Sidang Putusan di Pengadilan Christchurch dan Perihal Memaafkan

Analisa

by nurdhania

Sidang putusan terdakwa teroris penembakan masjid Al-Noor dan Masjid Linwood di Christchurch dilaksanakan sejak tanggal 24 agustus 2020. Teroris asal Australia ini, Brenton Tarrant, mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan dan satu dakwaan melakukan aksi terorisme.

Sejak persidangan dimulai, puluhan anggota keluarga korban dan penyintas akan dihadirkan di sidang putusan di pengadilan Christchurch. Inilah kali pertama pihak keluarga dan penyintas bertemu secara langsung dengan teroris Brenton setelah insiden satu tahun silam. Mereka akan memberikan pernyataan-pernyataan atau keterangan secara langsung di hadapan Brenton.

Tentu bukanlah hal yang mudah bagi mereka bisa berbicara di publik dan di depan si teroris langsung. Sedikit yang bisa menahan air matanya ketika harus mengingat lagi kejadian itu, dan kehilangan orang tersayangnya secara tidak manusiawi.

Korban termuda di antara 51 Syuhada dari penembakan di Christchurch ini, adalah Mucaad Ibrahim. Mucaad baru berusia 3 tahun dan tertembak saat dia sedang berada disamping ayahnya. Sang ayah hadir di putusan pengadilan, dan belum bisa memaafkan si teroris.

"Kau bunuh anakku, tapi bagiku kau telah membunuh seluruh orang Selandia Baru, Saya tak mengenalmu. Saya tak pernah menyakiti kau, ibumu, ayahnya atau kerabatmu. Saya ini orang yang malah akan menolongmu jika kau membutuhkannya," Kata Aden (Ayah Mucaad).

Keluarga dari Haji Mohammed Daoud Nabi, seorang kakek yang merupakan korban pertama dan sempat menyambut si teroris dengan "hello brother", ikut memberikan keterangan.

Sang anak, Ahad Nabi begitu berani dan lantang ketika mengemukakan keterangannya. "Saya tak memaafkanmu. Di penjara kau akan menyadari bahwa kau sudah berada di neraka …. Bapakmu seorang tukang sampah dan kau telah menjadi sampah masyarakat, dia malu dengan dirimu. Kau sepantasnya dikubur di tempat pembuangan sampah. Ayahku yang berumur 71 tahun akan mengalahkanmu jika kau tantang dia berkelahi. Tapi kau seorang yang lemah. Aku kuat, dan kau membuatku bertambah kuat", tutup Ahad.

Ahad juga meminta hakim untuk memastikan bahwa si teroris tidak pernah diizinkan untuk keluar dari penjara seumur hidupnya.

Janna Ezat, Ibu dari Hussein Al-Umari memaafkan si teroris. Janna mengatakan bahwa dia tidak memiliki rasa benci dan balas dendam. Janna mencoba mengamalkan ajaran dalam islam yaitu memaafkan. Menurutnya, Kerusakan telah usai, dan Hussain tidak akan pernah ada disini lagi, oleh karena itu Janna hanya punya satu pilihan, yaitu memaafkan si teroris.

Seorang penyintas, Temel Atacocugu, yang ditembak sembilan kali oleh Branton di Masjid Al Noor, berdiri hanya beberapa meter dari Branton di pengadilan saat dia mengungkapkan bagaimana dia berpura-pura mati untuk menyelamatkan hidupnya sendiri. Kini dia mengalami trauma yang mendalam. Ketika dia solat di masjid dan mendengar suara di belakangnya maka dia akan cemas dan gugup. Dan menurutnya trauma itu akan bersamanya selamanya.

Saya tak bisa jabarkan satu-satu. Saya rasa hal-hal di atas sudah cukup mewakilkan dari pelaksanaan putusan tersebut. Begitu tegar, dan kuatnya mereka menghadapi masa sulit seperti ini.

Perihal Memaafkan

Tidak semua dapat memaafkan si teroris, dan itu tidak masalah. Karena kita tidak bisa memaksakan orang lain. Sungguh butuh waktu yang tidak sebentar. Pun, bagi mereka yang sudah bisa memaafkan juga tak secepat itu. Banyak hal yang harus mereka lewati.

Saya juga mau coba bahas sedikit, bahwa ada beberapa orang mengatakan bahwa pernyataan Ahad Nabi kurang baik atau kurang sopan, apalagi sedang di pengadilan. Tapi saya melihatnya tidak demikian. Daud Nabi dan Keluarganya jelas-jelas berada di posisi orang-orang yang terzalimi. Oleh karena itu, dalam Al-Quran pernah disebutkan bagi mereka yang terzalimi tidak ada masalah untuk menggunakan kata-kata seperti demikian.

"Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Q.S An-Nisa': 148)
"Jika kamu menyatakan sesuatu kebajikan, menyembunyikannya, atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Kuasa."(QS. An-Nisa':149)

Saya pribadi masih suka speechless dengan mereka yang bisa berlapang dada memaafkan pelaku. Karena pastinya butuh waktu, perenungan, keikhlasan, kesabaran, dan ketabahan. Saya juga pernah menulis tentang sikap lapang dada para korban bom di Indonesia di sini

Ketika Islam sering dicap sebagai sebuah kepercayaan yang mengajarkan kekerasan, karena ulah sebagian oknum yang mengkorupsi ayat-ayat Quran sesusai kepentingan mereka. Kita bisa lihat kembali bagaimanakah yang sebenarnya Al-Qura'an ajarkan ketika menerima perlakuan jahat, membalas kejahatan dengan kebaikan, memaafkan, berbuat baik, dan lain-lain. Seperti di ayat berikut

"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim."(QS. Asy-Syura : 40)

"Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka."(QS.Asy-Syura:41).

"Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih.(QS.Asy-Syura:42)
"Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (QS.Asy-Syura:43)

Kasus ini merupakan kasus pertama di New Zealand. New Zealand memang cukup terkenal dengan negrinya yang tertib, aman, rukun, dan toleransi tinggi. Oleh karena itu, aksi Penembakan ini disebut sebagai hari terkelam dalam sejarah New Zealand. Tapi, setelah kejadian ini solidaritas antar warga dari agama, suku, ras yang berbeda malah semakin erat dan kuat.

Harapan kita semua tak ada lagi kejadian seperti ini dimanapun, dan dari kelompok, agama, suku, ras, atau komunitas manapun.

Akhirnya, tanggal 27 agustus 2020 teroris Brenton Tarrant divonis penjara seumur hidup tanpa adanya pembebasan bersyarat.

Komentar

Tulis Komentar