlah Bali yang ada warga negara Amerika namun heterogen (bercampur) dengan warga negara asing dari negara-negara yang diasumsikan sebagai sekutu Amerika.

Tidak mampu menyerang kedubes Amerika, maka diseranglah kedubes Australia yang menjadi target utama setelah Amerika karena dukungan dan intervensinya dalam kasus Bom Bali. Tidak mampu menyerang kedubes Amerika, maka hotel yang dimiliki oleh orang Amerika pun bolehlah (JW Marriot dan Ritz Carlton).

Di kemudian hari mayoritas para tokoh, kader dan simpatisan JI –sejauh yang saya ketahui- menyadari kesalahan ‘ijtihad’ itu setelah melihat dampak yang terjadi. Sehingga pada perkembangannya yang terakhir hari ini para kader JI itu berdakwah mengikuti perkembangan zaman dan mencoba membaur serta bekerjasama dengan seluruh komponen ummat. Mereka mulai menyadari bahwa mereka tidak bisa berjuang ‘sendirian’. Mereka butuh berkolaborasi dengan kelompok lain.

Tetapi hal ini menurut para kader dan simpatisan JI yang masih fanatik dengan ‘ijtihad revolusioner’ Ustadz Mukhlas dkk adalah merupakan kemunduran. Era jihad sudah dimulai kok malah surut. Begitu pikir orang-orang ini termasuk saya pada waktu itu.

Para kader JI yang menganggap era jihad sudah dimulai itu lalu mulai mencari-cari cara agar jihad masih bisa terus berlangsung di negeri ini dalam bentuk dan format yang baru, yang berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kelompok Ustadz Mukhlas dkk yang berakhir dengan terbunuhnya Noordin M Top dan beberapa kawannya terkait aksi pengeboman di JW Marriot-Ritz Carlton 2009.

Di dunia online, mereka mulai aktif mengajarkan ‘ilmu terlarang’ di forum jihadi kepada orang-orang di dalam forum. ‘Ilmu terlarang’ itu meliputi ilmu-ilmu kemiliteran termasuk field engineering (mengolah bahan peledak) dan artikel-artikel yang menyemangati orang agar melazimi jalan jihad.

Mereka yang bergerak di ranah online ini berpendapat bahwa melanjutkan era jihad yang telah dimulai itu adalah dengan mulai mengajarkan ilmu seputar jihad kepada ummat.

Inilah cikal bakal radikalisasi online.

Melalui forum jihadi, menyebarlah artikel tentang pemikiran para tokoh jihad internasional, berita-berita jihad dari seluruh dunia, pidato-pidato dan ceramah para tokoh jihad internasional, ditambah dengan materi-materi pembuatan bahan peledak dan manual penggunaan senjata, membuat orang-orang yang terinspirasi dengan gerakan jihad global Al Qaeda menjadi semakin matang dan tertantang.

Hal yang paling berpengaruh dalam pergeseran pola gerakan radikal di Indonesia adalah tatkala semakin banyaknya beredar tulisan terjemahan Aman Abdurrahman tentang tauhid yang cenderung jauh lebih ekstrim dari yang sebelumnya dipahami oleh para kader dan simpatisan JI.

Besarnya dorongan keinginan sekelompok orang untuk melakukan jihad di Indonesia membuat mereka kemudian mencari-cari cara untuk bisa berjihad agar bisa berpartisipasi dalam jihad global. Untuk melakukan hal itu mereka ini membutuhkan tiga hal, yaitu : personel, dana, dan target yang mudah diserang.

(Bersambung)

ilustrasi: pixabay.com

Komentar

Tulis Komentar