Pengalaman Tjoki Amankan Megawati di Afsel hingga Pengelolaan Ruang Udara Indonesia - Singapura

Analisa

by Eka Setiawan

Perjalanan 24 tahun menjadi diplomat menggoreskan berbagai cerita bagi Tjoki Aprianda Siregar. Praktisi hubungan luar negeri itu sudah bertugas di berbagai belahan dunia, mulai dari Afrika, Asia hingga di kawasan Pasifik.

Salah satu kisahnya ketika bertugas menjadi Sekretaris Ketiga kemudian dipromosikan menjadi Sekretaris Kedua Sub Bidang Protokol dan Konsuler pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Pretoria, Afrika Selatan, tahun 2002-2005.

Saat itu Tjoki diberikan kepercayaan untuk menangani kekonsuleran dan keprotokolan Presiden Megawati Sukarnoputri (Presiden RI ke-5) terkait kegiatan Konferensi Dunia untuk Pembangunan yang Berkelanjutan di Johanesburg, Afrika Selatan. Saat itu Afrika Selatan menjadi ketua forum dan inisiator tuan rumah penyelenggaraan itu.

“Kami diberikan kepercayaan untuk menangani itu (kekonsuleran dan keprotokolan). Ini tantangan cukup berat, salah sedikit saja bisa mengacaukan kegiatan Ibu Mega (Megawati),” ungkap Tjoki saat diwawancarai ruangobrol.id via telepon, Sabtu pekan lalu.

Tjoki dan tim menjawab tantangan berat itu dengan sukses. Tugas diselesaikan dengan baik.

“Sebab tugas-tugas itu juga mendukung peluang kerjasama dengan negara mitra, mulai dari politik, sosial budaya, keamanan hingga pertahanan. Jadi peluang dan tantangan tersendiri,” lanjutnya.

Di Afrika Selatan ketika itu, sebut Tjoki, jumlah warga negara Indonesia (WNI) di sana sekira 120 orang, sebagian besar anggota keluarga staf kedutaan, ada pula yang bekerja di sektor formal yakni menjadi dokter hewan di Taman Safari di sana.

Saat di Afrika Selatan juga Tjoki turut andil bertugas menyelesaikan persoalan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang ditelantarkan. Kapalnya berlabuh di Durban, kota di Provinsi Kwazulu Natal Afrika Selatan yang menghadap Lautan Hindia.

Jaraknya, sebut Tjoki, dari kantornya bertugas cukup jauh, sekira 300 hingga 400 km, memakan waktu sekira 6,5 jam perjalanan.

“Itu cukup rumit, karena melibatkan beberapa negara. Kami tangani semuanya, termasuk menampung ABK yang sakit di bawa ke rumah sakit. Ketika itu saya ingat ABK asal Cirebon (Jawa Barat),” sambungnya.

Sekali lagi, tugas Tjoki sebagai seorang diplomat berhasil. Di sinilah, Tjoki bercerita diplomat memang dituntut harus menguasai banyak bidang, di antaranya; pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, kehutanan, perikanan, kelautan hingga pertambangan, termasuk isu-isu lingkungan hidup. Diplomat dituntut harus tahu banyak soal hal-hal itu, bahkan sampai teknisnya.

“Ini berkaitan dengan pengamanan kepentingan Indonesia di luar negeri. Termasuk juga di ASEAN dengan negara-negara mitra, termasuk juga dengan Australia dan Jepang. Seperti juga tentang mengamankan soal kerjasama bidang medis berbahan radium (radioaktif dari unsur logam), ini untuk medis tapi jangan sampai disimpangkan, dimanipulasi, nah diplomat juga punya tugas itu,” bebernya.

Pria Tapanuli kelahiran Denpasar yang kini bertugas di Direktorat Asia Timur dan Pasifik itu juga membeberkan pengalaman tugas lainnya.

Pada 2015 bertugas di KBRI di Singapura. Ini juga memberikan pengalaman tersendiri, salah satunya adanya sengketa kepemilikan batu karang di lautan tersebut, antara Singapura dan Malaysia yang tentunya juga berbatasan dengan wilayah Indonesia yakni Kepulauan Riau.

Ketika itu, Tjoki juga turut andil dalam tugas-tugas masalah kedaulatan, yakni tentang penerbangan sipil kaitannya dengan pengelolaan ruang udara dengan negara tersebut.

Dari pengalaman panjangnya itu, Tjoki berpesan kepada para diplomat muda maupun calon-calon diplomat, agar tak hanya mempersiapkan soal bahasa asing saja, tapi juga termasuk pengetahuan lain, sejarah negara dan kawasan. Tak kalah penting, ketika bertugas juga harus punya empati terhadap masalah yang dihadapi.

“Diplomat harus banyak belajar, banyak baca buku. Jadi jangan dipikir diplomat itu hanya pesta-pesta, makan enak saja, ada tugas-tugas berat yang mesti diselesaikan,” tandasnya.

 

FOTO DOK. PRIBADI

Di saat senggang di senja hari di tepi bendungan Sungai Kallang, Singapura, tahun 2016

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar